Ada Yang Aneh.

Di Kantor.

Aaric nampak tak berkonsentrasi bekerja, wajahnya nampak gusar dan sedikit cemas.

"Apa yang sudah kukatakan pada wanita itu tadi, seharusnya aku tidak berbicara seperti itu, bukan salahnya jika nenek menyukainya," gumam Aaric dengan rasa sesal.

"Padahal wanita itu terlihat tulus dan peduli pada nenek, seharusnya aku menghargai perbuatannya yang ingin merawat nenek." Aaric semakin merasa bersalah.

Aaric tahu, ucapannya tadi pasti telah sangat melukai hati Naina, terlihat dari raut wajahnya yang nampak langsung berubah, ada genangan air mata ke kedua pelupuk matanya yang Naina coba tahan untuk tidak keluar.

"Aku harus meminta maaf padanya." Aaric beranjak dari kursinya. Bergegas pergi meninggalkan ruang kantornya.

***

"Kenapa menelepon ke nomor rumah tidak ke ponsel ibu?" tanya Farida heran.

"Karena sambungan interlokal lebih hemat menelepon ke nomor rumah daripada ke ponsel." Naina berbohong, karena pada kenyataannya jika dia menelepon ke ponsel ibunya, maka ibunya akan tahu jika dia masih berada di dalam negeri, terlihat dari kode negara pada layar ponsel.

"Apa kamu menangis?" tanya Farida di ujung telepon.

"Tidak," jawab Naina pelan.

"Jangan bohong, dari suaramu ibu tahu kalau kamu sekarang sedang menangis."

"Aku menangis karena merindukan ibu," jawab Naina sambil terisak.

"Ibu juga merindukanmu, kami semua merindukanmu, tapi kamu jangan seperti ini, kamu harus fokus pada kuliahmu."

Mendengar jawaban Farida, Naina semakin terisak.

"Ibu sudah dulu ya." Naina tidak sanggup lagi melanjutkan obrolan mereka.

"Iya Nak. Hati-hati disana."

Naina segera menutup telepon karena sudah tak tahan lagi, dia menangis semakin terisak dan tersedu-sedu.

Awalnya dia menelepon Ibu Farida karena ingin menenangkan hati dan pikirannya yang sedikit terluka oleh perkataan Aaric padanya, namun rupanya menelepon ibunya itu semakin menambah beban dihatinya, hatinya sakit mendengar suara riang Farida yang terdengar bangga akan dirinya yang menurut ibunya itu Naina kini tengah menempuh pendidikan di luar negeri.

Naina terus saja menangis hingga dia mendengar seseorang mengetuk pintu kamarnya, Naina langsung menghentikan tangisnya, dia bangkit dari duduk sambil menyeka air mata di pipinya.

Naina membuka pintu, dia terkejut melihat Aaric telah berdiri di depan pintu kamarnya.

Aaric menatap wajah Naina yang sembab dengan kedua kelopak matanya masih tampak berembun.

Aaric semakin merasa bersalah, kini dia yakin jika Naina menangis karena terluka akan perkataannya tadi.

"Ada apa?" tanya Naina dengan pelan, menundukkan kepalanya tidak ingin beradu pandang dengan pria di depannya.

"Apa kamu sedang menangis karena tersinggung oleh perkataanku tadi?" tanya Aaric dengan terbata-bata.

Naina terdiam, wajahnya masih menunduk.

"Tidak," jawabnya singkat.

Aaric semakin yakin jika Naina marah padanya.

"Aku minta maaf jika kamu terluka karena perkataanku."

"Kenapa saya harus marah, apa yang Anda katakan memang benar." Naina memegang daun pintu, berencana menutup pintu kamarnya kembali.

"Tunggu dulu. Aku melakukan ini agar kamu tidak marah dan kesal seperti ini, aku tidak ingin kamu stres karena itu sangat tidak baik untukmu sekarang, sangat berpengaruh pada keberhasilan program itu besok, kita tidak ingin kan jika inseminasi itu gagal?" Aaric terdengar berkelit.

Naina hanya mengangguk saja, dia lalu menutup pintu kamarnya dengan rapat, tak peduli dengan Aaric yang masih berdiri di depannya.

Aaric terlihat kesal karena Naina mengacuhkannya, dia berkacak pinggang sambil menarik napas dalam sejenak lalu pergi berjalan dengan cepat keluar rumah dan menaiki mobilnya kembali.

"Ada apa ini?" Rupanya ada sepasang mata yang tidak sengaja melihat kejadian itu, Winda yang heran bertanya-tanya dalam hati apa yang sebenarnya terjadi, ada apa dengan putranya dan Naina yang terlihat seperti sedang bermarahan.

"Aku merasa ada sesuatu yang aneh," gumam Winda lagi sambil terus berpikir.

Sementara itu.

"Bodoh. Apa yang sudah kulakukan? kenapa aku seperti peduli pada perasaan wanita itu, entah dia tersinggung atau tidak karena ucapanku tadi seharusnya aku tidak memperdulikannya," Aaric memaki dirinya sendiri, menyesali dirinya yang jauh-jauh kembali pulang ke rumah hanya untuk meminta maaf pada Naina.

***

"Nak, menurutmu bagaimana dengan Naina?"

"Apa maksud ibu?" tanya Aaric heran.

"Maksudnya apa menurutmu ibu tidak salah pilih kan? Naina sangat cocok untuk menjadi ibu dari anakmu."

Aaric terdiam.

"Ada apa ibu kesini, tumben sekali ibu mengunjungiku ke kantor?" Aaric seperti mengalihkan pembicaraan.

Winda tersenyum, kini dia yakin jika memang ada sesuatu yang sedang terjadi.

"Ibu baru saja dari rumah sakit, Dokter yang akan melakukan inseminasi besok memanggil ibu untuk datang kesana." jawab Winda berbohong.

"Ada apa? Apa ada masalah?"

"Sepertinya iya, dokter katakan tidak yakin jika inseminasi yang akan dilakukan akan berhasil"

"Kenapa?"

"Entahlah, dokter menjelaskan alasannya dengan istilah medis, ibu tidak mengerti."

Aaric terlihat kaget.

"Bagaimana bisa? bukankah wanita itu sehat dan subur?"

"Ibu juga tidak tahu nak, untuk lebih jelasnya dokter minta agar kamu juga ikut datang ke rumah sakit besok, karena dokter ingin menjelaskannya langsung padamu."

Aaric memijat keningnya.

"Ibu, bagaimana ini, apa yang akan lakukan jika wanita itu tak bisa hamil?"

"Sebenarnya mudah jika kita belum mengenalkan Naina pada nenek, jika Naina tidak bisa hamil kita tinggal mencari wanita lain, tapi masalahnya disini adalah nenek sudah mengenal Naina sebagai istrimu bahkan sedang mengandung anakmu," jawab Winda panjang lebar.

"Dan masalah utamanya adalah nenek sangat menyukai Naina." Winda melihat putranya.

Aaric memijat keningnya semakin kuat.

***

Keesokan harinya.

"Cantik sekali." Winda menutup mulutnya melihat Naina memakai baju yang dibelikannya.

Sebuah dress polos lengan pendek berwarna merah muda dengan tinggi selutut nampak sangat cocok dipakai Naina yang berkulit putih, semakin membuatnya tampak cantik dengan polesan make up tipis di wajahnya, semuanya dilakukan oleh Winda yang nampak bersemangat mendandani Naina.

Naina yang sebenarnya merasa tidak nyaman hanya bisa pasrah ketika Winda memintanya untuk memakai ini itu, dia berpikir jika menuruti perintah Winda adalah termasuk dalam kesepakatan mereka.

Naina berjalan keluar kamar setelah berpamitan pada nenek, Naina mengatakan padanya jika dirinya akan melakukan pemeriksaan kehamilan dengan ditemani oleh Winda dan Aaric.

Aaric yang sudah menunggu karena akan ikut ke rumah sakit nampak kaget melihat Naina yang tampil berbeda kali ini, seolah terpesona, Aaric bahkan terus menatap Naina hingga lupa mengedipkan matanya, membuat ibunya semakin yakin akan sesuatu hal.

Mereka bertiga bersiap akan masuk ke dalam mobil, namun tiba-tiba Winda nampak mencari sesuatu.

"Nak. Sepertinya ibu ketinggalan sesuatu, ibu harus kembali dulu ke kamar, kalian berdua pergilah duluan karena dokter pasti sudah menunggu, ibu akan menyusul dengan supir," ucap Winda sambil berjalan memasuki rumah kembali.

Naina dan Aaric nampak kaget.

"Tapi Bu.." Naina memanggil Winda yang telah menghilang di balik pintu rumah.

"Sebaiknya kita pergi sekarang." Aaric menaiki mobil.

Naina tertegun, dia sama sekali tidak ingin masuk dan berada hanya berdua saja di dalam mobil dengannya.

"Masuklah. Kita akan terlambat." Aaric membuka kaca pintu mobil, melihat Naina untuk memintanya masuk ke dalam

Akhirnya dengan terpaksa Naina memasuki mobil itu, duduk di depan bersama Aaric yang harus mengemudi sendiri karena supirnya hari ini tidak masuk bekerja.

Naina duduk dengan canggung, pandangannya terus melihat ke arah luar jendela, tak menghiraukan Aaric yang menyetir di sampingnya.

Sepanjang perjalanan keduanya sama-sama terdiam, sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Terpopuler

Comments

Ayas Waty

Ayas Waty

bu Winda bikin mereka nikah beneran

2023-09-18

0

Bibit Sugiarti

Bibit Sugiarti

🤣🤣🤣🤣mamak e pinter buanget👍👍👍

2022-12-22

0

Fanisah Official

Fanisah Official

ibunya pengertian

2022-12-20

0

lihat semua
Episodes
1 Aaric Widjaja
2 Nenek.
3 Sebuah Janji..
4 Sebuah Keputusan..
5 Sengketa Panti Asuhan
6 Menerima Syarat
7 Meninggalkan Panti.
8 Pertemuan Pertama.
9 Bertemu Nenek.
10 Ada Yang Aneh.
11 Inseminasi yang Gagal.
12 Kesepakatan.
13 Haruskah Jujur.
14 Lihat Wajahku!
15 Menikah.
16 Tidak Harus Malam Ini
17 Keguguran.
18 Menyuapi Makan.
19 Menangis.
20 Mendatangi Panti.
21 Memeluk.
22 Menginap Lagi..
23 Bermain Bola.
24 Cemburu.
25 Mengutarakan.
26 Akhirnya.
27 Inseminasi Lagi?
28 Menghilangkan Ketakutan.
29 Bulan Madu.
30 Berdansa..
31 Film.
32 Malam Pertama.
33 Terbongkar..
34 Berpisah..
35 Cerita Farida.
36 Utusan Aaric.
37 Jangan Berpisah Lagi.
38 Kapal Pesiar.
39 Kapal Pesiar 2.
40 Kakak Lagi?
41 Rekam Medis.
42 Kejujuran Axel.
43 Hujan Lebat.
44 Kedatangan Damar.
45 Penyakit Tari.
46 Resepsi.
47 Tak Ada Rasa Lagi.
48 Berpapasan.
49 Wisnu.
50 Rahim Titipan
51 Pesta.
52 Kebimbangan Wisnu.
53 Memberitahu Aaric.
54 Kebingungan Aaric.
55 Memberitahu Naina.
56 Mengetahui Semuanya.
57 Kebohongan Wisnu.
58 Kedatangan Farida.
59 Kemarahan Aaric.
60 Rasa Kemanusiaan
61 Balkon
62 Hamil.
63 Makan Malam Bersama
64 Apa Salahku?!
65 Rujak Panti.
66 Kritis
67 Hanya Simpati.
68 Nasihat Winda.
69 Ke Jerman.
70 Pendonor.
71 Salah Paham.
72 Bertemu Tari.
73 Kedatangan Seorang Wanita.
74 Nisa
75 Balas Dendam.
76 Rencana Nisa.
77 Farida Dan Nisa.
78 Memulai Pembalasan Dendam
79 Memulai Pembalasan Dendam 2.
80 Wisnu Memohon.
81 Menghasut
82 Kesedihan Naina.
83 Bersujud.
84 Meminta Maaf.
85 Kemunculan Kakak Beradik.
86 Hormon Kehamilan.
87 Senam Hamil.
88 Persekongkolan.
89 Mempermalukan Nisa.
90 Terungkap Semuanya.
91 Pengorbanan Seorang Ayah.
92 Tertangkap.
93 Balasan untuk Thomas.
94 Kritis.
95 Kedua Putri.
96 End.
97 My Love My Babysitter.
98 Di Balik Cadar Aisha
99 DI BALIK CADAR
100 Demi Yumna
Episodes

Updated 100 Episodes

1
Aaric Widjaja
2
Nenek.
3
Sebuah Janji..
4
Sebuah Keputusan..
5
Sengketa Panti Asuhan
6
Menerima Syarat
7
Meninggalkan Panti.
8
Pertemuan Pertama.
9
Bertemu Nenek.
10
Ada Yang Aneh.
11
Inseminasi yang Gagal.
12
Kesepakatan.
13
Haruskah Jujur.
14
Lihat Wajahku!
15
Menikah.
16
Tidak Harus Malam Ini
17
Keguguran.
18
Menyuapi Makan.
19
Menangis.
20
Mendatangi Panti.
21
Memeluk.
22
Menginap Lagi..
23
Bermain Bola.
24
Cemburu.
25
Mengutarakan.
26
Akhirnya.
27
Inseminasi Lagi?
28
Menghilangkan Ketakutan.
29
Bulan Madu.
30
Berdansa..
31
Film.
32
Malam Pertama.
33
Terbongkar..
34
Berpisah..
35
Cerita Farida.
36
Utusan Aaric.
37
Jangan Berpisah Lagi.
38
Kapal Pesiar.
39
Kapal Pesiar 2.
40
Kakak Lagi?
41
Rekam Medis.
42
Kejujuran Axel.
43
Hujan Lebat.
44
Kedatangan Damar.
45
Penyakit Tari.
46
Resepsi.
47
Tak Ada Rasa Lagi.
48
Berpapasan.
49
Wisnu.
50
Rahim Titipan
51
Pesta.
52
Kebimbangan Wisnu.
53
Memberitahu Aaric.
54
Kebingungan Aaric.
55
Memberitahu Naina.
56
Mengetahui Semuanya.
57
Kebohongan Wisnu.
58
Kedatangan Farida.
59
Kemarahan Aaric.
60
Rasa Kemanusiaan
61
Balkon
62
Hamil.
63
Makan Malam Bersama
64
Apa Salahku?!
65
Rujak Panti.
66
Kritis
67
Hanya Simpati.
68
Nasihat Winda.
69
Ke Jerman.
70
Pendonor.
71
Salah Paham.
72
Bertemu Tari.
73
Kedatangan Seorang Wanita.
74
Nisa
75
Balas Dendam.
76
Rencana Nisa.
77
Farida Dan Nisa.
78
Memulai Pembalasan Dendam
79
Memulai Pembalasan Dendam 2.
80
Wisnu Memohon.
81
Menghasut
82
Kesedihan Naina.
83
Bersujud.
84
Meminta Maaf.
85
Kemunculan Kakak Beradik.
86
Hormon Kehamilan.
87
Senam Hamil.
88
Persekongkolan.
89
Mempermalukan Nisa.
90
Terungkap Semuanya.
91
Pengorbanan Seorang Ayah.
92
Tertangkap.
93
Balasan untuk Thomas.
94
Kritis.
95
Kedua Putri.
96
End.
97
My Love My Babysitter.
98
Di Balik Cadar Aisha
99
DI BALIK CADAR
100
Demi Yumna

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!