Wardah membantu ibunya menyiapkan gembili kukus di atas dipan. Hari ini sarapan gembili kukus hanya bersanding dengan garam. Tapi hal itu sudah biasa bagi Wardah dan keluarganya, asal ada pengganjal perut untuk beraktivitas seharian saja sudah sangat bersyukur.
Jam 5.30 pagi Wardah harus sudah berangkat ke sekolah. Karena pagi ini ia harus membawa sekeranjang mangga, ia tidak mau membonceng sepeda angin Rizal seperti biasanya. Kemarin dia sudah memberi tahu pada Rizal untuk berangkat sendiri ke sekolah. Wardah cukup tahu diri, untuk tidak merepotkan anak majikannya itu dengan sekeranjang mangganya.
Wardah memutuskan untuk jalan kaki saja bersama Fadil menuju sekolahnya. Karena gedung sekolah SD tempat Fadil menuntut ilmu lebih dekat jaraknya daripada gedung SMP sekolahnya. Rencananya Fadil membawa sebagian mangga untuk di jual pada teman-temannya.
Maka dari itu, ia harus berangkat satu jam lebih awal dari biasanya. Sedangkan Laila berangkat bersama dengan Tholibin yang sekalian berangkat bekerja mengendarai sepeda jengki tua.
Tiba di sekolah Fadil, anak laki-laki itu Salim kepada sang kakak untuk masuk ke halaman sekolahnya. Sambil melanjutkan langkahnya, sayup-sayup terdengar kehebohan teman Fadil menyambut kedatangannya. Wardah tersenyum, bersyukur Fadil tidak pernah malu untuk membantunya berjualan.
" War, kamu bawa apa itu? Ayo ke sini dulu!", suara melengking milik Putri yang selalu rajin berangkat paling pagi ke sekolah, terdengar menguasai halaman SMP. Gadis cantik berekor kuda putri Kepala desa itu dengan antusias menyambut Wardah. Wardah segera menurunkan keranjang bambu dari atas kepalanya. Beberapa anak ikut mendekat, ingin tahu apa yang dijual Wardah kali ini.
" Weeis, Wardah bawa mangga teman-teman, mangga apa saja ini War? Aku carikan mangga arum manis ya? Pilihkan yang besar-besar lho ya?)", repet Putri yang memang terkenal cerewet itu.
Wardah dengan cekatan melakukan permintaan Putri. " Ada tujuh ini, kamu ambil semua kah Put?", tanyanya pada Putri. Gadis itu mengangguk antusias, hingga rambut lurusnya yang di ikat ekor kuda ikut bergoyang-goyang.
Rupanya rambut Putri yang bergoyang-goyang itu menarik perhatian Rizal yang baru datang. Tangannya yang jahil menarik rambut Putri dari belakang sampai gadis itu mendongakkan kepalanya. Sontak Putri berteriak-teriak heboh sambil berlari mengejar Rizal yang lebih dulu kabur.
Wardah tersenyum sambil menggelengkan kepalanya melihat tingkah dua orang teman terdekatnya. Mereka bertiga bersaing secara akademis, namun berteman cukup dekat. Baik Putri maupun Rizal tidak melihat kondisi Wardah yang papa. Bagi mereka berteman dengan Wardah cukup menyenangkan, karena Wardah tidak pernah pelit berbagi ilmu.
Siswa-siswi kelas akhir masih berkeliaran di halaman sekolah, sedangkan kelas dibawahnya sudah masuk ke kelas masing-masing. Padahal bel masuk sudah berbunyi 10 menit yang lalu. Setelah salah satu guru laki-laki berteriak, barulah mereka berangsur masuk ke kelas.
Keranjang yang dibawa Wardah telah kosong, artinya Wardah membawa pulang cukup banyak uang untuk diserahkan kepada ibunya. Sembari mencatat pengumuman dari wali kelasnya, kakinya bergoyang-goyang, menandakan hatinya yang riang.
" Wardah ikut saya ke ruang guru ya?", suara Bu Marsiah, wali kelas Wardah mengalihkan lamunan gadis itu. Gadis itu segera berdiri kemudian berjalan mengikuti Bu Marsiah.
" War, bagaimana keputusanmu, ibu tanya sekali lagi. Apa kamu jadi ambil beasiswa itu atau tidak?", tanya Bu Marsiah pada siswinya yang paling pandai di kelas itu.
" Mohon maaf Bu, seperti kemarin yang sudah saya sampaikan. Orangtua saya tidak mampu untuk membiayai kebutuhan yang lain. Adik-adik saya juga masih butuh biaya. Jadi dengan sangat menyesal saya tidak bisa mengambil beasiswa itu."
" Sudah bulatkah keputusanmu War? Apa kamu tidak sayang? ", tanya Bu Marsiah menegaskan. " Wardah mengangguk mantap. Bu Warsiah menghela nafas panjang. " Kalau begitu beasiswa ini ibu alihkan kepada Putri sebagai peraih nilai tertinggi kedua. Karena kamu tahu sendiri kalau tidak dibalihkan, maka tahun depan sekolah ini tidak dapat jatah beasiswa lagi." , ucapnya lagi.
Wardah kembali menganggukkan kepalanya. Dia sudah mengetahui hal itu, dan dia senang karena sahabatnya sendiri sebagai pengganti. Putri pun sudah dia beritahu akan kemungkinan akan menerima peralihan penerimaan beasiswanya.
Bu Warsiah menatap Wardah dengan iba. Tentang kondisi keluarga Wardah sangat ia pahami. Tapi tak memutuskan semangatnya untuk mencarikan jalan untuk anak didiknya. Sayangnya kemampuan ekonominya juga sangat terbatas. Suaminya telah lama meninggal dunia, ia harus menghidupi dua orang anaknya seorang diri.
" Lalu apa rencanamu setelah lulus War?", tanya Bu Marsiah. " Saya mau kerja Bu.", jawab Wardah pelan. Bu Marsiah menatap Wardah dalam, pekerjaan apa yang akan dilakukan oleh anak didiknya itu? Apakah menjadi buruh di ladang seperti kebanyakan perempuan muda di desa itu?
" Kerja apa War?", tanyanya lagi ingin tahu. "Saya mau kerja di warung Bude Warni, Bu." " Oh, yang di pasar itu ya? sudah pasti ada lowongan? Setahu saya sudah ada Maesaroh yang kerja di sana.", Bu Marsiah teringat Maesaroh yang juga anak didiknya yang tidak sampai menyelesaikan sekolah SMP nya karena dinikahkan orangtuanya.
"Ada Bu, hari Rabu kemarin saya sudah menanyakan. Katanya butuh pegawai untuk cuci piring dan bersih-bersih.", jawab Wardah. Bu Marsiah mengangguk-anggukkan kepalanya. "Alhamdulillah War, semoga kamu diberi kelancaran rizki. Dan kalau bisa kamu menabung, siapa tahu nanti kamu bisa ambil paket C. Atau ambil kursus ketrampilan. Kamu anak yang cerdas, sayang kalau hanya bekerja di warung saja."
Wardah tersenyum, " Aamiin, terimakasih doanya Bu. InsyaAllah Wardah akan berusaha menabung. Terimakasih selama ini sudah membimbing Wardah dan mohon maaf jika Wardah mengecewakan ibu.", ucapnya sambil meraih tangan Bu Marsiah untuk di cium.
Bu Marsiah mengelus pundak Wardah, " Semoga berhasil nak, Bu Marsiah hanya bisa membantu dengan doa. Tetaplah jadi anak yang baik, jujur dan amanah."
"Aamiin, aamiin, insyaAllah Bu. Terimakasih...", Wardah berlalu meninggalkan ruang guru dengan mata yang berembun. Bu Marsiah menatap murid kesayangannya itu sampai hilang dibalik pintu. Hatinya nelangsa, menyayangkan keadaan yang tidak berpihak kepada Wardah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 178 Episodes
Comments
Sarita
dulu sy juga begitu ,ingin melanjutkan SMP aja orang tua ga mampu .ahirnya sy pergi merantau dan kerja jadi babu .itulah sekelumit kisah hidup ku
2024-07-26
0
Wanita Aries
Cerita bagus
2024-05-27
2