SK (SUASANA KOTA)

"Hahaha,, ibu tadi ngomongnya udah kaya anak gaul aja, lucu deh." Ucap Claudia di iringi tawa renyahnya.

"Haa..kamu ngomong apa sayang? " Tanya ibu yang tidak bisa mendengar suara Claudia dengan jelas.

"Claudia". Panggil ibunya terdengar sedikit keras

"Ibu ngomongnya udah kaya anak gaul ajaaa." Ucap Claudia sedikit panjang.

"Haa.. ngomong apa Clau? Haa.." Ibunya bertanya kembali sebab memang sama sekali tidak bisa mendengar suara Claudia dengan jelas. Suaranya terdengar samar dan terkesan terputus-putus di telinga bu Melda.

"Hahaha,, udah deh nanti aja. Clau makin ngakak kalo ibu haa haa terus." Kekehnya sambil menepuk kening kala mendengar sahutan sang ibu.

"Apa sih Clau, ibu itu gak dengar tau kamu ngomong apa." Ucap ibu bingung. Membuat Claudia terkekeh lagi.

"Iyaaaa iiibukuu yang cantiik. " Jawab Claudia seperti meledek sang ibu, bermaksud bercanda padanya. Ia tak ingin lagi mengajak sang ibu berbicara karena takut ibunya akan kehilangan fokus saat mengendarai sepeda motor. Bisa berabe nanti kalau sampai jatuh, hilang kecantikan Claudia yang paripurna ini.

Sepeda motor yang bu Melda kendarai melaju dengan sangat kencang, membuat bu Melda tidak bisa fokus mendengar ucapan Claudia. Suasana jalanan saat itu sangat ramai, banyak sekali para pekerja dan mahasiswa yang mengendarai sepeda motor melewati jalan itu. Maklum saja, hari itu adalah hari senin banyak pekerja, mahasiswa ataupun para orangtua yang sedang mengantarkan anaknya ke sekolah tidak mau terlambat hadir di hari pertama melakukan kegiatan. Bu Melda berkendara melewati jalan tikus agar terhindar dari macetnya jalanan kota.

Bu Melda sebenarnya sudah pernah tinggal di kota tersebut saat masih gadis. Beliau pernah merantau ke kota untuk bekerja di salah satu perusahaan yang di kelola oleh ayahnya Claudia, Pak Ilham. Pak Ilham usianya memang terpaut jauh dari bu Melda, apalagi beliau dulunya adalah atasan bu Melda. Disanalah bermula semua kisah ayah dan ibu Claudia, di sebuah kantor perusahaan tempat pertama kali mereka bertemu dan menjalin cinta kasih. Jadi, wajar saja jika bu Melda mengetahui jalan tikus di daerah tersebut karena memang tak jauh dari tempat ia bekerja dulunya.

Tidak berselang lama, tiba-tiba sepeda motor bu Melda berhenti di sebuah gerbang besar berwarna hitam pekat yang bertuliskan SMA TRISATYA. Claudia yang hampir tertidur akibat semilir angin pagi yang menerpa wajahnya itu pun tersentak saat ibunya berhenti dengan tiba-tiba. Kepala Claudia terbentur helm yang dikenakan ibunya. Rasanya sakit dan sedikit berdenyut, sebab terbentur tepat di keningnya.

"Auuughhh,, sakit." Jerit Claudia meringis kesakitan.

"Astaga, sayang. Kamu gak kenapa-kenapa kan?" Ibunya pun tersentak kala itu dan langsung menstandarkan sepeda motornya.

Bu Melda melihat Claudia yang sedang merasa kesakitan dan memegang keningnya, refleks menjadi sangat khawatir. Di pegangnya kening sang anak dengan sangat lembut dan perlahan. Bu Melda berusaha menenangkan situasi saat itu. Belaian tangan bu Melda sedikit menenangkan hati Claudia.

Sesaat Claudia merasa tenang dan mulai bisa menstabilkan rasa sakitnya. Claudia pun menoleh ke arah kaca spion sepeda motor milik ibunya, di tatapnya kening tersebut dengan seksama. Terlihat sedikit merah disana, denyutannya terasa sekali hingga membuatnya sesekali meringis menahan rasa sakit.

"Udah gak kenapa-kenapa kok bu. " Claudia berusaha menghilangkan rasa khawatir ibunya.

Ia pun turun dari sepeda motor dan merapikan seragamnya serta merapikan rambutnya di kaca spion, berusaha menutupi memar di keningnya menggunakan poni rambutnya yang panjang.

"Benar udah gak kenapa-kenapa? Yakin sayang?" Ibunya bertanya dengan rasa penuh khawatir.

Claudia merasa bersalah karena kelalaiannya sendiri yang mengantuk mengakibatkan memar di keningnya hingga membuat ibunya sedih. Claudia berusaha tersenyum manis kepada sang ibu, mengubah suasana sedih itu menjadi kembali normal.

"Lihat, Clau masih cantik kok bu. Anak ibu ini masih unyu-unyu bangeet loocchh. heheh... " Ucapnya dengar gerakan centil menggoda ibunya berusaha mencairkan suasana, membuat ibunya tertawa kekeh.

Ibunya hanya bisa menggelengkan kepala, sembari memeluk tubuh mungil putrinya. Bu Melda tak ingin ada sedikit luka pun di tubuh putrinya. Ia menjaga Claudia dengan penuh kasih sayang, sehingga ia tak ingin ada sedikit luka tergores di tubuhnya apalagi sampai melukai hatinya.

"Oiya, tadi tu Clau bilang waktu di motor. Ibu kok ngomongnya gaul banget si, hehe.. tapi ibu malah jawab haa, haa. " Ucap Claudia, mengalihkan pembicaraan. Di tatapnya raut wajah khawatir sang ibu, Claudia melayangkan senyum manis untuk menenangkan hati sang ibu.

"ooh, itu toh. Yaa jelaslaah.. Ibu ini kan masih muda, jelas gaul dong." Jawab Ibunya dengan nada sedikit centil membuatnya terkekeh. Bu Melda yang melihat itu sedikit lega, putrinya bisa kembali tertawa.

"Iya deh iyaa buu.. Ibunya Clau yang paling gaul, muda dan cantik banget gituch loochh." Ucapnya dengan gerakan-gerakan lucu dihadapan sang ibu.

Bu Melda menarik nafas panjang dan kemudian tersenyum pada sang gadis.

"hhhhh.. Yaudah, kalau kamu benar udah gak kenapa-kenapa. Ibu percaya sama kamu kok sayang. Kalau gitu, masuk deh. Kita udah sampai ni di sekolah kamu." Sambil mengelus rambut sang putri jemari bu Melda juga mengarah ke gerbang besar berwarna hitam pekat tadi.

Claudia menoleh kesana, dilihatnya banyak siswa-siswi masuk kesana. Ada banyak sekali siswa-siswi yang keren disini, Claudia merasa mereka sepertinya siswa-siswi cerdas dan berbakat, dia makin semangat untuk segera bisa mendapatkan banyak teman di sekolah ini.

Claudia mengangguk semangat, sepertinya rasa sakit di kening tadi hilang seketika.

"Oke bu, Clau masuk ya. Doain ya biar Clau betah sekolah disini dan dapat teman yang baik-baik." Claudia berucap dengan senyum yang riang dan bersalaman dengan ibunya.

Ibunya mengangguk dan mengelus lembut rambut sang putri yang sedang mencium tangannya itu.

"Aamiin, pasti ibu doakan yang terbaik untuk anak kesayangan ibu. Belajar dengan baik ya sayang! ". Ucapan Bu Melda penuh kasih sayang pada Claudia, ia pun menganggukkan kepalanya sembari tersenyum pada sang ibu yang paling ia cintai.

Di liriknya jam tangan merk DIOR pemberian dari sang ayah, waktu menunjukkan pukul 07:00.

"Bu, udah jam 7 ni. Clau masuk ya, nanti mau ke kantor guru lagi nyari kelas kan. Bye ibuu." Ucap Claudia bergegas masuk menuju gerbang sekolah, meninggalkan sang ibu sambil melambaikan tangan kearahnya.

"Semangat!!" Ucap ibunya sambil mengepalkan tangan ke atas menyemangati sang anak. Claudia hanya menjawab dengan mengacungkan jempol kearah ibunya.

Bu Melda menghidupkan sepeda motornya, mengendarainya pulang menuju rumah. Sekali-sekali dia melirik ke dalam sekolah, berharap sang putri memiliki banyak teman yang baik dan tidak ada yang mencemoohnya seperti teman-temannya di desa. Harapan seorang ibu pada anak gadisnya sungguh amat sangat mendalam. Bu Melda benar-benar menyayangi Claudia dengan sepenuh hati dan menjaganya dengan pasti.

Akhirnya bu Melda pun memutuskan untuk pergi meninggalkan area sekolah itu dan kembali pulang kerumah. Namun, saat di tengah perjalanan tiba-tiba saja ban sepeda motornya kempes. Dengan terpaksa bu Melda mendorong sepeda motornya mencari bengkel terdekat untuk mengisi angin ban sepeda motornya.

Sejenak bu Melda berhenti dan menepikan sepeda motornya di taman yang tidak jauh dari tempat kejadian. Karena kelelahan bu Melda pun memutuskan untuk rehat sebentar, duduk disana dan meminum sebotol air putih yang dibawanya dari rumah tadi. Bu Melda melihat sekeliling jalan, banyak sekali anak muda yang tidak sekolah dan menjadi pengamen serta pengemis di jalanan. Miris sekali melihat kota ini, kota yang begitu modern dengan kemajuan teknologinya masih saja banyak anak-anak yang tidam mendapatkan pendidiman semestinyaini. Berbeda sekali dengan di desa, disana bahkan tidak ada yang seperti itu. Semua orang dewasa bekerja walau hanya seorang petani meski penghasilannya tidak sebesar di kota, akan tetapi anak-anak disana tetap sekolah walau harus menempuh jarak yang cukup jauh dan masih serba kekurangan.

Entah darimana datangnya, tanpa disadari ada seorang anak lelaki berparas tampan dan bertubuh tinggi bak atlit bola basket datang menghampiri bu Melda. Sembari mendorong sepedanya mengarah pada sepeda motor bu Melda, anak lelaki itu tersenyum ramah pada bu Melda. Tatapan matanya yang tajam menambah kesan karismatik anak lelaki tersebut. Anak itu memarkirkan sepedanya bersebelahan dengan sepeda motor bu Melda.

"Permisi bu, maaf sebelumnya. Sepeda motor ibu kenapa ya? dari tadi saya lihat ibu mendorong sepeda motor ibu sendirian." Tanya anak lelaki itu dengan sopan padanya.

Bu Melda menatap anak lelaki itu dengan seksama. Dalam hati, bu Melda berkata, "Ramah sekali anak ini, jarang banget ada remaja kota yang seperti ini, malah ganteng poll. Claudia pasti suka sama anak ini. "

Dengan senyum manis dan tutur kata yang lembut bu Melda menjawab pertanyaan anak lelaki tersebut.

"Oh, ini nak. Tiba-tiba aja ban Sepeda motor ibu kempes. Ibu mau tanya, disini dimana ya ada bengkel, apa masih jauh nak?" Bu Melda bertanya kembali pada anak lelaki itu.

Anak itu dengan sopan menjawab, "Lumayan jauh kalau dari sini bu, di seberang jalan sana pling ujung baru ada bengkel bu, kebetulan itu bengkel papa saya." Ucapnya sambil menunjukkn arah jalan ke bengkel tersebut, ternyaga itu adalah bengkel orang tua anak itu.

"Oh gitu ya nak. Yaudah nanti aja deh saya dorong sepeda motornya kesana, masih capek soalnya. hehe.." Bu Melda berucap demikian sembari tertawa kecil.

"Begini saja bu biar saya telepon papa dulu agar anggotanya menjemput sepeda motor ibu dan ibunya sekalian ke bengkel, jadi ibu gak perlu dorong sepeda motor ibu lagi. Sebentar ya bu, saya telepon papa saya dulu. " Anak lelaki itu mengambil ponsel genggamnya.

Dilirik oleh bu Melda, wajah anak lelaki ini seperti tidak asing. Bu Melda memperhatikan seragam dan penampilan anak itu, seragamnya sama persis seperti seragam yang dikenakan Claudia. Handphone yang digunakan anak tersebut pun bermerk mahal, pasti dia dari anak orang kaya. Meski begitu, dia tetap anak lelaki yang tau sopan santun ada orang tua dan suka menolong orang lain.

"Beruntungnya Claudia, jika bisa berteman akrab dengan anak lelaki ini. " Celetuk bu Melda dalam hati.

Menyadari anak itu telah selesai menelpon papanya, bu Melda mengalihkan pandangannya. Bu Melda pun dengan tenang kembali menatap anak lelaki itu dengan senyum manis di bibirnya.

"Bu, sebentar lagi papa saya datang. Kebetulan anggotanya lagi pada sibuk semua, dan syukurnya lagi papa saya ada di cafe dekat sini. Jadi, papa saya sendiri yang akan membantu ibu mengantarkan ke bengkel." Ucapnya dengan rinci sekali pada bu Melda

"Ohiya, terima kasih banyak ya nak. Ngomong-ngomong, kamu bersekolah di SMA Trisatya ya nak?" Tanya bu Melda ada anak lelaki tersebut.

Anak itu menjawab pertanyaan bu Melda "Iya bu. Kok ibu bisa tau ya? " Tanya kembali anak lelaki itu pada bu Melda.

"Soalnya anak ibu juga sekolah disitu, namanya Claudia. Kamu kalo nanti ketemu dia, temenin ya nak. Soalnya dia masih anak baru, belum tau apa-apa tentang sekolah itu." Bu Melda menjelaskan pada anak lelaki itu. Anak lelaki itupun mengangguk mengerti ucapan bu Melda dan sepertinya menyanggupi permintaannya.

"Ya bu, nanti akan saya temenin kok. kalau gitu, saya tinggal ya bu. Nanti papa saya datang kok. udah mau masuk sekolah soalnya bu, udah hampir telat bu. Saya pamit bu." Ucap anak itu sedikit tergesa-gesa sehabis melihat layar ponselnya, bisa di tebak pasti anak lelaki itu melihat jam.

"Ohiya nak, hati-hati ya. Belajar yang rajin, jangan lupa pesan ibu tadi ya ! Nama anak ibu Claudia." Ucapnya sedikit menjerit karena anak lelaki itu mengayuh sepedanya dengan cepat sekali, meninggalkan bu Melda di taman tersebut.

...****************...

Bu Melda kembali duduk dan menunggu papa si anak lelaki itu. Beliau bahkan lupa bertanya siapa nama anak lelaki itu, biar dia bisa menceritakannya pada Claudia.

"Dengar gak ya dia, aku ngomong apa. Oalah ya lupa nanya namanya tadi. aah sudahlah, semoga aja dengar deh biar Claudia ada temennya. Apalagi anak itu ganteng poll, ibunya aja kalau masih muda mau sama tu anak. hehe... " Bu Melda menggumam sendiri sambil tertawa dan dengan gerakan yang sedikit centil. Orang-orang di taman pun menatap aneh bu Melda, namun bu Melda tidak memperdulikannya.

Tak lama kemudian seorang lelaki yang sangat amat dikenalnya datang mendekati bu Melda. Dengan pakaian serba rapi dan rambut yang klimis memberikan kesan seorang bapak yang menjaga penampilannya. Bu Melda menatap lekat lelaki tampan itu.

"Dia masih sama tampannya saat masih muda dulu". Batin bu Melda berkata demikian.

Lamunan bu Melda tersadar, kala lelaki itu menjentikkan jarinya di depan wajah bu Melda.

"Eh, bebeb Dian. eh, bukan-bukan. Maksudnya mas Dian. Eh salah, aduuh tuhaann..." Ucapnya tak karuan menyapa lelaki tersebut. Bu Melda menjadi salah tingkah sebab kedatangan lelaki yang dikenalinya.

Lelaki tersebut terkekeh habis-habisan seraya menggelengkan kepalanya. Beliau pun mulai bersuara pada bu Melda.

"Kamu masih suka latah kaya dulu ya Mel."

Bu Melda pun menjadi malu dan berusaha menundukkan wajahnya sambil memegangi tengkuknya, canggung.

"Hehe,,. " suara itu keluar begitu saja dari mulut bu Melda. Entah apa yang harus di katakannya kepada lelaki itu. Pertemuan pertama setelah bertahun lamanya terkesan memalukan.

"Oiya mel, aku mau tanya ni. Beberapa menit yang lalu anakku menelpon, katanya ada seorang ibu-ibu yang mau diantarkan ke bengkel milikku. Kira-kira kamu tahu gak orangnya mel?" Tanyanya pada bu Melda.

"Anak cowok itu tingginya segini?" Bu Melda bertanya pada lelaki yang bernama Dian itu sambil menunjukkan ukuran tinggi badan anak lelaki yang memberinya pertolongan tadi. Lelaki itu kemudian mengangguk yakin tanoa ragu pada bu Melda.

"Oh, itu aku mas, eh dian. Ini ban sepeda motorku kempes. Itu anak kamu toh dian, pantes mirip banget. " Ucapnya menjelaskan walau masih sedikit latah karena sudah sekian lamanya tidak pernah bertemu lelaki itu.

Lelaki yang pernah singgah di kehidupannya, menjadi cinta pertamanya saat SMA. Rupa sang lelaki itu masih sama persis dengan saat masih muda, membuat bu Melda tidak bisa melupakannya. Mereka pun membawa sepeda motor itu ke bengkel lelaki bernama Dian itu.

Sesampainya di bengkel, sepeda motornya di service oleh montirnya. Mereka pun duduk santai berdua minum teh sambil bercerita disana.

"Kamu sekarang balik kesini lagi Mel?, dapat jodoh disini? " Tanya lelaki dengan santainya pada bu Melda.

Bu Melda menggelengkan kepala pelan sambil menyeruput teh yang disajikan salah satu pekerja di bengkel milik lelaki tersebut.

"Kebetulan suami kerja disini, jadi aku tinggal disini deh sama anakku. Oiya, Siska sehat?" Bu Melda bertanya tentang keadaan istri lelaki tersebut.

"Siska udah lama meninggal Mel, sekitar 2 tahun lalu, dia terkena kanker payudara hingga merenggut nyawanya. Anakku sangat menyayanginya Mel, aku hampir hancur karena kehilangannya." Ucap lelaki itu menjawab pertanyaan bu Melda dengan jelas, membuatnya teringat kembali pada Almarhumah istrinya.

Saat itu bu Melda jadi tidak enak hati padanya. Bu Melda pun meminta maaf jika pertanyaannya sampai membuat lelaki itu bersedih.

"Sorry ya, aku gatau." Ucap bu Melda merasa bersalah padanya.

"Iya, gak apa-apa. aman kok Mel." Ucap lelaki itu dengan nada lembut.

Tak lama kemudian sepeda motor milik bu Melda pun selesai di perbaiki, ternyata bannya bocor bukan hanya kempes. Terpaksa bu Melda mengocek uang belanja yang diberikan sang suami bulan kemarin untuk membayar biaya servicenya.

"Udah Mel, gausah dibayar. Santai aja, lagian kita udah lama juga gak ketemu." Ucap lelaki itu meringankan isi dompet bu Melda.

"Syukur deh, aman dompet ane. Balik bobok lagi ya duit." Gumamnya dalam hati.

"Makasih banyak ya Dian. Kalau ada waktu main kerumah ya, ajak anak kamu sekalian kan temenan juga sama anakku. Rumahku di komplek Graha Asri, nomor 07."Ucapnya sedikit basa-basi agar tidak terlalu datar percakapannya.

Lelaki itu mengangguk menyetujui ajakan bu Melda dengan senang hati. Beliaupun tersenyum manis kepada bu Melda.

"Oke deh Mel, lain waktu aku ajak anakku main kerumahmu. Hati-hati dijalan ya."

"Oke Dian. Bye" Ucap bu Melda bersikap sedikit santai padanya. Beliau mencoba menghilangkan ingatan cinta pertamanya dulu. Kembali mengendarai sepeda motor dan menyusuri jalanan kota yang penuh sesak ini. Kota yang menjadi kenangan terindahnya di masa dulu.

Terpopuler

Comments

calliga

calliga

Lanjut kak author, semangat ya dalam berkarya

2023-07-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!