"Tidurlah," ucap Aaric dengan pelan.
Naina masih tak bergeming, dia masih duduk tak mengerti mengapa Aaric malah memintanya untuk tidur.
"Kamu tidurlah di kasur, aku akan tidur di sofa." Aaric beranjak dari duduknya, mengambil sebuah bantal dan berjalan mendekati sofa dengan bantal di tangannya.
"Tapi.." ucap Naina pelan, membuat Aaric menghentikan langkahnya.
"Aku harus secepatnya hamil," ucapnya lagi lebih pelan dan ragu-ragu.
Aaric membalikkan badannya, melihat Naina yang masih tampak duduk di atas tempat tidur membelakanginya.
"Tapi kamu belum siap."
Mendengar itu Naina langsung berdiri, membalikkan badannya pada Aaric dan perlahan mengangkat wajahnya, melihat Aaric di seberang tempat tidur.
"Aku siap."
Aaric tersenyum.
"Tidak, jangan memaksakan diri, kita masih punya banyak waktu."
"Kita tidak punya waktu lagi, aku harus secepatnya hamil demi nenek."
"Apa kamu benar-benar ingin hamil?" Aaric melempar bantal yang dipegangnya ke atas tempat tidur, dia lalu berjalan mendekati Naina.
Jantung Naina berdegup kencang melihat Aaric menghampirinya semakin dekat, tanpa disadarinya dia berjalan mundur selangkah demi selangkah.
"Kenapa kamu mundur jika sudah siap," tanya Aaric sambil tersenyum.
"Aku..Aku.." Naina tak bisa menjawab.
"Kamu belum siap dan aku tidak ingin memaksamu," ucap Aaric sambil menatap Naina dengan lekat, membuatnya salah tingkah kemudian menundukkan kepalanya.
Aaric tersenyum.
"Tidurlah sebelum aku berubah pikiran." Aaric membalikkan badannya lalu kembali mengambil bantal yang tadi dilemparkannya kemudian berjalan menuju sofa yang berada tidak jauh dari tempat tidur.
Aaric lalu merebahkan tubuhnya di atas sofa, sementara Naina sudah kembali duduk diatas tempat tidur, lalu perlahan juga merebahkan tubuhnya dengan membelakangi Aaric.
Naina terus berpikir apa yang membuat Aaric tidak mau melakukannya malam ini, padahal seharusnya mereka dengan segera melakukannya demi mengejar target kehamilan agar usia kehamilan palsu dan aslinya jaraknya tidak terlalu berjauhan.
Aaric menerawang melihat langit-langit kamarnya, sesekali dia melihat Naina yang sudah berbaring dengan memiringkan tubuh membelakangi dirinya.
Aaric yang hampir setengah hari ini sudah berpikir keras mengenai hubungannya dengan Naina nampak sudah mengambil satu jalan keluar agar dirinya tidak harus cepat-cepat melakukan hubungan intim dengannya mengingat dirinya dan Naina yang belum siap, maka karena itu dia sudah merencanakan sesuatu.
***
Keesokan harinya.
Aaric bangun dari tidurnya, duduk sejenak menyandarkan tubuhnya pada sofa sambil mengucek wajahnya pelan, lalu dia berdiri berjalan mendekati pintu kamar mandi lalu langsung membukanya dengan cepat.
"Aaww...." Aaric kaget mendengar seorang wanita menjerit, semakin kaget melihat Naina berdiri di depannya dengan hanya memakai handuk saja, wajahnya nampak sangat pucat dan malu, kedua tangannya berusaha menutupi bagian dadanya.
"Maaf." Aaric langsung mundur dan menutup pintu kamar mandi itu dengan cepat.
"Bagaimana aku bisa lupa." Aaric memegang kepalanya, tampak sangat mengutuk kebodohannya yang sampai melupakan jika dirinya sudah menikah dan harus berbagi kamar mandi dengan Naina mulai sekarang.
Namun Aaric selintas membayangkan kembali ketika tidak sengaja melihat Naina yang hanya mengenakan handuk kecil saja tadi, tampak sangat seksi dengan rambut yang digulung hingga memperlihatkan jenjang lehernya yang putih, banyak bagian tubuh lain juga yang tampak olehnya, membuat Aaric mengaku jika Naina mempunyai tubuh yang indah, putih dan bersih.
Naina lalu keluar dari kamar mandi menggunakan jubah handuk milik Aaric, wajahnya tampak masih merah merona karena kejadian tadi.
"Maaf, saya pinjam handuk Anda," ucap Naina tanpa melihat Aaric.
"Pakai saja, mulai sekarang pakai apa yang ingin kamu pakai, jangan meminta izin dariku."
"Oh iya. Aku minta maaf kejadian tadi, aku lupa jika kita sudah menikah, dan kamu sudah tinggal di kamar ini," lanjut Aaric lagi.
"Iya, saya mengerti." jawab Naina pelan.
Dia lalu berjalan menuju ruang lemari pakaian yang berada di samping kamar mandi, Naina segera memakai baju sebelum Aaric keluar dari kamar mandi.
***
"Apa?! Kamu akan bilang pada Nenek jika Naina keguguran?" tanya Winda kaget, begitu juga dengan Naina.
Aaric menganggukan kepalanya.
"Kita harus melakukan itu, aku dan Naina tidak bisa memastikan bahwa bulan ini juga Naina akan hamil."
Winda tampak mengerti.
"Sepertinya Nenek akan mengerti, keguguran hal biasa dalam kehamilan dan setelah itu baru kita program kehamilan yang sebenarnya," ucap Aaric.
"Sepertinya kita memang harus melakukan itu, Naina memang belum tentu bisa hamil bulan ini ataupun bulan depan, kita tidak bisa memastikannya." Winda dapat memahami ide putranya
"Tapi..Aku takut kesehatan nenek akan memburuk." Naina ikut bersuara.
"Ibu yakin tidak nak, karena dulu juga ibu sempat keguguran, tapi secepatnya kembali hamil, Ibu yakin harapan nenek tidak akan hilang, walaupun sedikit sedih itu pasti."
"Ibu setuju dengan idemu nak," lanjut Winda melihat Aaric.
"Syukurlah kalau ibu mengerti," jawab Aaric.
"Aku serahkan semuanya pada ibu untuk memberitahu nenek," tambah Aaric.
Winda menganggukan kepalanya.
"Baiklah aku pergi kerja dulu." Aaric beranjak dari duduknya.
***
"Jangan sedih, nenek yakin kamu akan hamil lagi dalam waktu dekat ini." Ternyata apa yang dikatakan Winda benar, nenek tampak mengerti ketika Winda memberitahunya jika Naina mengalami pendarahan lalu keguguran dan baru saja kembali dari rumah sakit.
Nenek yang langsung menghampiri Naina di kamarnya nampak tegar dan malah memberi Naina semangat.
"Apa aaric sudah tahu?" tanya Nenek melihat Winda.
"Sudah Bu. Aaric tadi yang menemani Naina di rumah sakit tapi sekarang dia harus kembali ke kantor lagi karena dia ada rapat, katanya setelah rapatnya beres dia akan segera pulang untuk menemani Naina."
Raut wajah nenek nampak kecewa.
"Seharusnya dia terus menemani istrinya, pekerjaan bukan hal penting sekarang."
"Tidak apa-apa nek, aku baik-baik saja kok."
Nenek tersenyum.
"Kamu jangan bersedih ya, setelah ini nenek yakin kamu akan segera kembali hamil, bulan depan kamu akan hamil lagi, nenek yakin itu." Nenek terus memberikan Naina semangat.
Naina yang merasa terharu karena nenek yang amat sangat mempercayai sandiwaranya turun dari tempat tidur dan memeluk nenek yang duduk di atas kursi roda, Naina nampak bersimpuh di kaki nenek lalu menangis tersedu-sedu.
"Maafkan aku nek.." Naina terisak.
"Kenapa kamu meminta maaf, kamu jangan seperti ini, bangunlah Nak"
"Nenek, aku berjanji akan segera hamil dan memberikan nenek seorang cicit, aku berjanji nek," ucap Naina dengan bersungguh-sungguh.
Winda ikut terharu melihat kejadian di depannya, dia tahu persis apa yang dirasakan Naina, merasa bersalah karena terus menerus membohongi Nenek.
"Aku akan hamil secepatnya nek." Naina terus menerus mengucapkan hal itu berulang kali di sela tangisnya.
Aaric yang baru saja datang tampak kaget melihat Naina yang menangis karena tampak sangat merasa bersalah pada nenek, dia jadi semakin yakin jika Naina memang wanita berhati lembut dan jujur yang tidak mau membohongi siapapun.
"Naina memang wanita yang baik."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Bibit Sugiarti
target? hahahhahaha
2023-01-07
0
Bibit Sugiarti
ngakak aq naina membaca perkataan mu mengejar target🤣🤣🤣🤣🤣
2022-12-22
0
Bibit Sugiarti
🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2022-11-21
0