Si pemuda nakal itu kembali berulah. Elena terkejut dan terbangun saat mendengar suara benda jatuh di luar sana. Elena duduk di atas ranjang dalam keadaan masih mengantuk dan setengah tidur. Suasana hening, Elena kembali tumbang ke atas ranjang tapi suara benda yang terjatuh kembali mengejutkan dirinya.
"Astaga, apa lagi?" Elena mengacak rambutnya karena dia masih mengantuk. Entah apa yang sedang dilakukan oleh Jansen di luar sana yang pasti pemuda itu sungguh mengesalkan.
Mau tidak mau Elena keluar dari kamarnya. Suara keras kembali terdengar dari dalam dapurnya. Elena bergegas pergi ke dapur untuk melihat apa yang terjadi dan ketika dia sudah berada di sana, Elena terkejut mendapati dapurnya yang berantakan.
"Apa yang kau lakukan pada dapurku?" teriak Elena.
Pintu kulkas terbuka, isinya berada di atas lantai dan lantai dipenuhi dengan kulit telur. Sayuran berantakan, beberapa roti gosong berada di atas meja serta toples selai yang terbuka berada di atas meja. Tidak hanya itu saja, dua toples yang sudah pecah berada di atas lantai dan itu adalah selai kacang kesukaannya.
Kekacauan yang terjadi tidak sampai di sana, kompor dalam keadaan menyala, telur yang di goreng meledak ke mana-mana sehingga membuat kotor sekitarnya. Elena mengepalkan kedua tangan akibat kesal sedangkan Jansen cuek saja dan hendak membalik telur yang dia goreng namun ledakan kembali terjadi.
"Apa yang kau lakukan, Jansen Howard?!" tanya Elena sambil menahan emosi yang teramat sangat.
"Membuat sarapan, apa kau tidak bisa melihatnya?" jawab Jansen yang masih saja berjuang denga telur yang entah sudah keberapa karena dia semua berakhir di dalam tong sampah.
"Hentikan itu, hentikan. Apa yang kau lakukan sehingga dapurku berantakan seperti ini?! Kau benar-benar?" Elena semakin emosi, "Bagaikan monyet lapar yang baru saja lepas!" ucapnya lagi.
"Jangan sembarangan bicara. Aku lapar karena belum makan sejak semalam jadi aku hendak membuat makanan tanpa merepotkan dirimu!"
"Tanpa merepotkan aku kau bilang? Coba kau lihat kekacauan ini? Coba kau lihat bahan makanan yang terbuang karena ulahmu ini? Semua itu adalah bahan makanan yang bisa aku makan dalam satu minggu!" teriak Elena.
"Jangan seperti orang miskin yang tidak punya uang!" cibir Jansen.
"Aku memang orang miskin yang tidak punya banyak uang karena aku baru mulai bekerja. Aku tidak seperti dirimu yang bertindak sesuka hati dan menghabiskan uang orangtua jadi bereskan semua kekacauan ini lalu pergi dari rumahku!" kali ini dia harus mengusir pemuda itu agar tidak semakin membuat kekacauan.
"Tidak mau, mulai sekarang aku akan tinggal di sini!" tolak Jansen. Mendadak mendapatkan tempat tinggal yang nyaman tentu saja membuatnya tidak mau pergi!"
"Jangan main-main denganku, aku bukan pengasuhmu dan aku pun tidak memiliki kewajiban untuk memberikan kau tumpangan jadi pergi sekarang juga dan makan di rumahmu!"
"Jangan begitu tega denganku, aku tidak memiliki tempat untuk pulang!"
"Tidak mungkin, kau bisa pulang ke rumah ayahmu jadi pergi!" Elena masih saja mengusir.
"Rumah itu memang rumah ayahku tapi bukan rumahku!" ucap Jansen.
"Apa yang sebenarnya terjadi padamu, Jansen Howard? Kelakuanmu ini pasti ada sebabnya, bukan? Apa yang sebenarnya terjadi denganmu?" Elena memperhatikan pemuda itu, untuk membaca ekspresi wajahnya tapi pria itu hanya tersenyum saja.
"Kenapa kau tersenyum seperti itu?" tanya Elena curiga.
"Tidak ada apa-apa, aku akan membereskan semua kekacauan ini nanti!"
"Sekarang dan jangan menyentuh bahan makanan apa pun!" teriak Elena seraya melangkah menuju kulkas yang terbuka. Semoga saja masih ada bahan makanan yang tersisa padahal dia baru saja berbelanja. Setelah kulkas diperiksa ternyata masih tersisa beberapa bahan makanan sehingga dia bisa membuat makanan. Elena mengira Jansen akan membersihkan dapur tapi pemuda itu justru duduk dengan nyaman sambil meletakkan kedua kakinya ke atas meja.
"Apa yang kau lakukan?" Elena menatapnya dengan tatapan tidak senang.
"Menunggumu membuat sarapan!" jawab Jansen dengan santai.
"Jangan main-main, segera bereskan kekacauan yang terjadi jika tidak aku akan melemparmu ke jalan!" ancam Elena.
"Ayolah, bu dosen. Aku laki-laki dan aku tidak pernah membersihkan apa pun jadi aku tidak bisa!"
"Oh, begitu. Jadi kau hanya bisa membuat kekacauan saja?" Elena berkacak pinggang, padahal dia sudah iba dan hendak membuatkan makanan untuk pemuda itu tapi sayangnya si pembawa masalah tidak tahu diri sama sekali.
"Aku memang seperti ini dan ini bukan kekacauan yang pertama kali aku buat!"
"Oh, begitu?" Elena menekuk kepalan tangan hingga berbunyi.
"Apa yang mau kau lakukan?" tanya Jansen.
"Tentu saja memberi pelajaran pada pemuda tidak tahu diri seperti dirimu!" ucap Elena yang sudah melangkah mendekat.
"Hei, tunggu. Tidak boleh melakukan kekerasan pada muridmu!" teriak Jansen karena Elena sudah memegangi kedua kakinya dan menariknya.
"Aku tidak peduli dengan hal itu!" Elena menarik dengan sekuat tenaga sampai membuat Jansen jatuh dari tempat duduknya. Jansen berteriak saat bokongnya membentur lantai namun Elena masih saja menarik pemuda itu untuk keluar dari dapurnya.
"Hentikan, kau sungguh dosen yang tidak memiliki perasaan!" teriaknya.
"Aku memang tidak memiliki perasaan apalagi untuk pemuda tidak tahu diri seperti dirimu!" meski berat tapi Elena masih saja menarik Jansen keluar dari rumahnya. Kali ini dia tidak akan bermurah hati lagi, dia akan melempar pemuda itu. Jansen berusaha memberontak agar Elena tidak melemparnya keluar. Dia bahkan mencari pegangan hingga aksi tarik menarik terjadi di antara mereka berdua. Kegaduhan pun terjadi dan Elena kesal setengah mati.
"Pergi kau dari rumahku, aku tidak menerima berandalan seperti dirimu!"
"Ck, kau benar-benar kejam!"
"Pergi!" teriak Elena penuh emosi.
"Baiklah, aku pergi. Tidak perlu mengusir seperti itu!" Jansen beranjak dari atas lantai. Padahal dia pikir Elena berbeda tapi ternyata Elena pun tidak bisa menerima dirinya tapi sesungguhnya Elena marah karena Jansen berbuat sesuka hatinya.
Kunci motor diambil, Jansen pergi dari rumah Elena. Sudahlah, lagi pula memang tidak ada tempat untuknya. Lebih baik dia pergi mencari makanan sebelum pulang. Elena berdiri di depan garasi yang dia buka dan melihat kepergian Jansen. Pemuda itu tidak mengatakan apa pun padanya dan pergi begitu saja.
Elena kembali masuk ke dalam rumah dan menghela napas berat ketika melihat dapurnya yang berantakan. Jansen benar-benar sumber pembawa masalah tapi dia yakin ada penyebab yang menyebabkan pemuda itu menjadi seperti itu. Akan dia cari tahu nanti, pelan tapi pasti dia akan mengetahui apa penyebabnya tapi untuk sekarang, sepertinya dia harus mendisplinkan sikap arogan pemuda itu. Entah dari mana dia memulai, dia sendiri tidak tahu.
Dapur yang kacau gara-gara Jansen, si biang kerok pun dibersihkan. Sungguh hari yang melelahkan tapi harinya akan semakin melelahkan nantinya karena dia sudah setuju untuk mengubah perilaku buruk Jansen Howard. Ini sungguh tantangan yang tidak terduga, tentunya tantangan yang berat dan menguras tenaga serta menguras isi dompet karena dia rugi besar.
Jansen kembali ke rumahnya setelah makan, seperti biasa dia diabaikan oleh ayahnya tapi seperti biasa, dia pun melewati mereka begitu saja. Di rumah dia tidak diterima bahkan di sekitarnya pun tidak kecuali geng motornya. Sungguh miris, tapi dia sudah terbiasa akan hal itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
INI BARU WANITA TEGAS..
2024-06-13
1
gia nasgia
Pada dasarnya Jansen bukan bad boy hanya karena kehilangan perhatian dari orang "terdekat nya , apalagi notabene kehilangan ibu nya 🥲
2024-02-15
2
Astuti tutik2022
Bukan tdak diterima tapi... kamunya aja yg g tau diri Jansen
2023-11-25
0