Perdebatan panjang antara Auris dan Katya akhirnya membuat mereka berada di sebuah salon kecantikan tempat langganan Katya.
"Mending kemari," ucap Katya santai keluar dari mobil.
Auris cuma bisa menghentakkan kakinya kecil dan mengerucutkan bibirnya, ia tidak suka dengan pilihan Katya membawanya kemari dengan penampilan yang masih berantakan.
"Oh ayolah Auris orang ke salon itu untuk merapikan tampilan jadi tidak masalah mau kau terjebur di lumpur sekalipun salon akan merubah penampilan kita," omel Katya panjang yang tidak dipedulikan oleh Auris.
Mereka melangkah masuk dan para pegawai langsung memberikan pelayanan ke mereka. Katya memilih perawatan rambut, wajah dan body spa begitu juga dengan Auris.
Mereka telungkup di atas ranjang dengan handuk putih menutupi punggung dan pegawai memberikan pijakan relaksasi.
"Oh iya Kat, kau ada hubungi Zahra?" tanya Auris tiba-tiba.
"Aku belum membuka ponselku sejak papa meninggal dan semalam aku menelpon kau kemarin pakai telpon rumah," jawab Katya rileks.
"Kemarin aja aku minta dia pergi ke pemakaman ayahmu tidak bisa, katanya sepupunya kecelakaan," ungkap Auris menahan nyeri di kakinya.
"Aku baru tahu dia punya sepupu, ku pikir dia orang tuanya anak tunggal," cetus Katya.
"Apa rencanamu ke depannya?"
"Aku akan minta maaf Kevin," jawabnya santai.
"Cuma itu saja tidak ada yang lain?"
"Mungkin minggu depan aku akan pergi ke rumah sakit."
"Buat apa?"
"Aku akan belajar dari kak Chiko cara mengelola dan menjalankan administrasi rumah sakit naungan kelurga kami. Dan apa rencanamu juga ke depannya?" tanya Katya balik.
"Aku juga tidak tahu apa rencanaku, tapi kalau boleh jujur aku sedikit tertarik dengan kedokteran," cetus Auris.
"Jika tertarik kenapa enggak kau coba," usul Katya.
"Aku sedikit ragu apa aku bisa menyembuhkan pasienku."
"Kau tidak perlu ragu pasti kau bisa melakukannya," ucap Katya memberi semangat.
"Aku ingin bisa menyembuhkan pasienku dari rasa takut mereka dan juga masalah mental yang mereka alami," ungkap Auris tersenyum getir.
"Tunggu Auris kau bilang ingin jadi dokter kan?" tanya Katya memastikan.
"Iya aku ingin jadi dokter yang bisa menyembuhkan masalah mental orang-orang," jawab Auris.
Katya menepuk jidatnya, "Auris itu bukan dokter melainkan psikiater," gerutunya menggeleng kepalanya.
"Sama aja, sama-sama menyembuhkan orang," kilahnya.
"Auris, dokter sama psikiater itu beda," imbuh Katya.
"Apa bedanya coba sebutkan?" tantang Auris.
"Percuma kau tidak akan mengerti," hina Katya.
Auris memanyukan bibirnya sedikit kesal dengan ucapan Katya namun ia tidak mengambil hati karena mereka sudah terbiasa seperti itu.
Mereka selesai dipijat dan bangkit dan berjalan menuju ruang ganti untuk memakai pakaian mereka kembali, mereka diarahkan duduk di depan meja rias.
Para perias mulai merias wajah mereka dengan polesan make up tipis ala Korean girl, semua selesai mereka memandang wajah yang sudah terlihat bercahaya dan fresh.
"I like it," cetus Katya memalingkan wajahnya ke samping menilai riasan wajahnya.
Selesai make up mereka memutuskan untuk kembali ke rumah. Mereka melangkah kakinya terlebih dahulu ke kasir.
Katya membayar semua tagihan perawatan mereka mulai dari atas kepala sampai ujung kaki. Mereka berjalan keluar dan tanpa sadar orang dari arah depan menabrak bahu Katya.
"Kalau jalan itu lihat-lihat dong," hardik seorang wanita dengan topi melangkah kakinya pergi dari sana tanpa meminta maaf.
"Itu orang siapa sih? Dia yang salah kok aku yang dimarahin," cemooh Katya memegang bahunya.
"Itu orang kok enggak asing gitu ya," lontar Auris mengingat orang tersebut dan tiba-tiba satu bayang terlintas di pikirannya, "Kat, itu Fani," ucapnya.
"Fani? Siapa? Enggak kenal," sela Katya.
"Fani sih model, masa enggak tahu sih?"
"Itu orang model? Enggak ada menariknya jadi model plus attitude minus," cibir Katya memainkan kukunya.
"Iya sih. Aku dengar dia punya backingan makanya bisa jadi model," seru Auris.
"Enggak heran kalau itu orang punya backingan karena orang macam dia enggak cocok jadi model sama sekali," hinanya sinis.
"Udah sih ngapain kita bicarakan sih model minum akhlak itu mending kita balik aja," ajak Auris menarik tangan Katya.
Katya cuma pasrah ditarik oleh Auris, mereka masuk dan duduk seraya memasang sabuk pengaman dan langsung menancap gas meninggalkan parkiran salon.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Keluarga Wijaya sedang mengumpul di ruang keluarga, Alex duduk dengan Cherry yang kepalanya bersandar di bahunya dan mami Rika duduk santai seraya membaca majalah.
"Kak, jadi penyebab kecelakaan itu sudah mati ya?" tanya Cherry.
"Meninggal Cherry bukan mati," jawab Alex.
"Sama ajalah kak, sama-sama pergi dari dunia," sungut Cherry.
"Bedalah Cherry, mati itu hewan, meninggal untuk manusia," papar Alex mengontrol nada suaranya.
"Tetap sama," jawabnya tidak mau kalah.
Alex memijit pelipisnya, "serah Cherry," ucapnya seraya mengelus dadanya.
Bela menghampiri mereka dengan nampan di atas tangannya, ia menyajikan puding buatannya di atas meja.
"Silakan," ucap Bella lembut menyodori sepiring puding pada suaminya.
Alex menerimanya, "makasih sayang," ucapnya halus.
"Mami dimakan dulu, ini bagus untuk kesehatan mami," pinta Bella.
"Terimakasih nak. Kamu tahu aja puding kesukaan mami," puji Rika.
Bela menyingkap bagian bawah gaunnya dan duduk di sofa dengan begitu elegan. Ia meminum secangkir teh dengan anggun.
"Punya kakak ipar cantik plus elegan gini bikin orang bad mood aja," batin Cherry merasa iri dengan kakak iparnya.
Bela meletakkan cangkirnya di atas meja, "Alex, bagaimana dengan Aksa sekarang apa ada perkembangan?" tanyanya khawatir.
"Masih belum menunjukkan perkembangan apapun," jawab Alex memasuki puding ke mulutnya.
"Bagaimana dengan penyebab kecelakaan?"
"Dia sudah meninggal dan polisi menyatakan kecelakaan ini sebagai pembunuhan berencana," papar Alex.
"Bagaimana bisa kasusnya menjadi seperti itu?"
"Polisi sudah mengecek mobil penabrak, setelah diperiksa rem mobilnya blog padahal mobil itu baru saja keluar dari bengkel dua hari sebelum kecelakaan," jelas Alex panjang.
"Apa sudah ditemukan sih pelaku?"
"Belum, polisi masih mencari bukti yang lain dan keluarga korban ingin kasus ini terus dilanjutkan."
"Kau kata penabrak merupakan direktur rumah sakit Wilson? Bisa jadi ini kasus perebutan kekuasaan," lontar Bella santai.
"Tidak akan ada perebutan kekuasaan Bella, seluruh saham rumah sakit itu murni milik keluarga Wilson, kalaupun ada tidak mungkin anaknya yang baru berumur 18 tahun tega melenyapkan ayahnya sendiri demi kursi direktur."
"Tapi perasaan mami mengatakan kecelakaan ini akan membawa perubahan baru di keluarga kita," ujar mami Rika secara spontan.
"Mami kita pasrahkan saja pada tuhan, kita cuma mengikuti alur saja," sambung Bella bijaksana.
"Enggak Bella, ini bukan perasaan biasa tapi mami bisa merasakan akan ada perubahan di keluarga ini, entah itu baik maupun buruk. Mami bisa merasakannya," kelit mami Rika meremas jarinya.
"Mami tenang saja, apapun yang terjadi keluarga kita pasti baik-baik saja," lontar Alex penuh penekanan.
Rika mendengar perkataan anaknya cuma bisa diam dan menerima masukan mereka namun tetap saja hatinya merasa sedikit resah dan tidak baik-baik saja.
"Aku harap ini cuma keresahan biasa," batinnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments