Jenuh

Mas Wandi banyak berubah setelah menikah, seringkali dia marah-marah untuk sesuatu hal yang aku tak tau, atau kadang mendiamkan ku berhari-hari, dan akan menegur jika ada mau nya, jenuh ku rasa di rumah ini, hanya Rani lah yang sedikit menghiburku dengan cerita atau kemanjaannya, kadang kakak atau adik mas Wandi datang, mereka mengajakku keluar.

Mama tidak bisa berbuat banyak untuk menegur mas Wandi, papa pernah menegurnya, tapi malah membuat mas Wandi gak mau pulang ke rumah. Sejak menikah aku sudah bertekad tak ingin punya anak, biarlah ku besarkan anak-anak mas Wandi, tapi terpikir oleh ku, apa mungkin mas Wandi berubah seperti ini, karna belum punya anak dari ku.

Akhirnya ku lepaskan KB ku, sebulan kemudian aku hamil, aku terharu tak percaya ada sebuah janin di dalam rahimku, aku yang saat itu masih berusia 22 tahun merasa sudah sangat sempurna. Dengan penuh suka cita ku ceritakan kebahagian ini dengannya

"Mas aku hamilll" kupeluk mas Wandi.

"Oh ya, syukurlah," tanggapan mas Wandi ternyata biasa saja.

"Mas gak suka ya?"

"Suka, tapi aku kan udah punya dua anak, nanti biaya hidupnya gimana?"

"Itu tanggung jawab mu mas, seharusnya kehamilan ini membuat mu lebih giat kerja dan menabung, jangan foya-foya terus dengan teman-teman mu."

"Jangan ikut campur urusan ku, kamu hanya wanita bodoh yang gak ngerti apa-apa." Mas Wandi memarahiku.

Setiap kali dia marah, kata bodoh terus di ucapkan nya, baginya aku yang hanya tamatan SMP karna kebodohan. Kehamilan ini sangat menyiksa ku, jarang sekali aku bisa memenuhi hasrat ku untuk makan sesuatu, susu kadang diberikan oleh kakak atau adiknya, mas Wandi benar-benar tidak peduli.

Dia hanya bisa marah, jika kalah judi di luar maka akan menjadikan aku sasaran empuk pukulannya.

Mama hanya bisa menyuruh ku sabar, entah sampai kapan aku bisa. Ingin ku meninggalkannya, tapi aku tak mau anak ini lahir tanpa ayah, dan cinta ini juga masih sangat besar untuknya. Kakak dan adik mas Wandi juga baik, walau kadang marah karna aku cuek dengan kehamilan ini

************

Waktu melahirkan ku tiba, Bidan sudah memprediksi aku harus melahirkan dengan cara operasi, karna pinggul sempit bayinya tidak bisa turun.

"Mas, seperti nya aku akan melahirkan, kamu punya tabungan gak?" aku coba tanya baik-baik pada mas wandi.

"Memang nya tabungan kamu kemana?"

mas wandi balik bertanya.

"Tabungan ku habis mas, selama ini kamu kan gak tentu ngasih duitnya, jadi aku udah pakai untuk kebutuhan ku, dan kemaren aku tambah untuk beli pakaian bayi kita," jawabku

"Pakaian bayi kan bisa pakai baju ponakan ku banyak, kenapa harus ngotot beli baru sih."

"Sudahlah mas capek aku bahas masalah yang udah lewat, intinya kamu gak punya tabungan kan!"

Mas Wandi pasti gak punya tabungan uangnya selalu habis untuk foya-foya dengan teman-temannya, minta orangtua ku gak mungkin mereka pasti gak punya uang, jalan satu-satunya aku harus bilang ini sama mama mas Wandi.

****************

"Ma, bidan bilang aku harus operasi pinggulku kecil, bayi nya gak bisa turun." Aku mendekati mama yang sedang nonton.

"Kapan jadwalnya?" Mama bertanya

"Minggu depan ma, karna usia kandunganku udah masuk 39 minggu," jawabku.

"Terus, wandi gak punya uang kan?" tebakan mama betul.

"Seharusnya sebagai istri kamu harus pandai menasehati suami mu, bukan dengan marah-marah, wandi itu gak suka dimarahi, sekarang lihat, Wandi tambah mendekat dengan teman-teman nya kan?" mama melanjutkan marahnya.

"Ma, aku udah pernah tegur mas wandi baik-baik, malah mas wandi yang marah duluan," aku menjawab ucapan mama

Aku benar-benar jenuh.....

***************""

Salam dari penulis pemula, yang memberanikan menulis novel disini.

Mohon maaf jika masih banyak kesalahan penulisan dan alur cerita, silahkan komentari, author sangat berterima kasih 🙏🏾🙏🏾🙏🏾

Kalau suka ceritanya, tolong like dan berikan tanda cintanya, vote nya juga sangat di tunggu terimakasih.🤗🤗🤩🤩**

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***