Shena duduk di dekat meja belajarnya pada malam hari itu. Dia melihat kalender kecil yang berdiri di atas mejanya.
"Kenapa gue baru nyadar kalau udah telat satu minggu lebih." Shena mengambil kalender itu dan menghitung hari setelah kejadian yang dilakukan Sky. "Sudah empat minggu berlalu sejak kejadian itu, gak mungkin kan kalau gue..."
Shena melempar kalender itu ke lantai. "Gak mungkin!" Shena memakai cardigan lalu membawa dompetnya keluar dari kamar. Dia melihat kedua orang tuanya tidak ada di rumah. Arnav juga belum pulang. Dia bergegas ke apotek yang ada di ujung gang kompleks perumahannya.
Setelah berhasil mendapatkan dua alat itu, dia kembali pulang. Untunglah masih tidak ada siapa-siapa di rumah. Dia masuk ke dalam kamarnya dan menyimpan alat itu untuk digunakan besok pagi agar lebih akurat.
Shena kini merebahkan dirinya di atas ranjang. Dia memiliki firasat buruk kali ini karena memang sudah beberapa hari ini kepalanya terasa sangat pusing dan mual.
Kemudian dia mengambil ponselnya dan menghubungi nomor Gala karena dia tidak mempunyai nomor Sky. Dia tidak akan bisa menerima kehamilannya, apalagi itu anak Sky.
Ternyata nomor Gala masih aktif dan Sky mengangkat panggilannya.
"Besok pagi jam enam, gue mau ketemu sama lo!" kata Shena langsung to the point. Biarkanlah dia membuat janji terlebih dahulu. Urusan positif atau negatif itu belakangan.
"Ada perlu apa?"
"Ada sesuatu yang mau gue omongin. Penting!"
"Lo hamil?"
Shena langsung mematikan panggilannya. Kemudian dia meletakkan kembali ponselnya di atas nakas.
"Gimana kalau gue beneran hamil? Nggak! Gue gak mau hamil anak Sky."
Shena menarik selimutnya dan berusaha memejamkan matanya. Dia harus bangun pagi-pagi dan mencari cara agar bisa berangkat sendiri tanpa Arnav.
Keesokan harinya saat matahari belum terbit. Shena bergegas ke kamar mandi untuk mengecek kehamilannya.
Dia duduk di atas kloset menunggu alat itu bereaksi. Setelah hampir satu menit, Shena melihat hasilnya.
Seketika air mata mengalir di pipinya. "Positif. Gue beneran hamil." Shena merenung sampai beberapa saat. Dia menangis tanpa suara. Mengapa semua ini terjadi padanya? Hidupnya sekarang benar-benar sudah hancur. "Pokoknya gue gak mau anak ini!"
Shena segera membasuh dirinya. Setelah itu dia memakai seragamnya, lalu menyisir rambutnya. Dia memasukkan bukunya ke dalam tas. Lalu dia harus cepat berangkat agar masalah itu segera berakhir.
Kemudian dia keluar dari kamar dan menuju dapur. "Ibu, Shena mau berangkat dulu ya."
"Tapi ini masih jam enam kurang. Kakak kamu saja belum keluar dari kamar."
"Ada prakarya yang harus selesai hari ini. Shena lupa. Di rumah Mila ada bahannya, makanya Shena mau ke rumah Mila dulu. Nanti Shena langsung berangkat sama Mila."
"Ya sudah. Makan roti dulu sama minum susunya."
Shena menganggukkan kepalanya lalu dia makan roti yang berisi selai coklat, setelah itu dia menghabiskan segelas susu.
"Shena berangkat dulu ya." Shena mencium punggung tangan Ibunya.
"Iya hati-hati." Naya mencium kedua pipi Shena lalu keningnya. "Kamu pucat? Kamu gak enak badan?"
Shena menggelengkan kepalanya. "Shena gak sempat dandan makanya terlihat pucat. Shena berangkat dulu." Kemudian Shena membalikkan badannya. Dia berusaha menahan air matanya agar tidak terjatuh.
Maafkan Shena, Ibu.
Shena segera keluar dari rumah, kemudian dia memesan ojek online menuju tempat janjiannya dengan Sky.
...***...
Setelah Shena menghubunginya semalam, Sky bisa menebak apa yang akan dikatakan Shena padanya pagi itu. Tentu saja dia sudah mempersiapkan obat untuk Shena. Dia tidak mungkin bertanggung jawab pada Shena.
Sesuai janjinya, dia berangkat pukul enam pagi. Dia mengendarai motornya dan berhenti di sebuah gang kecil dekat taman. Dia melihat ada Shena yang sedang duduk sambil mendekap perutnya.
Sky terdiam beberapa saat. Terkadang dia merasa menyesal telah melakukan ini semua pada Shena tapi di sisi lain, dia masih saja belum bisa terima kematian Gala. Bahkan sampai detik ini tidak ada bukti yang dia terima dari Arnav.
"Mau bilang apa?" Sky membuka kaca helmnya lalu turun dari motor. Dia kini berdiri di dekat Shena.
Shena memberikan dua alat tes itu pada Sky. "Gue gak mau hamil anak lo!"
Sky menatap dua alat tes itu. Benar dugaannya, Shena hamil karena hasil perbuatannya. Harusnya waktu itu dia tidak mengeluarkannya di dalam. Minim sekali pengetahuannya tentang hal itu. "Lo pikir gue mau tanggung sama lo!"
"Terus gue harus gimana? Enak banget lo ngomong!"
Sky berdengus kesal. Sebenarnya dia ragu dengan keputusannya ini. Jika dia menyuruh Shena menggugurkan kandungannya, itu berarti dia juga sudah membunuh darah dagingnya sendiri. Tapi dia juga tidak ingin bertanggung jawab, karena misi awalnya memang untuk menghancurkan hidup Shena sebagai balas dendamnya pada Arnav.
Akhirnya Sky memberikan tiga butir obat pada Shena. "Lo minum ini selama tiga hari. Lo akan keguguran dengan sendirinya."
Shena mengambil obat itu dan menatapnya. Hatinya benar-benar hancur, dia seperti tidak punya perasaan lagi. Air mata itu kembali menetes di pipinya. Dia ingin pergi saja dari dunia ini untuk selamanya.
Sky mengalihkan pandangannya dari Shena. Entah mengapa hatinya ikut sedih melihat tangisan Shena.
"Oke, gue akan gugurin anak ini. Setelah ini, gue gak mau lihat lo lagi!" Kemudian Shena pergi dari tempat itu.
Sky mengepalkan tangannya lalu memukul tembok. Dia kini menatap punggung Shena yang kian menjauh. "Kenapa hati gue ikut merasakan sakit seperti ini." Sky menarik napas dalam lalu mengembuskannya. "Udahlah, biarin aja." Kemudian dia kembali menaiki motornya lalu melaju ke sekolah.
Sedangkan Shena kini berdiri di pinggir jalan. Dia menghapus air matanya lalu memesan ojek online lagi. Dia tidak mungkin ke sekolah sekarang. Tubuh dan hatinya sedang tidak baik-baik saja.
Dia menuju rumah kosong yang menjadi tempat Sky melakukan perbuatan keji itu padanya. Hanya di sana, tidak ada orang yang tahu beradaannya.
Setelah turun dari motor ojek online. Dia mematikan ponselnya lalu masuk ke dalam rumah itu. Bayangan Sky yang melakukan itu padanya seolah tereka ulang dan terjadi di depan matanya
Shena terduduk dan semakin menangis. "Maafkan Shena, Ibu, Ayah."
Shena menatap obat yang diberikan Sky padanya. Tiga butir untuk tiga hari.
"Kalau diminum semuanya, pasti akan semakin cepat."
Shena meneguk tiga butir obat itu sekaligus. Dia sudah tidak peduli dengan hidupnya.
Shena menatap kosong tembok yang usang itu. Semakin lama perutnya terasa semakin sakit, hingga akhirnya dia tidak bisa menahan tubuhnya dan terjatuh. Dia semakin meringkuk sambil menekan perutnya.
"Sakit sekali..."
.
💕💕💕
.
Like dan komen ya...
.
Sky, siap-siap othor buat kamu menyesal seumur hidup... 😆
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
MUSFIRA
Sebenar nya Cuma salah paham dan salah sasaran ajha thor
2023-09-30
0
Nenk NOER
Lanjut Thor..Duhh kasihan shena
2023-07-19
0
Yohanna Zebua Hibala
kasian shena 😭😭😭😭
2023-07-19
0