Katya melangkahkan kakinya masuk ke dalam dengan senandung kecil, seorang wanita paruh baya berdiri dengan menyilangkan tangannya.
"Darimana saja kau semalam?" tanya ibu Wati tegas.
"Dari rumah Auris," jawabnya bohong.
"Jangan membohongi ibu, ibu tahu kau habis dari bar semalam," tuduh ibu Wati.
"Iya, aku ke sana semalam," ungkapnya santai.
"Katya, sudah cukup waktunya kau istirahat dan menenangkan diri. Sudah waktunya kau mengambil ahli semuanya," perintah Wati dengan suara tegas.
"Aku sudah memikirkannya. Minggu depan aku akan ke rumah sakit untuk belajar dari kak Chiko," ujar Katya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Apa kau tahu kabar Leon?"
"Mana aku tahu kabarnya, dia sudah tidak ada kabar satu tahun belakangan ini," jawabnya.
"Ibu rasa kita perlu menyewa jasa detektif swasta untuk mencarinya," cetus Wati dengan nada khawatir.
"Dan juga sewa jasa lainnya untuk mengusut kematian papa, aku merasa ini seperti direncanakan," lanjut Katya.
"Apa kau tahu alasan Leon pergi?"
"Aku tidak tahu terakhir aku lihat kakak dia lagi bertengkar dengan papa," jawabnya.
"Bahkan kita semua enggak tahu kemana dia pergi dan apa alasannya," timpal Wati lesu.
"Ibu, bagaimana Kevin?" tanya Katya sedikit meringis.
"Dia baik-baik saja, sepertinya dia belum bisa melupakan perkataanmu padanya," sindir Wati agar Katya sadar.
Mendengar sindiran ibunya tentu saja dia merasa sedikit tertohok dan bersalah pada adiknya yang masih kecil.
"Ibu aku ke kamar dulu," pamitnya yang sudah melangkah kakinya menapaki anak tangga.
Ibu Wati melihat Katya pergi begitu saja cuma bisa menggeleng kepalanya.
...****************...
Katya berjalan ke arah kamarnya tapi secara tiba-tiba dia mendengar alunan piano yang berhasil membuat kakinya berhenti.
Katya sangat menikmati alunan melodi piano ini, Katya memilih mencari dari mana melodi ini berasal, dia mengarahkan kakinya ke sebuah ruangan musik, ia berdiri di depan pintu bisa ia lihat Kevin memainkan piano tersebut dengan jari-jari kecilnya yang lincah menari di atas tuts.
Kevin menghentikan permainannya dan Katya bertepuk tangan mengapresiasi kehebatan Kevin.
"Itu sangat indah Kevin, bagaimana bisa kau memainkan melodi itu?" tanyanya basa-basi.
Melihat kehadiran kakaknya membuat tubuhnya sedikit gemetar, "kakak ngapain di sini?" tanyanya.
"Kakak mendengar alunan melodi yang kau mainkan jadi kakak mencari asal suaranya rupanya dari ruang musik, bagaimana bisa kau main piano?"
"Papa yang ajar kak," cicit Kevin meremas ujung celananya.
"Papa mengajarimu? Bagaimana bisa?" tanya Katya tidak percaya.
"Papa mengajariku main piano ketika dia tidak sibuk," papar Kevin.
Katya tahu dari gerak-gerik adiknya yang ketakutan melihatnya, ia tahu ini semua karena salahnya.
Katya menghembus nafasnya kasar dan menyamakan tingginya dengan Kevin, "Kevin maafkan kakak," ucapnya lirih.
Kevin mengerjapkan matanya memandang Katya polos, "enggak, ini salah Kevin," jawabnya.
"Enggak Kevin, ini salah kakak. Tidak seharusnya kakak mengatakan itu, kakak sangat menyesal," sesalnya memegang pundak Kevin.
"Kak, tidak ada yang salah ataupun benar karena bagaimanapun itu sudah berlalu, lebih baik kita melupakannya saja," ucap Kevin bijak.
Mendengar ucapan Kevin yang sedikit bijak dan dewasa membuat Katya sedikit tertampar, adiknya saja yang baru berumur 8 tahun sudah mempunyai pemikiran dewasa sedangkan dia cuma bisa melampiaskan semau kekesalannya.
"Terimakasih sudah mau memaafkan kakak," ucapnya tulus.
"Kakak janji enggak akan pernah bilang gitu lagi ke Kevin kan," lanjutnya.
"Kakak janji," tegasnya.
Kevin menyodor jari kelingkingnya.
Katya mengangkat satu alisnya, "apa?" tanyanya.
"Janji jari kelingking," jawab Kevin sedikit ketus.
Katya langsung menautkan kelingkingnya dengan kelingking Kevin.
"Janji," ucap Katya.
"Jika kakak melanggar janji maka kakak akan jadi kodok," sungut Kevin.
Katya malah terkekeh kecil mendengar ucapan Kevin.
"Kakak, kenapa ketawa? Enggak ada yang lucu tahu," ujar Kevin ketus.
"Kakak tertawa karena merasa lucu dengan ucapanmu."
"Itu bukan main-main, jika kakak langgar janji itu Kakak akan langsung jadi kodok, kalau kakak jadi kodok maka aku akan melempar kakak ke kolam," sungut Kevin.
"Baik kakak janji. Sebagai permintaan maaf kakak Kevin mau apa?" tanyanya tersenyum lebar.
Kevin mengetuk dagunya dengan jarinya, "mau apa ya? Kevin mau motor besar kak," ucapnya bersemangat.
"Tidak," jawab Katya tegas.
"Kakak bilang Kevin bisa minta apa aja," sela Kevin.
"Kakak akan kabulkan apa yang kau minta tapi tidak dengan motor."
"Aku mau motor," rengek Kevin menggoyang pundak Katya.
"Jika kakak bilang tidak maka tidak," tegas Katya yang membuat Kevin mengerucutkan bibirnya.
Setelah menghabiskan waktu dengan perdebatan dan rengekan Kevin yang berhasil membuat semua telinga orang-orang sedikit sakit.
Ibu Wati juga melakukan berbagai cara untuk membuat Kevin mengerti bahwa permintaannya itu tidak bisa dituruti karena dia belum cukup umur untuk memiliki itu.
"Kenapa enggak boleh?" tanya Kevin ngotot.
"Kau belum cukup umur dan tubuhmu terlalu kecil untuk bawa motor," tutur ibu Wati lembut.
"Kalau aku enggak boleh memilikinya apa aku boleh menaikinya?" tanya Kevin dengan mata berbinar.
"Iya, kau boleh menaikinya jika pak Robin yang membawanya," jawab ibu Wati.
"Hore naik motor," sorak Kevin riang.
"Kita akan motor besok jadi waktunya tidur," ujar ibu Wati merentangkan tangannya.
Kevin langsung naik ke gendongan ibunya, "bye kakak, good night," ucapnya.
"Selamat tidur juga adikku tersayang," balas Katya mengecup pipi tembem Kevin.
Ibu Wati membawa Kevin ke kamarnya untuk menidurkannya. Katya juga memilih untuk tidur lebih awal karena badannya terasa sakit.
Katya menapaki anak tangga, ketika ia menoleh ke arah kiri ia melihat ruangan yang tertutup yang tidak pernah dibuka sejak ayahnya meninggal.
Katya merasa penasaran dengan ruangan itu jadi dia memutuskan untuk masuk ke dalamnya, ia membuka handle pintu yang tidak terkunci.
Ketika dibuka bisa dilihat ruangan yang gelap dan sedikit pengap, Katya mencari saklar lampu lalu menghidupkannya. Katya menelusuri ruangan tersebut bisa ia lihat beberapa figur foto keluarganya.
Tidak ada yang menarik dengan ruangan ini selain dinding berwarna kecoklatan klasik dan beberapa furniture yang mengisi ruangan. Katya menduduki bokongnya di atas kursi kerja.
Ia mengambil secara acak dokumen di atas meja lalu membacanya sekilas, pandangannya ia turunkan ke bawah melihat laci, ia menarik laci yang tidak terkunci itu, ketika dibuka terdapat dokumen dengan sampul hitam dan selembar foto yang terjatuh.
Katya mengambil foto tersebut lalu membaliknya, ia cuma melihat seorang pria dan wanita di foto dengan tema hitam putih.
"Mungkin ini foto diambil waktu kamera belum sebagus sekarang," gumamnya membalik foto itu ke belakang.
Ia bisa melihat terdapat sebuah tulisan pada bagian foto.
"Siapa Abraham Adylson? Dan siapa itu Lily?" tanyanya pada diri sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments