POV Wandi 3

"Paman menghubungi papa?" cita bertanya dengan terkejut apalagi aku, jantung ku berdetak kencang.

"Ya cita, paman sudah menghubungi papa dan mama mu, mereka sudah diberi pengertian, mereka mau mengerti dan rencananya mereka juga akan mengajak orangtuanya wandi, biarlah kita menyelesaikan masalah ini disini sambil menghirup udara perkampungan." Paman menjawab santai, tapi tidak bagiku.

**************

"Assalamualaikum," terdengar salam secara serempak dari luar, paman mengajak kami menemui tamu yang sangat kami kenal, aku dan cita hanya berpandangan.

"Waalaikumsalam," kami semua saling bersalaman, kucium tangan mama dan memeluknya haru, rasanya sudah sangat lama aku lari dari rumah.

"Ayoo, kita langsung ke ruang makan, Mira udah masak banyak hari ini."

Kami semua berjalan ke ruang tamu melanjutkan makan sarapan yang sudah dibuatkan bibi Mira istri paman.

Setelah makan, paman mengajak kami ke halaman belakang, di bawah pohon rambutan yang sangat rimbun ada bale-bale yang dibuat taman, sangat sejuk disana.

"Alhamdulillah, orangtua dari cita dan Wandi udah datang kesini, sengaja saya menelpon tadi malam, karna ini adalah urusan kita semua, tidak bisa saya memutuskan sendiri, walaupun cita sebenarnya secara darah keturunan anak saya juga, saya bisa menjadi wali nikah baginya, tapi berhubung orangtua masih lengkap dan adalah kakak kandung saya, mari kita selesaikan masalah ini dengan kepala dingin dan memutuskan persoalan secara bijak yang adil bagi kita semua." Paman membuka obrolan dengan sangat bijaksana.

"Sebelumnya saya mengucapkan terimakasih banyak kepada pak Handoko yang telah bersedia menampung anak kami, dan memohon maaf sebesar-besarnya kepada keluarga cita yang telah mengajak cita untuk lari dari rumah, saya menyesal atas perbuatan anak saya, sebelum ini memang Wandi pernah meminta kami untuk meminang Cita, cuma saat itu kami merasa belum saat yang tepat, mereka baru tamat sekolah dan sama-sama belum bekerja, tapi setelah kejadian ini saya sudah mengambil keputusan dan bersedia bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukan Wandi, untuk itu sekaligus disini saya memohon kepada orangtua wandi agar mau menikahkan mereka, dan saya akan membantu nafkah materi untuk mereka sampai Wandi mendapatkan pekerjaan." Papa menangkupkan tangannya seperti orang yang memohon.

"Kami pun telah menimbangkan hal ini selama perjalanan ke sini tadi malam, dan kami juga telah memutuskan mereka untuk segera menikah, agar tidak menjadi guncingan orang dan menjauhi dari perbuatan zina, semoga mereka bisa bertanggung jawab terhadap pilihan mereka." Papa cita menjawab dengan sedikit emosi, Cita anak bungsu di keluarganya, kakannya masih ada yang belum menikah, mungkin itu sebenarnya yang jadi pertimbangan besar orangtuanya.

Beruntung saat itu urusan nikah tidak begitu sulit, apalagi paman termasuk orang terpandang di kampungnya, kami dinikahkan secara resmi dan diakui negara, dan diadakan syukuran kecil-kecilan hanya mengundang tetangga dna saudara jauh dari keluarga Cita.

*******

Seminggu setelah itu kami langsung kembali ke Kota, karna masa cuti mama dan papa sudah habis dan papa cita tidak mungkin meninggalkan tokonya terlalu lama.

Di Kota kami kembali mengadakan syukuran sekaligus pemberitahuan kepada para tetangga bahwa kami sudah menikah, banyak bisik tetangga yang mengatakan saya sudah menghamili cita, dan mereka melirik ke perut nya cita, tapi kita lihat saja nanti pikirku.

Aku mengajak Cita tinggal di rumah mama, papa mulai memasukkan ku kerja di kantornya, sebagai bawahan papa, tapi karna sebelumnya aku asalah anak manja nya mama, sungguh aku tersiksa dengan pekerjaan ini, harus bangun pagi dan melakukan semua yang disuruh tanpa boleh banyak komentar, apalagi yang kuterima sangat kecil, jauh lebih kecil dari uang jajan yang diberikan mama selama ini. Aku sering malas-malasan kerja, yang membuat papa malu, beruntun ada penerimaan karyawan tetap, aku didaftarkan papa, dan papa sebagai jaminan, aku lulus tapa perlu tes.

Setelah resmi sebagai pegawai tetap, aku mulai banyak kawan mereka mengajakku untuk kumpul-kumpul, banyak dari mereka yang tidak tau aku sudah menikah, aku juga tidak perlu memberitahu mereka, aku pun sudah tidak sekantor dengan papa, jadi aku bisa bebas.

"Wan, kamu jangan sering pulang malam dong, aku kan jadi bosan di rumah sendirian, kalo kekgini terus aku mau tinggal di rumah papa ku saja." Cita selalu marah jika aku pulang malam, dasar perempuan bawel, aku kan hanya menikmati masa muda ku.

"Alah, bilang aja kamu melihat cowok-cowok yang datang ke toko papa mu, iya kan?" pasti ini alasan cita ingin tinggal di rumah papa nya

"Aku di sana mau bantu papa, biarlah aku jadi karyawannya papa, bekerja di tokonya, agar aku punya uang, selama kita menikah kamu gak pernah beri aku uang."

"Uang untuk apa?, makan mu tercukupi di sini, baju-baju mu dulu juga masih muat dan bagus-bagus kan? jadi uang untuk apa?" dasar perempuan bawel ini selalu minta uang padaku, aku yang lelah kerja masak dia yang harus menikmati.

"Aku juga butuh bedak, lipstik, baju baru, dan keperluan lainnya, di gaji mu itu ada hak ku." Cita berteriak

"Sudahlah, pasti uang terus yang kamu permasalahkan, aku ngantuk."

Kubiarkan cita terus mengomel, aku ingin tidur, lelah seharian ini berkumpul dengan teman-teman ku.

##########

"Wan aku hamil nih" cita memberikan testpack bergaris dua.

"Oh syukurlah berarti aku tak mandul, aku kira kamu yang mandul," sebenarnya aku hanya ingin bergurau, tapi kok cita malah nangis, dasar cengeng, dia hamil setelah 5 bulan kami menikah.

"Ma, cita hamil, bentar lagi mama akan jadi nenek nih." Aku memberi tahu mama saat di meja makan sambil sarapan, semua kami akan beraktivitas kecuali cita, dia tetap menunggu di rumah.

"Syukurlah, Cita harus lebih hati-hati sekarang, makanannya di jaga," Mama menasehati Cita.

"Ma aku boleh main ke rumah papa gak? nanti minta di antar Wandi." Cita kok bahas ini, dia tadi belum bertanya padaku.

"Gak boleh, kami itu lagi hamil muda, bahaya jika naik motor, apalagi di sana pasti kamu sibuk melayani pembeli, kamu di rumah saja." Cita gak boleh ke luar rumah, aku gak mau dia dilihat laki-laki lain.

"Biarlah wan, kasihan cita," mama membela cita.

"Cita itu istriku ma, aku yang bertanggung jawab jika terjadi sesuatu padanya, pokoknya gak boleh."

Cita nampak menangis, ah biarlah toh nanti dia akan capek sendiri, aku langsung berangkat kerja ku tinggalkan dia yang masih tersedu di depan makanannya.

Setelah pulang kantor aku kembali di ajak kumpul-kumpul di sebuah cafe yang baru buka, aku benar-benar senang berteman dengan banyak orang, tanpa sama sekali ingat pada Cita.

*************""

Salam dari penulis pemula, yang memberanikan menulis novel disini.

Mohon maaf jika masih banyak kesalahan penulisan dan alur cerita, silahkan komentari, author sangat berterima kasih 🙏🏾🙏🏾🙏🏾

Kalau suka ceritanya, tolong like dan berikan tanda cintanya, vote nya juga sangat di tunggu terimakasih.🤗🤗🤩🤩**

Terpopuler

Comments

Sept September

Sept September

aku datang kakakkkk 🤗

2020-08-06

0

Sugianti Bisri

Sugianti Bisri

semangat ya 💪

2020-07-29

1

Susan Sinuraya

Susan Sinuraya

aku mampir kembali membawa jempol,, sangat terus yaa..

sehat s'lalu...

jangan lupa berkunjung ke DANAU CINTAKU

2020-07-25

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!