Dua minggu kemudian
Katya terbangun dari tidurnya ia tidak langsung beranjak dari sana, sudah dua minggu ia mengurung diri di kamar. Ia menatap nanar pada bingkai foto yang terpanjang di atas dinding kamarnya.
"Pa, ma, pasti kalian udah bertemu di sana? Bagaimana rasanya bisa bertemu kembali dengan mama? Pasti kalian bahagia," ucapnya terisak mencengkeram dadanya.
"Pa, andai aku tahu hari kita pulang dari Bali hari terakhir mu aku tidak akan pernah biarkan kau pergi, kenapa kau pergi secepat ini? Aku belum siap untuk mengambil alih rumah sakit yang papa bangun," teriaknya nyaring.
Pintu kamarnya terbuka seorang wanita paruh baya masuk ke dalam dengan membawa nampan berisikan makanan.
"Katya, makanlah sayang," pintanya menarik selimut Katya.
"Aku tidak lapar, bawa saja keluar," tolaknya tidak bergeming sama sekali.
"Ibu mohon makanlah walaupun cuma sedikit. Kau sudah lama tidak makan bagaimana jika kau sakit?"
"Biarkan saja aku sakit agar aku bisa bertemu papa sama mama."
Melihat aksi Katya mogok makan membuat Wati sedikit pusing dan sedih secara bersamaan.
"Kat, kau boleh menangis dan lampiaskan semua kesedihan dan amarahmu tapi setelah itu semua selesai kau harus bangkit sayang. Kevin membutuhkanmu dan rumah sakit memerlukan pemimpinnya, semua bergantung pada dirimu," papar ibu Wati agar Katya mengerti bahwa sekarang situasi telah berubah.
"Ibu, aku enggak sekuat itu untuk menjalankannya, kenapa semua pergi ninggalin aku? Pertama mama terus kak Leon sekarang papa, andai Kevin enggak lahir mungkin mama tidak akan pernah pergi. Seharusnya dia tidak usah lahir," teriak Katya yang berhasil menghancurkan hati seorang pria kecil yang berdiri di depan pintu kamarnya.
Telapak tangan ibu Wati melayang ke pipi Katya yang berhasil membuat wajahnya berpaling ke kiri, rasa sakit dan panas merambat di area pipi Katya yang lantas membuat ia mengusapnya sejenak.
Katya memandang ibu Wati yang sudah diselimuti amarah padanya.
Ibu Wati mencengkeram bahu Katya, "Aku tidak pernah merasa bersalah dan menyesal menamparmu dan aku tidak akan pernah memaafkan kau jika kau mengatakannya sekali lagi," ucapnya mendorong Katya yang membuat tubuhnya terbentur di head board.
Ibu Wati berjalan meninggalkan kamar Katya ia membanting pintu begitu kuat yang berhasil membuat orang di dalam sedikit terkejut.
Melihat kepergian ibu asuhnya membuat Katya beranjak dari tempat tidurnya, ia mulai melempar barang-barang yang berada di jangkauannya.
"Sialan, kenapa aku seperti ini!" teriaknya nyaring menonjok sebuah cermin yang berhasil membuat tangannya terluka.
...----------------...
Ibu Wati berbalik dan bisa ia lihat wajah Kevin yang sudah basah dengan air mata dan hidungnya sedikit berair.
Ketika ibu Wati ingin mendekati Kevin bisa ia dengar suara barang-barang yang dibanting beserta teriakannya yang layaknya seperti orang gila.
Kevin menutup kedua telinganya bisa dilihat dari raut wajahnya ia ketakutan, ibu Wati langsung menggendong Kevin membawa dia pergi dari sana.
Ibu Wati menurunkan Kevin dari gendongannya dan mendudukkannya di gazebo, ia memeluknya dan mengusap pelan punggungnya.
"Sudah nak jangan menangis," ujarnya menyeka air mata Kevin.
"Harusnya Kevin enggak dilahirkan pasti mama tidak akan meninggal, kenapa Kevin harus lahir?" teriaknya dengan suara yang sudah serak.
"Jangan bilang seperti itu. Jangan buat pengorbanan ibumu sia-sia. Ibumu sangat menyayangimu," ucapnya tanpa sadar menetes air mata mengingat kenangan dengan Irene.
"Mama menyayangiku? Ibu bohong pasti dia membenciku di atas sana."
"Enggak, nyonya sangat mencintaimu. Kau tahu apa penyesalan ibumu?" tanya ibu Wati mengangkat dagu Kevin agar bisa melihatnya.
Kevin menggeleng kepalanya memberikan jawaban.
"Penyesalan ibumu adalah tidak bisa merawatmu dan membesarkan dirimu, dia pernah bilang di saat terakhirnya aku tidak pernah menyesal melahirkannya karena dia anakku dan cintaku," papar ibu Wati yang berhasil membuat air mata Kevin mengalir membasahi pipinya.
Ibu Wati memeluknya dan membiarkan anak asuhnya menumpahkan kesedihan di hatinya biarkan ia menangis untuk terakhir kalinya karena ia tidak akan pernah membiarkan anaknya setetes air mata keluar dari anaknya.
"Jika semua orang berharap kau tidak dilahirkan tapi percayalah aku sangat bahagia kau lahir Kevin. Jika dunia membencimu maka percayalah ibu akan selalu di sisimu apapun yang terjadi," ucapnya sedikit serak dan menangis bersama dengan anaknya.
...----------------...
Seorang pria paruh baya duduk seorang diri di salah satu sudut cafe, ia menunggu seseorang dengan ditemani secangkir kopi.
Ia menyesap kopinya dan terdengar suara kursi yang ditarik, membuat ia tersenyum dan mengangkat pandangannya, "kau terlambat Alex," ucapnya.
"Maaf aku terjebak macet," balas Alex singkat.
"Kau sudah mendapatkan apa yang ku inginkan?"
"Sudah, ini informasi yang papa cari," jawabnya menyodorkan amplop coklat.
David segera membuka amplop itu dan melihat isinya, ia sedikit terkejut dengan informasi yang dia baca.
"Sudah ku duga ternyata memang dia," ucap David pelan yang berhasil didengar oleh Alex.
"Siapa yang papi maksud?" tanyanya dengan mengerutkan keningnya.
"Orang penyebab Aksa kecelakaan," cetusnya sedikit sinis.
"Apa papi mengenalnya?"
"Tentu saja aku mengenalnya. Aku tidak pernah menyangka dia akan pergi secepat ini."
"Apa papi ingin menuntutnya? ayolah itu percuma dia sudah tiada."
"Karena dia sudah tiada itu membuatku kesal. Kenapa dia harus pergi sebelum aku membalas perbuatannya di masa lalu."
"Apa yang dia lakukan sama papi?"
"Dia merebut calon istriku," jawabnya yang berhasil membuat Alex membuka mulutnya lebar.
"APA!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments