"Assalamu'alaikum...", terdengar suara Tholibin memasuki rumah. " Wa'alaikumsalam, kok malam sekali pulangnya Pak? Ada apa?", tanya Sajidah sambil mengangsurkan segelas air pada sang suami.
Tholibin duduk di dipan kemudian meneguk tandas segelas air dari tangan istrinya. Diaturnya nafas terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan Sajidah, karena akan berupa kalimat yang cukup panjang.
" Musibah Bu, kambingnya pak Agus mati kena penyakit. Yang mati satu, yang sakit tiga. Ini tadi ngubur lalu memindahkan yang sakit ke kandang belakang agar tidak menulari yang lain. Sore di ajak pak Agus lapor ke pak Bayan dan mantri Tani. Isya' baru kembali dari rumah pak mantri. Besok akan disuntik semua termasuk sapinya."
Sajidah manggut-manggut mendengar cerita Tholibin. Memang wajah sang suami terlihat lelah, ternyata ternak yang dirawatnya ada yang mati dan sakit. Kalau ada ternak yang mati karena sakit seperti ini memang harus segera dilaporkan pada perangkat desa agar segera di tanggulangi. Karena jika tidak, akan cepat menular dan merugikan banyak peternak yang lain.
Tholibin bangkit meraih obor yang menempel di dinding yang terbuat dari anyaman bambu, itu tandanya ia akan mandi di sumur belakang. Sajidah dengan sigap masuk ke kamar belakang, mengambilkan pakaian ganti dan handuk untuk sang suami.
Wardah hanya terdiam duduk di ujung dipan, ia masih harus menunggu bapaknya menyelesaikan mandi dan makan malamnya terlebih dahulu sebelum mengutarakan keinginannya untuk bekerja di warung Bude Warni.
Alis Tholibin terangkat ketika menyaksikan hidangan di hadapannya. " Wah, dapat mangga dari mana ini?", tanyanya penuh selidik. Keluarganya memang miskin, tapi pantang bagi mereka untuk mengambil yang bukan haknya.
" Wardah siang tadi mengambil mangga yang jatuh sendiri ke tanah di kebun milik pak Soleh, Pak. Wardah sudah izin kok, sama pak Soleh disuruh mengambil sampai tidak tersisa. Itu dapat satu keranjang."
Jelas Wardah dengan lancar, ia tahu bapaknya tidak akan marah jika ia tidak melakukan kesalahan yang fatal. Tholibin manggut-manggut, lalu mengucapkan hamdalah. Ia hanya khawatir anaknya melakukan kesalahan yang melanggar aturan agama, negara dan masyarakat.
Waktu pun berlalu, Wardah melirik bapaknya yang sudah menuntaskan makan malamnya. Ia menelan ludah sebelum mulai berbicara untuk mengurangi rasa gugupnya. " Pak, Wardah mau berbicara dengan Bapak." , ucapnya pelan namun masih bisa terdengar jelas di ruangan sempit itu.
Tholibin menghela nafasnya, putrinya ini pasti akan meminta untuk melanjutkan pendidikan seperti teman-temannya yang lain. Tapi apapun yang akan di utarakan oleh putrinya ia harus siap mendengarkan. " Mau bicara apa, mbak?"
Wardah meremas kedua telapak tangannya yang berkeringat karena gugup. " Mmm... Begini Pak, Wardah setelah lulus SMP mau bekerja ikut warungnya Bude Warni yang di pojok pasar itu. Pekerjaannya mencuci piring dan bersih-bersih warung. Kerjanya mulai jam 6 pagi sampai jam setengah empat sore, liburnya setiap hari Jum'at. Boleh ya Pak?", ucapnya hati-hati.
Tholibin dan Sajidah membelalakkan mata lalu saling pandang. Mereka tidak menyangka Wardah berkeinginan untuk bekerja. Mulanya mereka mengira anak gadisnya itu akan kembali membahas tentang beasiswa untuk melanjutkan ke SMA seperti beberapa hari yang lalu.
Mata keduanya berkaca-kaca, anak perempuan yang mereka besarkan dengan serba keterbatasan telah beranjak dewasa. Anak perempuan yang sejak kecil tidak pernah mengeluh meski tak mampu menikmati kemewahan. Yang ikut berjuang dengan kemampuannya yang terbatas agar semua anggota keluarganya bisa makan.
Anak bermata bulat, yang dari usia balita sudah ikut mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan berkebun bersama ibunya. Saat sudah masuk SD, Wardah juga menjadi pemulung, mengumpulkan sampah plastik untuk dijual kembali. Terkadang saat musim buah tiba, Wardah meminta belas kasih si pemilik kebun untuk memunguti buah yang jatuh sendiri ke tanah. Yang masih bagus akan ia jual, sedangkan yang sisa nya akan diolah sebagai pendamping makan bagi keluarganya.
Wardah yang melihat bapak dan ibunya melotot, mencelos hatinya. Dipejamkannya mata rapat-rapat, siap untuk menerima amarah. Sedetik, dua detik tak ada suara terdengar. Namun tiba-tiba tubuhnya dipeluk erat oleh Sajidah dan Tholibin, ia merasakan ibunya mencium keningnya dengan dagu yang basah.
" Maaf ya ,mbak. Bapak dan ibu tidak bisa menyekolahkanmu. Maaf ya, mbak", terdengar suara berat sang bapak di tengah sedu sedan ibunya. Wardah menganggukan kepalanya, ia tidak pernah menyalahkan kedua orangtuanya.
Tholibin mengurai pelukan ketiganya, tangan nya mengusap kepala putrinya dengan sayang. " Terimakasih ya mbak, kamu mau membantu bapak bekerja. Tapi jangan lupa akhlak di jaga, yang amanah, jujur dan rajin. Kalau pagi bapak bisa mengantar sampai perempatan, kalau sore bapak jemput ke warung."
Wardah tersenyum dan mengangguk kuat, itu artinya bapak sudah setuju akan keinginannya untuk bekerja. Bapaknya memang bukan orang yang suka bertele-tele dan membuang kata. "InsyaAllah, terimakasih bapak.", ucapnya lega sudah diperbolehkan bekerja di warung Bude Warni.
Bibir Wardah melengkung keatas dengan sempurna. Merasakan pelukan dan usapan tangan bapaknya adalah sebuah kemewahan baginya. Karena sangat jarang sekali sang bapak melakukannya. Makanya malam ini hatinya sangat senang. Apalagi saat membayangkan dirinya mulai bekerja di warung Bude Warni, tambah giranglah hatinya.
Wardah berencana selain bekerja ia sekaligus mempelajari resep masakan Bude Warni yang terkenal lezat. Mungkin suatu saat ia bisa membuka warung sendiri, atau kalau ada rizki, ia akan memasakkan makanan yang lezat untuk keluarganya.
Malam itu Wardah tidur dengan senyum dibibirnya. Meskipun harus tidur berhimpitan dengan kedua adiknya di atas kasur busa bekas yang diberi oleh Pak Agus. Ya, sebagian besar barang di rumah ini adalah barang bekas pakai pemberian dari pak Agus majikan bapaknya.
Karena itulah Tholibin setia kepada juragan Agus. Beberapa kali majikannya itu tak segan membantunya. Seperti saat Sajidah harus operasi Caesar saat melahirkan Laila. Kalau tidak di bantu juragan Agus, mungkin Laila tidak akan lahir dengan selamat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 178 Episodes
Comments