Dua orang pria duduk di dalam mobil, seorang pria muda mengemudi dengan ekspresi wajah jengkel.
Ia menatap sinis pada pria yang duduk di kursi sebelahnya, "apa papa belum puas menertawakan aku," ucapnya.
"Aku tidak akan pernah puas Alex," balasnya terkekeh.
"Oh iya pa, yang papa bilang di cafe barusan maksudnya apa?"
"Yang mana?" tanya David balik.
"Itu yang papa bilang calon istri," jawab Alex ketus.
"Oh yang itu. Kau tahu cerita papa sama mama nikah secara mendadak. Dulu papa jatuh cinta sama istrinya," ujarnya sedikit menarik sudut bibirnya.
"Jadi papa masih cinta gitu sama dia?" lontar Alex sinis.
"Bukan gitu maksudnya. Papa dulu akui sangat mencintainya tapi sayang dia malah mencintai pria lain."
"Aku kalau jadi wanita itu pasti pilih om James pada papa," sungut Alex kesal. "By the way, aku penasaran wanita yang dulu ingin papa nikahin secantik apa sampai papa masih ingin beri perhitungan sama orang yang sudah meninggal."
"Wanita itu sangat cantik, dia sangat cantik ketika dia bermain musik," ucapnya tanpa terasa ia menarik senyumnya.
"Aku akan bilang ke mami kalau papa belum bisa move on dari mantan calon istrinya," lontar Alex dengan tatapan tajam.
"Putraku sayang, kau tidak boleh bilang ke mami. Kau tidak kasihan pada ayahmu ini?"
"Tidak sama sekali. Mami lelah jaga Aksa di rumah sakit sedangkan papi malah mikirin mantan calon istri papi itu," sungut Alex jengkel.
David tertohok dengan ucapan Alex, ia akui ia salah memikirkan kembali masa lalunya tanpa memikirkan istrinya yang pasti lelah merawat anak mereka di rumah sakit.
Secara singkat suasana mobil yang tadi diisi dengan tawa dan obrolan ringan malah menjadi dingin dan hening.
Mobil berhenti tepat di parkiran, Alex dan David keluar dan melangkah kaki ke ruang ICU, dapat dilihat mami Rika duduk di sofa yang disediakan oleh ruang ICU.
David duduk di sebelah istrinya, mami Rika melihat papi langsung menyenderkan kepalanya di bahu David.
"Kau lelah, tidurlah," ucapnya mengusap rambut Rika.
"Aku enggak lelah," balas Rika dengan mata sayup.
"Apa kata dokter mengenai kondisi Aksa?"
"Dokter bilang Aksa belum menunjukkan perkembangan dan tanda-tanda dia akan bangun dari koma."
"Oh iya. Fani ada datang kemari?"
"Dari Aksa kecelakaan dia belum pernah menjenguknya," cibir Rika yang tidak pernah menyukai kekasih anaknya.
"Mi, pulanglah dan istirahat!"
"Aku tidak mau, aku mau di sini," tolaknya.
"Kau terlalu lelah biarkan dirimu istirahat. Besok kau bisa datang lagi kemari. Aksa pasti sedih melihatmu sakit nanti," papar David lembut.
Mami Rika tidak memberikan jawaban apapun.
"Alex, tolong antar mami pulang. Kalian istirahat saja," perintahnya tanpa penolakan.
Mami Rika beranjak dari sofa dan melangkah kakinya pergi dari ICU bersama Alex.
David berdiri dan berjalan mendekati kaca pembatas yang menampilkan Aksa dengan berbagai alat penunjang kehidupannya.
Ia menempelkan tangannya dan memandang sendu, "Sa, cepatlah sadar. Papi merasa kecelakaan ini bukanlah sekedar kecelakaan biasa melainkan konspirasi," lirihnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Dua orang gadis dengan kepala yang dibaringkan di atas meja bar, bau alkohol yang melekat di badan. Mereka tertidur begitu pulas padahal club ini sudah tutup.
Waktu telah menunjukkan pukul tujuh pagi yang menandakan hari baru telah dimulai tapi tidak dengan mereka yang malah tidur tidak tahu tempat.
Bartender melihat mereka memilih membangunkan, ia pertama menggoyang sedikit tubuh tapi mereka tidak bangun.
Bartender memercikkan air ke wajah mereka dan cara itu berhasil. Kedua gadis tersebut membuka mata secara perlahan dan mengangkat kepalanya.
Mereka merasa sedikit nyeri di bagian leher, mereka memberikan sedikit pijakan pada tengkuk.
Katya menyadari ia tertidur di meja bar menatap lekat sih bartender, "pukul berapa sekarang?" tanyanya.
"Tujuh lewat lima belas menit," jawabnya cepat.
"Berapa banyak yang kami minum semalam?" tanya Auris menguap.
"Kalian minum begitu banyak sampai kalian tertidur di sini," jelasnya singkat.
"Apa aku sudah membayar minuman yang kami minum?" tanya Katya merasa sedikit sungkan.
"Maaf kalian belum membayarnya."
Tangan Katya langsung menjangkau tas yang tergeletak di atas meja, ia membuka dan mencari dompetnya lalu mengeluarkan sebuah kartu pada bartender tersebut.
Bartender mengembalikan kartu itu, "terimakasih dan semoga anda puas dengan pelayanan kami," ucapnya ramah.
"Bisa minta air putih," celetuk Auris tanpa malu.
Bartender tersebut memberi segelas air putih kepada mereka berdua, dan langsung saja meminumnya dengan tenggorokan yang sedikit kering dan panas.
"Terimakasih," ucap mereka berdua.
Katya dan Auris memilih ke toilet terlebih dahulu, ketika mereka bercermin mereka berdua kompak berteriak untung saja toilet lagi sepi.
"Ini wajahku?" tanya Katya tidak percaya melihat matanya sedikit bengkak dengan riasan mata yang berserakan.
"Oh tuhan, kenapa wajahku kusam seperti ini," rengek Auris langsung membasuh wajahnya sedikit kasar.
"Kita harus ke salon," putus Katya yang juga membasahi wajahnya berharap riasannya hilang walaupun itu mustahil.
"Tidak ada gunanya ke salon kalau kondisi kita berantakan gini lebih baik pulang," sambung Auris menarik rambutnya lembut agar tertata rapi.
"Pulang dengan kondisi begini? Enggak lebih baik ke hotel saja," sela Katya.
"Ok hotel itu lebih baik pada pulang ke rumah. Ibuku dan ibumu pasti memarahi kita jika pulang dengan keadaan seperti ini."
"Ayo kita pergi dari sini," ajak Katya yang telah melangkah kakinya keluar dari toilet.
"Katya tunggu," teriak Auris berlari kecil menyamai langkah kaki Katya.
Mereka masuk ke dalam mobil, dan memakai sabuk pengaman. Katya langsung menyalakan mesin dan menancap gas meniggalkan bar itu yang telah kosong.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments