"Nenek aku.." Naina tidak melanjutkan perkataannya karena Winda memotongnya.
"Naina pasti hanya merasa sedih mendengar cerita kita saja nek." Winda memotong perkataan Naina, seakan sudah tahu jika Naina bermaksud mengatakan yang sebenarnya.
Naina menghapus air matanya, dia baru sadar jika dirinya tidak boleh mengungkapkan kebenaran karena itu bisa saja berakibat fatal pada kesehatan Nenek.
"Apa yang dikatakan Ibu benar, aku hanya sedikit terharu mendengar cerita nenek tadi."
Nenek tersenyum.
Tiba-tiba seorang pelayan memberikan nampan berisi makanan pada Winda.
"Untuk siapa itu?" tanya Nenek.
"Untuk Aaric. Dia belum sarapan, aku akan mengantarkan ini dulu ke kamarnya," jawab Winda sambil mengambil nampan itu dari pelayan.
"Kenapa tidak Naina saja yang membawanya? sekarang kamu tidak harus mengurusi putramu lagi, kamu lupa dia sudah menikah dan sudah ada Naina yang akan mengurusnya." Nenek menunjuk Naina.
Winda tampak kaget, begitu juga dengan Naina.
"Nenek benar, aku sampai lupa." Winda memberikan nampan itu pada Naina.
"Naina, antarkan ini ke kamar kalian."
Naina menerima nampan itu dengan ragu.
"Pergilah." Ibu memintanya untuk pergi sambil diam-diam memberi Naina kode agar dia menuruti perintahnya.
"Baiklah." Naina berjalan sambil membawa nampan itu menuju kamar Aaric, jantungnya berdegup kencang memikirkan dia harus masuk ke kamar seorang pria.
Naina menaiki tangga perlahan kemudian tanpa terasa dia telah sampai di kamar Aaric yang berseberangan dengan kamarnya.
Naina berdiri di depan pintu kamar, dia lalu mengetuknya beberapa kali namun tak ada jawaban.
Naina berpikir jika mungkin saja Aaric masih tertidur lelap, maka dia berinisiatif untuk membuka pintu dan menyimpan makanan ini di dalam dan segera pergi meninggalkan kamar.
Naina membuka pintu perlahan, dia melihat ruangan yang cukup besar disana, Naina berjalan memasuki kamar itu semakin dalam, hingga dia melihat tempat tidur kosong yang nampak berantakan dan tak ada Aaric disana.
Naina melihat sebuah meja di dekat sofa, dia berjalan mendekati untuk menyimpan nampan itu disana, namun tiba-tiba dia mendengar seseorang membuka pintu kamar mandi. Naina kaget, karena dia melihat Aaric keluar dari sana dengan hanya memakai handuk yang melingkar di pinggangnya, sedangkan tubuhnya nampak polos membuat Naina bisa melihat perut bidangnya dengan jelas.
Aaric nampak kaget melihat Naina sudah ada di kamarnya, keduanya nampak canggung dengan situasi yang terjadi.
Naina mengalihkan pandangannya, dia menunduk agar tidak melihat Aaric yang tidak memakai baju yang berdiri di depannya.
"Ibu anda menyuruh saya untuk mengantarkan ini." Naina menyodorkan nampan di tangannya, tanpa disadari tangannya bergetar dan raut wajah yang tampak pucat, membuat Aaric menahan senyumnya.
"Terima kasih." Aaric segera mengambil nampan di tangannya sebelum Naina menumpahkan isinya karena tangannya yang bergetar.
"Saya permisi." Naina pamit.
Aaric menganggukan kepalanya.
Naina membalikkan badannya dengan cepat berharap agar bisa secepatnya meninggalkan kamar itu.
"Tunggu." Aaric menyimpan nampan itu di meja.
Naina menghentikan langkahnya.
"Ada apa?" tanya Naina tanpa membalikkan badannya.
"Untuk besok, apa kamu sudah siap?" Aaric berjalan mendekati Naina.
Jantung Naina berdegup kencang mendengar suara langkah Aaric yang semakin mendekatinya.
"Be..besok?" tanya Naina terbata-bata.
"Iya, besok kita akan menikah, aku ingin bertanya kamu ingin mas kawin apa dariku?"
Naina tersentak.
"Mas kawin?"
"Iya.." Aaric berdiri tepat di belakang Naina.
"Apa saja," jawab Naina singkat.
"Aku berniat memberikan sesuatu yang menjadi impianmu selama ini," ucap Aaric.
"Apa?" tanya Naina kaget tidak mengerti.
"Apa ada sesuatu barang yang kamu inginkan selama ini dan belum tercapai?"
"Tidak ada." Naina menjawab dengan cepat.
"Benarkah?" tanya Aaric tidak percaya.
Naina hanya mengangguk.
"Saya permisi." Naina nampak akan melangkah.
"Tunggu."
Naina kembali menghentikan langkahnya.
"Apa lagi?" Naina tampak kesal.
"Kita harus bekerja sama mulai saat ini,"
"Maksud Anda?"
"Maksudnya adalah, kita harus memulainya perlahan," jawab Aaric pelan.
"Apa?" tanya Naina kaget.
"Maksudku kita harus mulai saling mengenal satu sama lain, dengan begitu kita bisa melakukannya."
Naina bergidik mendengar perkataan Aaric.
"Dan yang pertama, hilangkan sikap canggungmu itu, dan kalau berbicara lihatlah wajahku." Pinta Aaric.
Naina terdiam, dia yang masih membelakangi Aaric nampak ketakutan.
"Kalau kamu seperti ini terus, sampai kapanpun kita tak bisa melakukannya." Aaric nampak berbicara dengan pelan dan hati-hati.
Naina tampak gemetar. Kedua tangannya saling meremas satu sama lain.
"Aku tahu ini sulit, kita sama-sama dalam keadaan yang terpaksa, tapi aku ingin kita menjalaninya dengan tanpa berat hati."
Naina terdiam.
"Lihatlah aku." Pinta Aaric lagi.
Naina kaget.
"Balikkan badanmu." Perintah Aaric.
Naina membalikkan badannya perlahan.
Kini mereka saling berhadapan dan jarak mereka sangat dekat, membuat Naina memundurkan langkahnya sambil terus menundukkan kepalanya.
"Lihat wajahku ketika kita sedang berbicara." Perintah Aaric lagi.
Naina perlahan-lahan mengangkat wajahnya. Membuat mereka kini saling menatap.
"Kita mulai dari awal, anggap saja kita baru pertama kali bertemu." ucap Aaric.
"Kita akan mulai dengan perkenalan. Kenalkan namaku Aaric." Aaric menyodorkan tangannya untuk bersalaman.
Naina nampak bingung, dia melihat tangan Aaric yang menunggunya untuk bersalaman.
"Aku Naina." jawab Naina kembali menundukkan kepalanya, tak menyambut uluran tangan pria di depannya, sesungguhnya dia merasa tak nyaman melihat Aaric yang tidak berpakaian.
Aaric tampak kesal, dia menarik tangannya sambil menarik napas panjang.
"Kalau seperti ini, sampai kapanpun kita tak akan bisa melakukannya," ucap Aaric dengan kesal.
"Kamu tidak akan pernah bisa hamil kalau untuk bersalaman denganku saja tidak mau, apalagi jika aku menyentuhmu nanti."
Naina semakin menundukkan kepalanya mendengar perkataan Aaric yang sangat tidak nyaman didengar olehnya.
"Aku permisi." Naina membalikkan badannya lalu melangkah dengan cepat meninggalkan kamar.
Aaric tampak sangat kesal, merasa sedikit tersinggung terhadap penolakan Naina padanya.
"Banyak gadis cantik dan kaya berlomba-lomba untuk mendapatkanku, mengejar cintaku, merayu dan menggodaku, tapi wanita panti itu bahkan menolak untuk melihat wajah dan bersalaman denganku," gumam Aaric pelan.
Aaric tersenyum kecil.
"Kita lihat saja nanti, akan kubuat wanita itu jatuh cinta padaku."
Aaric membalikkan badannya, mendekati lemari untuk mengambil baju dan segera memakainya.
Aaric lalu memakan sarapan paginya yang kesiangan, sambil makan Aaric terus tersenyum sendiri mengingat Naina yang gemetar jika berdekatan dengannya.
"Jika seperti ini terus aku akan tampak seperti memperkosanya nanti." Aaric tersenyum sendiri membayangkan malam pertama mereka nanti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Alexandra Juliana
G kebalik tuh malah kamu yg cinta duluan sm Naina
2023-04-11
0
Alexandra Juliana
Krn blm muhrim Ric jd Naina msh canggung..sabar saja..
2023-04-11
0
Ika Ratna🌼
Ish...ada yg mulai penasaran.Naina cantiknya kebangetan,bikin Aaric penasaran.Semoga ini awal yg baik buat mereka
2023-01-31
0