Cherry bolak-balik berguling secara tidak jelas, dia menarik dan membuka selimut tapi ia tetap tidak bisa tidur, lalu ia bangkit dari tidurnya dan mengacak kepalanya.
"ahhhhh..... Bisa gila aku lama kelamaan," keluhnya melempar bantal.
"Aku harus menelpon kak Aksa, pasti dia bisa kasih aku solusi," ucapnya mengambil ponsel di atas meja.
Cherry mencari kontak kakaknya dan menekan nomor tersebut.
"Halo, ada apa Cherry?" tanya Aksa dengan suara berat dari belahan dunia.
"Gak apa-apa," jawabnya cepat.
"kau belum tidur? bukannya di sana sudah pukul 3 pagi? Kau begadang?" tanya Aksa.
"Cherry enggak bisa tidur. Bang Cherry kangen sama abang," jawab Cherry sedikit lesu.
"Baru beberapa jam kakak pergi. Kangen atau kau lagi ada masalah?" goda Aksa.
"Kok Abang tau sih, aku lagi ada masalah," decak Cherry menendang selimut.
"Dari nada suaramu saja kakak tahu kamu lagi ada masalah," papar Aksa.
"Bang, apa aku boleh cerita?"
"Cerita aja, mana tahu aku bisa bantu," balas Aksa.
"Bang, papa ingin aku jadi dokter," ucap Cherry lesu.
"Terus Cherry bilang apa ke papi?"
"Cherry enggak ada bilang apa-apa, kalau bisa milih Cherry ingin bersantai tanpa mikir apapun," jawabnya gembira.
"Cher, papi pasti ingin yang terbaik buat kamu. Coba kamu pikirkan sekali lagi dengan pikiran yang santai, kalau bisa kamu riset dengan pergi ke rumah sakit gitu," saran Aksa berharap Cherry mengerti.
"Kakak sama aja macam papa, enggak pernah ngertiin Cherry," teriaknya mematikan panggilan secara sepihak.
Cherry melempar ponselnya di atas kasur, ia menarik selimut menutupi tubuhnya.
"Pada mikirin masa depan yang belum pasti lebih baik tidur," putusnya mematikan lampu kamar.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Dua orang pria yang sedang menikmati sarapan dengan pemandangan keindahan kota Paris yang disajikan melalui jendela kamar.
"Kenapa? Cherry yang telpon?" tanya Rafael seraya minum secangkir espresso.
"Iya, biasa ada masalah sama papi," jawab Aksa memasukkan sup ke mulutnya.
Sup yang dimakan Aksa ialah Soupe a l’oignon adalah sajian berupa sup hangat yang terbuat dari kuah sapi bertekstur kental dengan tambahan potongan bawang putih.
"Cherry ingin lanjut kemana?" tanya Rafael tiba-tiba.
"Engga tahu, dia bilang papa suruh dia jadi dokter," jawabnya acuh.
"Om David, engga kirim dia ke luar negeri kan?"
"Kenapa? takut Cherry pergi jauh," goda Aksa.
"Tidak, aku cuma penasaran saja," balas Rafael sedikit gugup.
"Bilang aja kali suka. Aku setuju jika Cherry bersamamu," ucap Aksa.
"Kau bisa aja bercanda."
"Aku serius, perjuangkan adikku dan jaga dia baik-baik," ujar Aksa secara tegas.
"Ngapain sih kita bahas Cherry. Ayo siap-siap sebentar lagi kita inspeksi perusahaan," ujar Rafael mengalihkan pembicaraan.
Aksa mendengar itu langsung mengecek laptopnya, dan fokus pada monitor. Rafael sedikit lega karena Aksa tidak membicarakan tentang Cherry.
...****************...
Seorang gadis berbaring di atas tempat tidur mengamati langit-langit, ia mengusap rambutnya kasar.
"Kenapa aku terus kepikiran dengan tawaran Katya! Engga, aku tidak boleh terima bagaimanapun aku sudah banyak berhutang budi padanya," ucap Auris.
Ia tidak bisa tidur, ia bolak balik berguling namun tidak ada tanda-tanda ia akan tertidur.
"Apa aku ke tempat Katya aja besok? sial besok hari peringatan Tante Irene waktunya Katya dan keluarganya," ujarnya sedikit kecewa.
Auris berjalan tidak tentu arah dengan penampilan yang begitu kacau, bajunya acak-acakan, roknya yang robek bibirnya berdarah, dan wajahnya terluka. Orang-orang terus melihat ke arahnya dan berpikir ia orang gila namun melihat seragam sekolahnya orang juga berpikir ia habis ikut tawuran.
Ia berjalan tanpa peduli apa yang orang-orang pikirkan dan katakan untuknya sampai kakinya berhenti di sebuah jembatan, ia memandang ke bawah, arus air begitu deras dan tekanannya cukup tinggi.
"Mungkin ini yang terbaik," ucapnya memanjat pembatas.
Seorang gadis remaja melihat apa yang dilakukan Auris, ia memilih melewatinya saja namun tidak dengan hati nuraninya.
Ia menarik tangan Auris dan membuat ia jatuh ke atas aspal.
"Apa yang kau lakukan!" teriak Auris.
"Kau masih bertanya apa yang aku lakukan? Kau pikir aku mau menolong mu? Kau merusak pandanganku," teriak gadis itu satu oktaf.
Auris matanya berkaca-kaca dan ia malah menangis, hal ini membuat gadis itu sedikit jengkel.
"Kenapa kau menangis? Aku tidak ada berbuat apa-apa padamu?"
"Aku menangis karena kau aku tidak jadi pergi ke alam lain," balas Auris mengusap matanya.
Orang-orang memandang mereka berdua, gadis remaja itu tidak tahan pada tatapan orang padanya, ia menarik tangan Auris untuk berdiri.
"Berdiri, kenapa bajumu seperti ini? Orang akan pikir kau orang gila yang kabur dari rumah sakit jiwa," ucapnya memasang cardigan di tubuh Auris.
Gadis itu membawa Auris pergi dari sana, mereka berjalan sampai mereka beristirahat di depan mini market.
"Ini minum," ucapnya mengulur sebotol air mineral di depan Auris.
Auris mengambilnya ia meminum air itu dan juga menyiram wajahnya.
"Kau gila, aku menyuruhmu minum bukan menyiram wajahmu," pekiknya.
"Aku memang gila, makanya menjauh dariku," balas Auris sedikit serak.
Gadis itu menghembuskan nafasnya kasar dan mengusap rambutnya ke belakang.
"Kalau kau mau mengakhiri hidupmu pikirkanlah ibumu yang sedang menunggumu di rumah, apa kau bisa bayangkan betapa hancurnya dia jika kau benar-benar bunuh diri, dia akan merasa gagal menjaga anaknya," teriaknya tepat di hadapan Auris.
"Kenapa hidup tidak adil padaku? Kenapa harus aku yang mengalami ini?" teriak Auris sedikit terisak.
Gadis itu memilih membiarkan Auris menangis setelah ia merasa Auris cukup tenang ia mengeluarkan sebuah sapu tangan.
Auris memandangnya dan menerima sapu tangan itu, "terima kasih," ucapnya.
"Terima kasih sudah menyelamatkan hidupku, aku tidak bisa membayangkan bagaimana jika aku betul-betul mengakhiri hidupku," ucap Auris tulus.
"Aku hanya kebetulan lewat. Kenalkan namaku Katya Angelina Wilson, kau bisa panggil aku Katya," ujarnya mengulur tangannya.
Auris membalas jabat tangan Katya, "Auris," jawabnya.
Auris mengingat kembali pertemuannya dengan Katya dan ia tidak akan pernah melupakan kebaikan yang dilakukan Katya padanya.
"Di antara semua orang yang aku temui cuma Katya yang mau mengulurkan tangannya ke arahku. Aku cukup tahu diri untuk tidak membebaninya lagi," ucapnya memeluk boneka beruang.
Auris berdiri berjalan mendekat ke meja rias, ia membuka laci dan mengeluarkan selembar foto.
Ia menatap foto seorang gadis yang berpose di depan menara Eiffel tersebut dengan penuh kebencian, "karena dirimu hidupku hancur. Aku berjanji akan membalas mu suatu hari nanti dan aku akan selalu berdoa semoga hidupmu dipenuhi dengan penderitaan," ucapnya meremas foto itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments