Mansion keluarga Wijaya
Mereka sedang berkumpul di ruang keluarga dengan Cherry yang duduk menyender di bahu ayahnya.
"Cher ujian kamu kan sudah selesai tunggu beberapa hari lagi lulus, jadi apa rencana setelah lulus?" tanya Papi seraya mengelus surai rambut Cherry
"Cherry belum tau Pi, apa rencana selanjutnya setelah lulus, belum kepikiran sampai kesana," jawabnya memasukkan puding ke mulutnya
"Apa kamu mau melanjutkan bisnis papi yang ada di luar negeri?"
"Maaf Pi, bukan nya Cherry nolak tapi Cherry gak ada niat melanjutkan bisnis papi karena Cherry bosan masa setia anak dari keluarga Wijaya menjadi pebisnis, Cherry ingin lain dari kakak lainnya," jawabnya mengembung pipinya.
"Baik papi terima keputusan yang kau buat, papi tunggu rencana yang ingin kau lakukan," putus David tegas
"Emang Cherry ingin jadi apa?" tanya Rika meminum coklat panas.
"Tidak tahu mi, tapi Cherry waktu kecil ingin jadi dokter agar bisa menyelamatkan nyawa orang lain," jawab Cherry sedikit bersemangat.
"Saya kenapa tidak jadi dokter saja? mami malahan setuju dengan cita-citamu," usul Rika.
"Papi setuju dengan itu, keluarga kita belum ada yang menjadi dokter, papi ingin kau menjadi dokter Cherry," pinta David.
Cherry sedikit membuka mulutnya, "Pi, kasih waktu buat Cherry menata masa depan," pintanya.
"Baik, papi kasih waktu sampai hari kelulusan," putus David tanpa penolakan.
Cherry sedikit tidak terima dengan keputusan ayahnya buat, bagaimanapun yang menjalani adalah dirinya bukan orang lain.
Cherry memilih masuk ke kamarnya, Rika memandang punggung putrinya cuma bisa menghela nafasnya.
"Sayang, apa kau tidak terlalu tegas padanya?" tanya Rika.
"Menurutku tidak, dia harus sedikit didoktrin karena tidak semua yang ia mau harus dituruti," jawab David datar.
...----------------...
Seorang gadis yang duduk di sofa menunggu kepulangan orang tercintanya dengan ditemani secangkir coklat panas.
Ia memilih menghabiskan waktunya dengan membaca sebuah novel, sampai atensinya teralihkan oleh suara kaki yang mendekat padanya.
"Kau belum tidur Katya?" tanya James menduduki sofa.
"Aku belum mengantuk, ada hal yang ingin ku bicarakan," jawab Katya tanpa basa-basi.
"Apa yang ingin kau bicarakan?"
"Pa, besok ulang tahun Kevin. Apa kita bisa merayakannya?" tanya Katya sedikit ragu.
"Kita akan merayakannya seperti biasa," jawab James datar.
"Pa, bukan dirayakan setelah hari kelahirannya tapi harus hari dia dilahirkan," protes Katya.
"Enggak ada yang boleh merayakannya di hari itu, kau tidak lupa kalau mama meninggal di hari itu."
"Pa, ikhlaskan kepergian mama. Mama udah bahagia di atas sana, jangan kita buat dia sedih karena ini," pintanya dengan nada memelas.
"Katya, selama ini papa berusaha mencurahkan kasih sayang secara adil buat kalian. Papa cuma minta ulang tahun Kevin dirayakan seminggu setelah hari peringatan mama, apa papa salah?" tanyanya berusaha mengatur nafasnya.
Katya menahan agar kristal bening tidak keluar dari matanya, ia menggeleng kepalanya dan berlari ke kamarnya.
James melihat cuma bisa mengacak rambutnya kasar, "Irene, apa aku salah?" tanyanya memandang bingkai foto seorang wanita.
...----------------...
Katya berlari dan membanting pintu kamarnya, ia melemparkan tubuhnya di atas kasur.
Ia memilih mengeluarkan semua air mata yang ia tahan dengan menepuk dadanya, "Ma, ini sakit. Kenapa mama harus pergi secepat ini? Setelah mama pergi papa berubah bahkan kak Leon juga pergi," keluhnya.
"Ma, andai mama di sini pasti kita akan menjadi keluarga yang bahagia, enggak akan ada papa yang workaholic, dan pasti kak Leon gak akan pergi," ucapnya memeluk bingkai foto.
Seorang wanita bermain dengan begitu indahnya setiap tuts yang dia tekan menghasilkan melodi yang indah dan anak kecil yang duduk disampingnya juga menekankan tuts dan dia terus menghasilkan melodi yang indah dan anaknya membuka suara.
"Mama kenapa mama begitu suka bermain piano?" tanya anak itu.
"Karena dengan memainkan ini,mama bisa menyampaikan perasaan mama kepada orang-orang mama sayangi dan apa kau tau dulunya mama ingin menjadi seorang pianis tapi tidak kesampaian," balas Irene.
"Kenapa? pasti semua orang akan menyukai nya habis itu mama kan cantik!" sungut Katya.
"Suatu hari kau akan mengetahuinya dan mama berharap kau bisa mengajarkan adikmu nanti cara bermain piano," ucap Irene mengelus perutnya.
"Kenapa setiap lagu yang mama mainkan lagunya tentang kesedihan kenapa tidak lagu yang lain aja?" tanya Katya penasaran.
"Kau tau kenapa? karena mama ingin kau terbiasa dengan kesedihan karena di dunia ini tidak selamanya indah karena dunia ini pasti akan memberikan dirimu luka yang tidak bisa diobati, dan sayang teruslah jadi gadis baik dan tidak pernah menyerah karena tuhan menyukai orang yang baik dan selalu menolong orang lain dan juga buatlah banyak warna dalam hidupmu," ucap Irene mengusap rambut putrinya.
"Kalo gitu aku ingin seperti mama karena mama cantik dan baik," kata Katya dengan celoteh anak-anak.
Terdengar suara langkah kaki seseorang dan ia memeluk Irene dari belakang, "mama, papa bikin aku kesal," adunya.
Irene tersenyum dan berbalik, "apa yang bikin putra mama yang tampan ini kesal?" tanyanya mencolek dagu Leon.
"Papa tidak membiarkan aku memasukkan bola ke ring," jawabnya melipat kedua tangannya.
"Bukan gitu sayang," sahut seorang pria yang berjalan mendekat ke mereka.
"Papa berbohong," decak Leon.
"Bilang saja kau tidak terima papa mengalahkan mu," ucapnya mengangkat Leon.
Leon mengerucutkan bibirnya, Irene begitu gemas dengan tingkah putranya memberikan kecupan ke pipi Leon.
Katya menarik ujung baju James, "papa, Katya juga mau digendong," ucapnya sedikit cemburu.
"Enggak boleh, papa cuma boleh gendong aku," jawab Leon mengalungkan tangannya ke leher James.
Melihat perdebatan anak-anaknya Irene memilih menggendong Katya, "putri mama yang cantik," ucapnya mengecup kening Katya.
"Lihat mama lebih sayang Katya pada kakak," sungutnya menjulurkan lidahnya.
"Papa lebih sayang sama kakak pada Katya," balas Leon tidak mau kalah.
Irene dan James cuma bisa tertawa melihat perdebatan antara kedua anaknya.
Katya mengingat kenangan yang ia lewati bersama keluarganya sebelum Kevin ada, Irene dalam keadaan mengandung waktu itu.
"Ma, jika Kevin tidak lahir apa mama masih hidup?" ucapnya tanpa ia sadari.
Katya yang menyadari perkataannya langsung saja mengacak rambutnya, "enggak, Kevin tidak salah. Ini semua udah takdir bahkan Kevin juga korban," ucapnya memandang pantulan dirinya di cermin sudut kamarnya.
Katya langsung bangkit dari tempat tidur, ia keluar kakinya melangkah dan berhenti di depan kamar.
Katya membuka handle pintu, ia menyusuri keberadaan adiknya, ia duduk di pinggir ranjang.
Mata Katya sedikit basah menatap Kevin, "maafin kakak, kakak sudah menyalahkan mu, kakak sangat menyayangimu, kakak janji akan memberikan semua hal yang kau inginkan," ucapnya sedikit terisak membelai kepala Kevin dan mencium keningnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments