Bagaimana Pekerjaanmu?

Sebenarnya Kinanti sangat suka makan di kafetaria kantor. Dulu setiap jam makan siang, Kinanti akan lebih memilih makan disana dibanding mencari makanan di luar seperti rekan kerjanya. Apalagi alasannya kalau bukan harga yang lebih murah?

Tapi ada alasan lain yang membuat Kinanti betah makan disini. Dia bisa mencuri pandang pada sosok yang ia kagumi selama bekerja disini. Ketua tim pertamanya yang sering ia panggil Mas Tristan. Sama halnya seperti Kinanti, Mas Tristan juga selalu menghabiskan jam makan siangnya di kafetaria kantor.

"Lebih ringkas dan efisien aja, Ti. Aku kan tidak suka yang ribet-ribet." Jawab Mas Tristan saat dulu Kinanti menanyakannya.

Dan Kinanti sangat sering makan berdua dengan Mas Tristan. Hanya berdua saja sembari mengobrol ngalur ngidul mulai dari urusan pekerjaan hingga filosofi kehidupan. Namun sejak dipindahkan sebagai sekretaris Darian, Kinanti tidak bisa lagi melakukan itu semua.

Setiap hari Kinanti harus makan di mejanya agar ketika Darian mencarinya, ia dapat selalu siaga. Jika Kinanti tidak ada saat Darian membutuhkannya, maka Darian akan langsung membantainya di depan banyak orang tanpa ragu. Jadi apa boleh buat? Setiap pekerjaan sudah pasti memiliki resikonya dan menjadi samsak tinju Darian adalah resiko pekerjaan Kinanti.

Hari itu, Darian sedang pergi ke luar kota. Perjalanan dinas katanya. Tapi Kinanti hafal benar bahwa ia tidak memiliki jadwal apapun pada hari itu. Mungkin Darian ingin menemui kekasihnya dan Kinanti tidak peduli dengan hal itu. Karena ada kesempatan untuk menghilang, Kinanti pun segera meluncur ke kafetaria kantor saat jam makan siang tiba.

Setelah berjalan beberapa menit dan turun dengan menggunakan lift, Kinanti akhirnya tiba di tempat itu. Namun hari itu kafetaria kantor tampak sangat sepi. Hanya ada beberapa karyawan sepuh yang makan disana. Bahkan Kinanti pun tidak dapat menemukan sosok Mas Tristan yang ditunggunya.

"Mbak Kinanti mencari Mas Tristan ya?" Tanya ibu kantin saat melihat Kinanti yang celingukan.

Kinanti mengangguk.

"Iya, Bu. Mas Tristan belum kesini ya?" Balas Kinanti.

Ibu kantin hanya menggeleng. Tampaknya ia juga tidak terlalu mengetahui keberadaan Tristan.

"Tapi sudah beberapa hari ini saya tidak ketemu Mas Tristan, Mbak. Mungkin lagi dinas di luar atau tidak masuk kerja." Jawab Ibu Kantin.

"Oh iya, mungkin ya Bu. Ya sudah Bu, saya pamit makan dulu ya. Permisi Bu." Pamit Kinanti yang dibalas dengan anggukan dari Ibu Kantin.

Karena kafetaria saat itu sangat sepi, tidak susah bagi Kinanti untuk menemukan tempat duduk. Ia memilih duduk di sudut kafetaria agar ia bisa makan sambil mendengarkan musik dari playlistnya. Tak lama ia tengah menyantap kudapannya, seorang pria paruh baya menghampirinya. Senyumnya tersungging ramah dengan penuh kewibawaan.

"Boleh saya gabung sama kamu, Nak?" Tanya pria tua itu ramah.

Kinanti bingung kenapa pria tua ini memilih duduk di hadapannya padahal banyak kursi kosong yang lain. Namun Kinanti hanya mengiyakannya saja dan mempersilahkan pria tua itu duduk. Kinanti lalu melepas earphonenya karena menurutnya bukanlah sebuah hal yang sopan untuk mendengarkan musik di depan orangtua.

Kinanti hanya diam. Suasananya terasa sangat canggung namun Kinanti bingung harus berbicara mulai darimana untuk mencairkan suasana.

"Kamu sudah kerja berapa lama disini, Nak?" Tanya pria tua itu mencoba berbasa-basi.

"Ini masuk tahun ketiga saya, Pak." Jawab Kinanti.

"Boleh dong kalau saya minta ceritakan tentang posisi kamu." Pinta pria tua itu sambil tersenyum.

Pria tua itu lalu menyendok makanannya sesuap demi sesuap sembari sesekali memperhatikan Kinanti bercerita dengan penuh semangat. Kinanti menceritakan sejak awal perjuangannya mengalahkan ribuan pesaing untuk masuk dalam level paling bawah di perusahaan ini dan bagaimana ia sangat suka bekerja di tempatnya sekarang.

"Kenapa kamu suka bekerja disini? Maaf ya kalau saya banyak bertanya, saya cuma tamu yang kebetulan datang kesini dan saya penasaran dengan budaya pekerja disini." Ucap pria tua itu kemudian.

"Banyak alasannya, Pak. Tapi yang paling utama karena saya suka lingkungan kantor ini. Untungnya saya mendapatkan ketua tim yang baik dan bisa mendukung saya untuk berkembang. Dan atasan saya juga sangat mulia hatinya Pak. Saya suka orang-orang yang bekerja disini." Jelas Kinanti.

Pria tua itu tertawa. Gadis muda di depannya tampak bersemangat sekali bercerita tentang kariernya. Mungkin hal itu mengingatkannya dengan dirinya sewaktu muda dulu.

"Lalu sekarang kamu dipindahkan sebagai apa?" Tanya pria tua itu masih penasaran.

"Sebagai sekretaris direktur pemasaran, Pak." Kata Kinanti.

Pria tua itu tampak manggut-manggut. Mungkin ia mengenal Pak Darian karena tampaknya pria ini bukan hanya sekedar tamu biasa yang berkunjung saja.

"Berarti atasan kamu Pak Darian ya?" Sambung pria tua itu kembali.

Kinanti mengangguk.

"Menurut kamu Pak Darian itu bagaimana?" Ucap pria tua di hadapan Kinanti.

Kinanti terdiam. Ia bingung harus menjawab bagaimana. Haruskanh ia mengatakan bahwa bosnya adalah sosiopath brengsek yang tidak punya hati nurani? Atau mungkin sebaiknya Kinanti menjelaskan Darian sebagai manusia temperamental yang emosinya seperti tungku pembakaran?

"Pak Darian orang yang sangat cerdas dan cara fikirnya efisien, Pak. Sungguh saya kagum sekali dengan kemampuan beliau untuk mengambil keputusan yang taktis dan cepat." Jawab Kinanti. Yah Kinanti tidak berbohong untuk bagian itu. Karena memang otak Darian sangatlah encer.

"Lalu? Sifat buruknya? Atau Pak Darian hanya punya sifat baik?" Pria tua itu kembalu bertanya. Mungkin ia penasaran dengan anak semuda Darian yang sudah bisa mendudukki kursi Direksi.

Kinanti hanya tertawa ambigu.

"Memang sifatnya agak sedikit meledak, Pak. Tapi itu berarti beliau tidak suka kinerja yang lambat kan? Awal saya bekerja, beliau sering marah dengan saya mungkin karena saya yang belum terlalu paham dengan ritme kerja beliau. Tapi sekarang semua itu sudah jauh berkurang, Pak. Seiring kinerja saya yang semakin memuaskan beliau, Pak Darian juga tidak pernah marah lagi kepada saya." Jelas Kinanti sambil tersenyum.

Jika kalian tahu istilah sugarcoating, itulah yang dilakukan Kinanti saat ini. Membuat kata-kata buruk terdengar indah karena ia tidak sampai hati menjelek-jelekkan atasannya yang brengsek di depan orang asing. Bagaimanapun juga mengatakan hal buruk tentang bosnya sama saja dengan menurunkan kredibilitas Kinanti sebagai sekretaris.

Pria tua itu lalu tersenyum penuh arti seolah habis mengetahui sesuatu yang sangat penting. Ia menyendokkan suapan terakhir ke mulutnya. Dengan selembar tisu kemudian pria tua itu mengelap mulutnya lalu menegak air putih yang ia bawa di dalam botol.

"Terimakasih ya sudah mau menemani saya makan siang. Saya harap kamu sukses dalam hidup kamu dan semoga hal baik akan terjadi kepadamu dalam waktu dekat." Kata si pria tua sambil menjabat tangan Kinanti.

Kinanti hanya tersenyum ramah. Gesture andalannya jika bingung harus menjawab apa. Pria itu lalu melangkah meninggalkan Kinanti yang tidak menaruh rasa curiga apapun. Tidak pernah sedikitpun terlintas di kepala Kinanti bahwa hidupnya akan berubah 180 derajat sebentar lagi.

...****************...

Seperti biasanya, Kinanti tengah menyibukkan diri dalam pekerjaannya. Padahal sebenarnya semenjak jadi sekretaris Darian, kesibukkan Kinanti sudah berkurang sangat jauh. Bagaimana Kinanti bisa sibuk, jika Darian saja selalu malas menghadiri rapat apapun? Tidak jarang hari-hari Kinanti hanya dihabiskan dengan menggonta-ganti warna tabel, membuka youtube, dan hal-hal tidak penting lainnya.

Seorang wanita yang tampak seumuran dengannya melangkah mendekati Kinanti. Bunyi hak sepatunya terdengar gaduh beradu dengan lantai. Kinanti menoleh dan melihat Friska, Sekretaris Direktur Utama, memanggilnya. Mata Kinanti terbelalak melihat sepatu Friska yang menghasilkan suara berisik.

"Ssttt!!!" Seru Kinanti sambil menempelkan telunjuknya di bibir.

Friska melongok tidak mengerti. Tak perlu waktu lama akhirnya ia paham maksud Kinanti dan langsung berjingkat mendekati Kinanti. Ia berusaha sekuat tenaganya untuk tidak menimbulkan suara. Karena Darian sangat membenci suara berisik seperti ini. Bahkan seluruh lantai di kantornya dipasang karpet agar tidak menimbulkan kebisingan saat ada yang melewatinya.

"Maaf! Maaf!" Ucap Friska pelan saat menghampiri Kinanti.

"Aduh, bisa mati aku kalau kamu masih berisik kaya tadi." Gerutu Kinanti.

Friska hanya tertawa sambil memukul lengan Kinanti.

"Thanos mana?" Tanya Friska. Mungkin karena ia adalah sekretaris pemilik perusahaan, Friska jadi agak sedikit berani dengan Darian. Karena hanya Friska yang satu-satunya berani menjulukki Darian sebagai Thanos.

"Pergi dari pagi, kurang tahu juga perginya kemana. Kamu mau apa kesini, Ka?" Tanya Kinanti bingung.

"Aku kangen sama kamu, Ti. Sini aku cium dulu." Goda Friska sambil pura-pura memonyongkan bibirnya.

Kinanti langsung mencubit bibir Friska.

"Najis ah. Seriusan, kamu mau ngapain kesini?" Tanya Kinanti kesal.

"Kamu dicari bosku, Ti. Ada yang mau dibicarakan sama kamu katanya." Ujar Friska sambil tertawa.

"Dirut? Pak Dirut mau bicara sama aku?" Tanya Kinanti tidak percaya.

Friska hanya mengangguk sambil tangannya menyomot cemilan di meja Kinanti.

"Yuk, kesana." Ajak Friska sambil menarik Kinanti untuk ikut bersamanya.

Kinanti bertanya-tanya kenapa Direktur Utama perusahaan tempatnya bekerja tiba-tiba memanggilnya? Apakah karena ia berbuat suatu kesalahan? Karena selama ia bekerja disini, Kinanti tidak pernah bertemu dengan Direktur Utama perusahaannya. Jangankan bertemu, melihatnya lewat pun tidak pernah. Bukan karena Kinanti apatis atau yang lain, hanya saja seorang keset korporat seperti dia tidak memiliki kepentingan untuk bertemu dengan jajaran Direksi.

Tok tok tok!

Friska mengetuk pintu ke sebuah ruangan besar. Ruangan itu terletak di lantai 8. Lantai paling atas dari gedung perusahaan. Tidak lama, Friska lalu masuk ke ruangan itu sendirian dan meminta Kinanti untuk menunggu sejenak.

"Ti, ayo masuk." Ajak Friska setelah ia keluar lagi dari ruangan itu.

Kinanti berjalan mengikuti Friska yang masuk lebih dulu. Matanya takjub melihat kantor itu. Sungguh megah dan pemandangannya indah. Ruangan itu dikelilingi kaca dengan pemandangan langsung terbaik dari kota Jakarta.

"Ini Kinanti, Pak." Ucap Friska.

Atasan Friska lalu melambaikan tangannya memberikan isyarat agar Friska meninggalkan Kinanti dan bosnya berdua saja. Friska lalu pamit dari ruangan itu.

Beberapa saat kemudian, pria yang duduk di kursi itu memutar posisinya. Yang awalnya membelakangi Kinanti menjadi berhadapan dengan Kinanti. Dan betapa terkejutnya Kinanti ketika melihat sosok yang ada di depannya. Sialan, tidak pernah terlintas di pikiran Kinanti bahwa Direktur Utama perusahaannya adalah pria itu.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!