Tiga Hari Berlalu.
Keadaan nenek masih tampak lemah berbaring diatas ranjang, walaupun keadaan jantungnya sudah stabil, namun tubuh renta sang nenek membuatnya harus lebih lama dirawat di rumah sakit untuk pemulihan.
Aaric ditengah kesibukannya masih terus menyempatkan waktu untuk setiap hari menjenguk sang nenek di Rumah Sakit, seperti kali ini, Aaric kembali menjenguk neneknya di jam istirahat makan siang bergantian dengan ibunya yang harus pulang dulu ke rumahnya.
Aaric yang baru memasuki ruangan langsung menghampiri tempat tidur nenek untuk menyapanya, tapi ternyata sang nenek tengah tidur, tampak sangat nyenyak, membuat Aaric tidak tega untuk membangunkannya, dia hanya menatap wajah nenek kesayangannya.
Nenek yang tampak tertidur semakin lelap tiba tiba tersenyum, Aaric yang awalnya kaget baru menyadari jika neneknya sedang mengigau.
Aaric tersenyum melihat neneknya mengigau, selain itu dia juga dibuat penasaran apa yang sedang neneknya mimpikan hingga membuat neneknya tampak bahagia dan tersenyum dalam tidurnya.
Tak lama kemudian nenek tiba-tiba terbangun, dia membuka matanya perlahan dan tampak terkejut ketika melihat wajah cucunya tengah duduk di sampingnya.
"Nek." Aaric memegang tangan neneknya.
"Nak, kamu sudah lama disini? kenapa tidak membangunkan nenek?" tanya nenek.
Aaric menggelengkan kepalanya.
"Tidak nek. Baru saja aku sampai. Tidak mungkin aku membangunkan nenek, karena baru kali ini aku lihat nenek tidur dengan nyenyak."
Nenek tersenyum, dia lalu beringsut dari tidurnya, tampak ingin bangun untuk duduk sambil bersandar, dengan cekatan Aaric membantunya.
"Nenek tidur nyenyak sekali, bahkan nenek mengigau. Nenek tertidur sambil terus menerus tersenyum."
Nenek tampak kaget, namun kemudian dia tersenyum.
"Itu karena nenek bermimpi indah."
"Oh ya, mimpi apa?"
"Nenek bermimpi kamu sudah menikah dan mempunyai anak dan nenek sedang bermain-main dengan anakmu, nenek senang sekali." Nenek tampak sangat bahagia menceritakan mimpinya.
Aaric tersenyum getir, cerita neneknya seolah menjadi sebuah sindiran baginya.
"Sayangnya itu hanya mimpi nak." Tiba wajah nenek tiba-tiba berubah menjadi sedih.
"Sepertinya nenek akan pergi tanpa melihat anakmu dulu."
Aaric terkejut mendengar perkataan Nenek.
"Nek. Apa yang nenek katakan?" tanya Aaric sambil mendekatkan dirinya lebih dekat pada nenek.
"Aku pasti akan segera mewujudkan mimpi nenek," ucap Aaric lagi.
"Benarkah?" tanya nenek tidak percaya.
Aaric mengangguk.
"Iya nek, secepatnya."
Nenek tersenyum bahagia.
"Nenek senang sekali mendengarnya. Kamu tidak bohong kan?"
Aaric menggelengkan kepalanya cepat.
"Tidak nek, Aaric berjanji akan segera memberikan cicit untuk nenek."
"Jadi mimpi nenek akan menjadi kenyataan?" tanya nenek dengan tak percaya sambil menarik cucunya itu ke dalam pelukannya.
Aaric mengangguk pelan. Membuat nenek memeluknya semakin erat.
Aaric tampak terdiam di pelukan sang nenek, mencerna kembali semua perkataan yang diucapkannya pada nenek.
"Ya Tuhan, apa yang telah kukatakan!?" Gumam Aaric dalam hati dengan penuh sesal.
***
"Jadi apa rencanamu sekarang?" tanya Ryan sambil tersenyum seolah mengejek Aaric yang tengah kebingungan.
"Aku tidak tahu." Aaric memijat kepalanya.
Ryan tersenyum kecil.
"Apa yang membuatmu pusing, kamu tinggal menikah, program bayi secepatnya dengan begitu keinginan nenek dan ibumu akan terpenuhi."
"Tidak semudah itu." Aaric tampak kesal mendengar perkataan sahabatnya itu.
"Apanya yang tidak mudah? kamu tinggal pilih wanita mana yang kamu sukai, ada Amanda model cantik dan seksi juga terkenal yang jelas-jelas selalu mengejarmu, ada juga Delia, Meta, Sharena, mereka akan dengan senang hati menikah denganmu, atau kalau tidak ada satupun dari mereka yang kamu sukai, aku banyak kenalan wanita cantik, kamu tinggal pilih, mau dari kalangan apa? artis, penyanyi, pengusaha, atau apa saja kamu tinggal bilang padaku," kata Ryan panjang lebar.
Aaric menggelengkan kepalanya.
"Tidak ada satupun wanita yang kamu sebutkan tadi yang membuatku tertarik, aku juga yakin dengan wanita-wanita kenalanmu yang lainnya."
Ryan mendengus.
"Aku tahu, pasti ini semua karena Tari."
Aaric melihat Ryan dengan marah.
"Sudah kubilang jangan sebut namanya lagi di depanku."
"Oke. Maaf."
Aaric beranjak dari duduknya, pergi meninggalkan Ryan menuju toilet di ruang kerjanya, ucapan Ryan tadi yang menyebutkan nama Tari telah membuat moodnya semakin memburuk. Dia kesal karena Ryan masih saja menyebutkan nama Tari di depannya padahal sahabatnya itu tahu persis bahwa dia sangat tidak menyukainya.
Aaric berdiri di depan wastafel, melihat pantulan wajahnya sendiri yang tampak kusut dan kesal, dia mengendurkan dasi dan melipat lengan bajunya, lalu mencuci muka berharap akan sedikit menghilangkan rasa kekalutan di hatinya.
Aaric mengeringkan wajahnya dengan handuk yang berada tidak jauh disana, kembali dia melihat wajahnya yang kini terlihat sedikit segar.
Beberapa hari ini Aaric dibuat bingung akibat dari ucapannya sendiri pada sang nenek yang mengatakan kalau dirinya akan segera menikah dan memberikannya seorang cicit, akibat dari ucapannya itulah juga kini setiap hari dia diteror pertanyaan oleh ibu dan neneknya yang bertanya kapan akan membawa calon istrinya untuk dikenalkan, rupanya mereka berpikiran jikalau dirinya telah mempunyai seorang calon istri dan siap untuk menikah.
Padahal kenyataannya tidaklah seperti itu, bahkan sampai saat ini dia tidak sedang dekat dengan seorangpun wanita, jadi bagaimana dia akan menikah sedangkan untuk calon istri saja dia belum menemukannya.
Aaric berpikir mungkinkah dia harus mengikuti saran sahabatnya Ryan bahwa dia hanya tinggal memilih satu dari beberapa wanita yang selama ini mengantri untuk mendapatkan cintanya, itu memang salah satu cara termudah, siapa saja wanita yang dipilihnya nanti pasti akan dengan senang hati bersedia ketika diajaknya untuk menikah, namun entah mengapa, Aaric tidak mau melakukannya karena sama sekali dia tidak tertarik pada salah satupun dari mereka, sedangkan untuk menikah, Aaric ingin dia menikahi wanita yang disukainya.
Mungkinkah ini karena Tari?
Aaric kembali mencuci wajahnya ketika dia tidak sengaja menyebut nama Tari dalam lamunannya.
Kedua tangan Aaric mengepal kuat, ketika memori di ingatannya memutar kembali kenangan kebersamaannya bersama Tari, wanita yang sangat dicintainya dulu yang kini telah berubah menjadi wanita yang sekarang sangat dibencinya karena pengkhianatan yang dilakukannya dengan sahabatnya sendiri 5 tahun silam.
Aaric segera kembali mengeringkan wajahnya, merapihkan diri dan bajunya dan bergegas pergi dari sana sebelum dia kembali mengingat semua hal tentang wanita itu, padahal dia telah bersusah payah melupakannya selama ini.
Aaric kembali menyibukkan diri dengan pekerjaannya, dia yang seorang pengusaha muda memang memiliki segudang pekerjaan dan aktifitas yang membuat jadwalnya selalu padat, bahkan tak jarang dia masih harus bekerja di akhir pekan membuatnya tidak mempunyai waktu untuk berleha-leha, oleh karenanya wajar jika merupakan hal yang sulit baginya untuk menikah dalam waktu dekat ini karena memang tidak ada waktu baginya menjalin hubungan dengan seorang wanita di tengah kesibukannya itu.
Sehingga untuk memenuhi janjinya pada Nenek, Aaric harus melakukan sesuatu agar dia tidak mengingkarinya, karena almarhum Ayahnya selalu mengajarkannya bahwa lelaki sejati adalah lelaki yang memegang janjinya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
itanungcik
semangat arick
2023-04-10
0
Bibit Sugiarti
🤭
2022-12-22
0
Sulisayaheaisyah Sulis
jdi pnasarsn siapa wanita yg nantinya akn mengandung anak aaric
2022-08-18
0