Bulan demi bulan berlalu...
Hari demi hari sudah lewat, dan usia kehamilan Arine sudah akan mendekati masa kelahiran. Bramantya sudah seperti suami siaga, meskipun tidak ada hubungan apapun antara dirinya dengan gadis itu, tetapi laki-laki itu sudah jarang kembali pulang ke rumahnya. Setelah kembali dari laboratorium, laki-laki itu langsung pulang ke tempat Arine. Memahami bagaimana seorang perempuan membutuhkan laki-laki, di masa masa melahirkan, membuat Bramantya menjadi lebih perhatian.
"Bram.. perutku sudah terasa nyeri, apakah itu gejala jika akan melahirkan ya.. Aku benar benar buta akan hal ini.." sambil mengusap usap perut, Arine bertanya pada laki-laki yang duduk di sampingnya itu.
Kebetulan, Bramantya menemani Arine untuk antri melakukan pemeriksaan pada Dokter Keiko. Beberapa kali partner kerjanya Aiko juga mendatangi laki-laki itu, karena melakukan konsultasi tentang hasil penelitian. Kebetulan kedua gadis yang dekat dengan laki-laki itu, sudah tahu yang sebenarnya, bagaimana hubungan kedekatannya dengan Arine. Jadi mereka melakukan hal yang malah membantu Arine.
"Nanti konsultasikan pada Keiko saja Rine.. Aku juga laki-laki, dan belum menikah. Bagaimana aku bisa tahu, ciri ciri orang akan melahirkan.." jawaban Bramantya memang bisa diterima.
Ariner tersenyum mendengar jawaban dari laki-laki itu... Beberapa kali Arine sudah mengatakan pada Bramantya untuk meninggalkannya. Karena jika mereka tetap bersama, akan banyak fitnah dan tuduhan yang datang untuk mereka. Bahkan perempuan yang ingin mendekati laki-laki itu akan mengira jika mereka adalah pasangan suami istri. Tetapi dengan tegas, Bramantya selalu menolak, dan meminta Arine untuk mengabaikan pembicaraan tentang mereka.
"Miss Arine Aalishaa Abony..." seperti biasa perawat memanggil giliran Arine.
Dengan siaga, Bramantya membantu gadis itu berdiri, dan menuntunnya masuk ke ruang periksa dokter Keiko Kana... Dokter cantik itu tersenyum melihat begitu besar perhatian laki-laki yang disukainya itu pada pasiennya..
"Bagaimana keadaamu Miss Arine.. sudah masuk trimester terakhir nih.. Sepertinya beberapa hari ke depan, kamu sudah saatnya melahirkan.." dengan ramah, dokter Keiko menyapa Arine.
"Ya dokter... malah sudah sejak tadi malam, perut saya sering merasa nyeri sebentar, tapi terus hilang. Beberapa saat lagi, rasa nyeri itu datang, kemudian menghilang lagi... Saya bingung dokter.." tanpa malu, Arine menceritakan apa yang dirasakannya.
"Tenang saja... Oh ya Bram... kamu keluar dulu. Aku akan memeriksa Arine di bagian vitalnya, karena kamu laki-laki tentu saja kamu keluar. Kecuali sih... kamu adalah suami dari Miss Arine, malah harus tetap berada di dalam ruangan ini.." dengan telak, dokter Keiko meminta Bramantya keluar. Jujur dalam hati dokter cantik itu, ada rasa iri melihat perhatian dari laki-laki itu pada pasiennya.
"Pasti Keiko.. aku akan keluar.." Bramantya segera berdiri, kemudian keluar dari dalam ruangan.
"Tidurlah disini Miss Arine.." setelah memastikan pintu ruangan ditutup, dokter itu meminta Arine untuk kembali berbaring.
Dengan cekatan, perawat membantu pemeriksaan dokter Keiko. Kedua kaki Arine diminta dokter untuk dilipat, dengan kedua lutut berada di atas. Tanpa kesulitan, Arine mengikuti anjuran dokter. Setelah mengenakan sarung tangan medis di kedua tangan, dokter Keiko memeriksa organ kewanitaan gadis itu. Beberapa saat kemudian, senyuman terbit di bibir dokter cantik itu..
"Miss Arine.. kali ini, kamu tetap berada di klinik ini. Perawat akan membantumu untuk mencari kamar untuk perawatanmu. Aku perkirakan, tidak sampai beberapa jam lagi, janin yang kamu kandung sudah akan terlahir di dunia ini.." dengan senyuman, dokter Keiko memberi tahu Arine..
"Benarkah dok.." Arine bertanya dengan ekspresi tidak percaya.
"Tenanglah.. aku akan memberi tahu Bramantya agar tetap siaga mendampingimu..." dokter itu memberi isyarat agar Arine tetap tenang.
Arine terdiam, dalam hati gadis itu hanya memanjatkan doa agar proses melahirkan yang akan di hadapinya mendapatkan kelancaran.
***********
Beberapa saat kemudian...
Bramantya merasa gelisah sendiri, melihat bagaimana Arine tampak kesakitan dan beberapa kali gadis itu merintih.. Karena tidak ada hubungan darah, dan juga bukan suami istri, Bramantya merasa tidak nyaman berada di dekat gadis itu. Tiba-tiba Laki-laki itu teringat dengan Raffi, laki-laki yang pernah dekat dengan Arine di masa SMA.
"Kenapa aku tidak berbagi kabar ini pada Raffi... Mungkin saja, anak itu bisa menemaniku disini, sama sama menguatkan Arine.."
Tidak berapa lama, Bramantya melakukan panggilan pada laki-laki itu. Satu kali panggilan tidak tersambung, dan Bramantya mengulanginya lagi. Akhirnya setelah tiga kali panggilan, tersambung juga komunikasinya dengan Raffi..
"Selamat pagi... ini siapa ya.." karena tidak menyimpan nomor ponsel Bramantya, Raffi tidak mengenalinya.
"Aku Bramantya, kakaknya Arine.. Kemarilah Raff.., kamu ke Sapporo sekarang juga., Aku butuh teman untuk berbagi cerita, Arine sedang dalam keadaan akan melahirkan. Aku bingung, dengan apa yang akan aku lakukan.." tanpa basa basi, Bramantya menyampaikan maksudnya.
Laki-laki itu terdiam sebentar, mungkin berpikir hubungan sebenarnya antara Bramantya dengan Arine,
"Raffi.. apakah kamu tidak mendengarku.. Dimana nuranimu... aku sebagai orang yang tanpa sengaja dipertemukan dengan Arine di bandara saja, aku begitu pedulinya pada gadis itu. Aku menghubungimu tanpa sepengetahuan Arine, dan mungkin Arine akan marah padaku jika dia tahu aku menelponmu. Sambungkan ponselmu dengan papa Arine, mungkin akan memperlancar lahirnya putra gadis itu. terima kasih.." tidak mendengar respon dari mantan pacar Arine, akhirnya Bramantya mengakhiri panggilan.
"Tenanglah Bram... kita berdoa saja, semoga proses kelahiran bayi adikmu disegerakan. Janganlah hilir mudik seperti itu, aku turut merasa gelisah.." Aiko yang turut menemani Bramantya pagi ini, ikut gelisah melihat laki-laki itu.
Bramantya tetap tidak mendengarkan nasehat dari partner kerjanya itu. laki-laki itu seperti suami sendiri bagi Arine, pontang panting berjuang agar gadis yang dianggap sebagai adiknya itu, segera melahirkan putranya. Tiba-tiba dokter Keiko Kana mendatangi laki-laki itu...
"Bram... aku ingin bicara padamu sebentar, ini tentang Arine.." perempuan itu menepuk bahu Bramantya, dan laki-laki itu langsung menatapnya dengan pandangan ingin tahu.
"Katakan Keiko, apa yang harus aku lakukan lagi, agar penderitaan Arine segera selesai.." laki-laki itu membalikkan badan, dan mencengkeram pundak dokter itu.
"Hemppphh.., melihat reaksimu Bram..., aku yakin tidak hanya aku, tapi semua perempuan di dunia ini akan iri pada Arine. Meskipun suaminya tidak ada, namun memiliki kakak yang sangat peduli padanya. Aku angkat topi untukmu Bram.. Namun.. sepertinya kita harus menjalankan plan B, untuk mengurangi kesakitan gadis itu.." dengan suara lirih, dokter Keiko memberikan informasi.
Terlihat laki-laki itu menghela nafas.., kemudian..
"Rencana apa itu Keiko... katakanlah..." laki-laki itu segera mengejar dokter Keiko.
"Kita lakukan operasi caesar, tapi harus seijin kerabat dekatnya. Aku sudah menanyakan tentang hal ini pada Arine, tapi gadis itu langsung menolak, tidak memberi persetujuan. Sekarang, kamulah keputusan itu Bram.., putuskanlah.." lutut Bramantya terasa bergetar.., laki-laki itu juga bingung untuk mengambil keputusan.
"Bagaimana Bram..." dokter Keiko terus bertanya...
***********
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments