"Serius Om?" Tanya Disha.
"Bercanda.. masa iya saya nikah sama kamu. Saya sudah punya pacar."
Jawaban dari Bang Drajat yang nyatanya cukup menyakitkan hati Disha. Entah apa yang membuatnya seketika sakit hati pada pria itu, yang jelas hal ini lebih menyakitkan dari apapun.
Bang Drajat memalingkan wajahnya. Sebenarnya di hatinya sudah kosong, tak bersisa, tak ada lagi nama Ratna yang kian hari kian menjatuhkan mentalnya. Dalam dirinya ingin sekali segera melepas masa lajang namun melihat keadaannya saat ini, hatinya pun belum sepenuhnya siap. Ratna yang sudah terus mendesak untuk segera menikahinya membuat dirinya terpaksa menjauh.
Terngiang dalam ingatan, ibu Ratna meminta dirinya untuk segera melamar putrinya. Tak menjadi soal baginya untuk membelikan mahar yang mahal karena itu semua adalah tanggung jawabnya namun orang tuanya masih tak menghargainya lantaran tau gaji seorang abdi negara tidak begitu besar. Rasa ingin bertahan juga masih ada dalam pikirannya karena Ratna mau menerima ibu kandungnya yang mengalami gangguan kejiwaan. Saat ini yang ada dalam hatinya hanyalah komitmen untuk mempertahankan hubungan dengan Ratna dan berharap gadis yang singgah di hatinya itu akan berubah seiring berjalannya waktu.
"Eghmm.." Disha kembali merintih kesakitan.
Bang Drajat menyentuh kaki Disha. "Apa masih sakit sekali?"
Disha menghindar dan menepak tangan Bang Drajat dan pria tersebut menjauhkan tangannya, mungkin gadis itu risih akan kehadirannya, ia pun menjauh.
***
Tengah malam nyaris pagi hari akhirnya Bang Drajat sudah terkapar dengan rasa kantuk dan sakitnya, juga pengaruh obat membuatnya menikmati sejenak sunyinya malam. Berjam-jam dirinya membolak-balik hati dan pikiran hingga bisa tertidur.
Perlahan dan senyap tanpa suara, Disha mengendap dengan langkah kecil menjauh dari area tenda dan menghindari beberapa orang anggota jaga malam.
Samar mendengar suara langkah kaki, Bang Drajat pun terbangun dari tidurnya. Ia melihat Disha berjalan menjauh dengan terseok.
'Mau kemana Disha di malam buta begini?'
Bang Drajat mengikutinya, bukan karena rasa tanggung jawabnya pada Pak Rojaz dan Bang Katon, tapi lebih pada rasa cemas karena Disha belum sehat.
"Sakiiitt.. hhhfff" Tak menyerah, Disha terus berjalan berpegangan pada ranting. Satu persatu hingga hampir sampai ke aliran sungai di bawah sana dengan minim penerangan dan hanya berbekal cahaya ponsel.
Karena tubuhnya tidak sepenuhnya seimbang, Disha terpeleset dan nyaris meluncur kebawah tapi ternyata ada tangan yang menjaga dan memegangnya.
"Kenapa nggak bilang kalau mau ke sungai, bahaya jalan sendirian." Tegur Bang Drajat.
"Om Drajat, kenapa Om bisa tau kalau Disha turun?" Tanya Disha yang cukup kaget melihat Bang Drajat sudah memegangnya.
"Nafasmu saja saya bisa dengar." Jawab Bang Drajat.
Disha memalingkan wajahnya, ucapan Bang Drajat semalam masih terngiang dalam ingatannya. Hanya sebuah candaan namun sangat menyakitkan. Ia kembali menepis tangan Bang Drajat menyisakan rasa kesal.
"Kembalilah ke tenda, Disha mau ke bawah..!!" Pinta Disha.
"Saya antar."
"Nggak perlu, Disha bisa sendiri. Disha bukan anak kecil yang harus di antar kemana-mana. Disha juga nggak akan laporan ke Ayan dan Bang Katon." Tolak Disha.
"Alasan saya mengantarmu bukan karena kamu anak kecil, juga bukan karena Ayah dan Abangmu.. tapi karena saya merasa kamu adalah bagian dari diri yang harus saya jaga." Jawab Bang Drajat.
"Nggak tau aahh.. Dhisa mau turun..!!"
"Mau saya gandeng atau saya panggul??" Kata Bang Drajat sedikit tegas mengancam. Sungguh ia tidak ingin terjadi apapun dengan Disha.
Bang Drajat mengulurkan tangannya dan akhirnya Disha menyambutnya.
~
Disha menggigil kedinginan karena memang udara tengah malam itu begitu menusuk.
"Dingin ya?" Tanya Bang Drajat berdiri berbalik badan tak jauh dari Disha.
"Nggak." Jawab ketus Disha namun semua tidak sesuai dengan kenyataan. Disha menggigil sampai tidak sanggup berjalan. Kakinya masih terendam pada aliran air sungai.
Bang Drajat tak mengambil pusing sikap ketus Disha. Ia melepas jaketnya lalu menyampirkan pada bahu Disha dan menggendongnya.
Sekilas mata Disha memperhatikan raut wajah Bang Drajat tapi kemudian memalingkan wajahnya.
~
Setelah sampai ke tenda, seperti tadi.. Bang Drajat menarik sleeping bag agar Disha bisa tidur nyenyak.
"Tidurlah, saya jaga di luar..!!" Ucapnya namun sesaat kemudian rintik hujan turun. Tidak mungkin Bang Drajat berada di luar tenda. Untung saja persediaan kayu bakar dan beberapa barang penting sudah tersimpan pada tenda logistik.
Bang Drajat menutup tendanya dan hanya duduk di tepi pintu karena tidak mungkin dirinya berbaring berdua dengan seorang gadis.
...
Tenda terbuka lebar, saat itu mata Ayah Rojaz, Bang Katon dan Bang Gumarang membulat besar melihat adik bungsunya tidur berpelukan, berada dalam satu jaket bersama Bang Drajat.
"Astagfirullah hal adzim.. apa-apaan kalian berdua??" Bentak Bang Gumarang.
"Ono opo Rang??" Tanya Ayah Rojaz yang kini sudah sepuh tapi tak menyurutkan jiwa mudanya untuk naik gunung bersama rekan-rekannya. Ayah Rojaz pun melongok. "Astagfirullah.."
Papa Musa pun ikut melongok. "Drajaaaaaaaattt..!!!!!!"
...
Bang Drajat babak belur di hajar sang Papa. Kesalah pahaman terjadi karena para tetua melihat dirinya tidur bersama Disha dalam keadaan yang tidak semestinya.
"Sungguh Pa, saya nggak melakukan apa-apa. Semalam hujan dan Disha kedinginan." Kata Bang Drajat.
"Siapa yang mau percaya kata-katamu?? Laki-laki dan perempuan tidur berdua dalam satu selimut, kalian bisa apa???" Bentak Papa Musa sangat kecewa.
"Sumpah Pa, kami hanya kedinginan."
"Tapi tidak sepatutnya kamu tidur sambil memeluk putri Pak Rojaz. Ngawur kamu Jat..!!" Tegur Papa Musa.
Papa Musa melirik Ayah Rojaz yang tengah sibuk menyantap ubi bakar dan ubi rebus di temani secangkir kopi panas seakan tak peduli dengan kejadian pagi ini.
"Atas nama pribadi dan putra kedua saya, saya mohon maaf Bang." Ucap Papa Musa merasa tidak enak.
"Kamu tau khan Disha putri bungsu saya sama Rhena? Anak yang begitu saya impikan hadirnya." Tanya Ayah Rojaz.
"Iya, saya tau Bang." Tak tau lagi bagaimana wajah Papa Musa menanggung rasa malu.
"Saya minta Drajat menikahi anak saya. Apa terlalu berat untuk menebus kejadian hari ini?"
"Siap.. saya bersedia." Ucap Bang Drajat.
"Nggak.." tolak Bang Katon.
"Saya nggak setuju..!!" Bang Gumarang pun menolak mentah-mentah.
"Awas saja kalau kau berani mengajukan surat permohonan nikah, saya tumbuk kamu jadi Abon." Ancam Bang Katon.
"Saya juga nggak akan mengesahkan." Ucap tegas Bang Gumarang.
"Baang, kalau Disha hamil bagaimana?" Tak menyangka saat itu Disha semakin membuat panas suasana dengan pertanyaan polosnya.
Mendengar hal itu Bang Drajat pun menjadi panik apalagi tatapan Ayah Rojaz, Papa Musa, Bang Gumarang dan Bang Katon sudah mengarah tajam menusuk padanya.
"Sumpah.. nyolek saja nggak."
Kedua Abang dengan serempak melipat kedua tangan di depan dada dan semakin menatap Bang Drajat penuh ancaman.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Noh kan, Katanya tadi gak mungkin satu tempat tidur,Dan sekarang apa kabar..🤣🤣🤣
2024-03-14
0
Qaisaa Nazarudin
Apa maksudnya tuh? Sebahagian diri dia yg harus dia jaga..ckk😇😇
2024-03-14
0
Qaisaa Nazarudin
Plin plan nih babang,Katanya hatinya udah kosong,tapiasih berharap Ratna berubah,pusing aku..😂😂
2024-03-14
0