Dalam perjalanan pulang Satria dan juga Shayu saling diam. Satria fokus mengendarai motornya dan Shayu anteng dengan menikmati suasana sore jalanan di desa.
Namun hal tak terduga terjadi, akibat seekor kucing melintas dengan tiba-tiba, Satria harus menginjak rem secara mendadak hingga membuat posisi keduanya tak berjarak. Bagian dada gadis itu menempel sempurna di punggung Satria dengan kedua tangan Shayu yang memeluk erat.
Entah keberuntungan atau kesialan untuk Satria. Tanpa perlu bersusah payah mendekati, Shayu menyodorkan tubuhnya sendiri. Namun, rasa hangat dan empuk yang membuat tubuh Satria mendadak kaku, kini berganti dengan rasa panas akibat pukulan dari Shayu yang begitu kencang.
"Ssstt... Sakit! Kamu perempuan tapi tidak ada lembut-lembutnya! Kamu mau bercita-cita menjadi tukang pukul, hhm?" sewot Satria dengan gemas.
"Bapak tuh yang mencari kesempatan dalam kesempitan. Apa maksudnya ngerem-ngerem mendadak begitu? Mau mesum kan? Dasar Gamon mesum!" seru Mashayu tanpa peduli dengan beberapa orang yang menoleh ke arah mereka, karena mendadak keduanyamenjadi pusat perhatian karena keributan keduanya.
Satria ingin sekali membungkam mulut Mashayu. Gemas sekali mendengar tuduhan yang memojokkan dirinya. Meskipun sempat di buat gagal fokus tetapi tidak terus menerima begitu saja tuduhan itu. Mungkin saat ini semua orang mengira dirinya ingin melakukan tindak pelecehan seksual pada murid SMA.
"Diam atau aku turunkan kamu di sini!" ancam Satria dengan tatapan menajam.
Mashayu melihat ke sekelilingnya, jelas tidak ada yang dia kenal di sana. Bagaimana jika dia ditinggal dan diculik oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, kemudian ditinggalkan setelah dinikmati beramai-ramai.
Mashayu bergidik ngeri membayangkan itu semua. Buru-buru tangannya melingkar di perut Satria dengan mata terpejam dan menggelengkan kepala dengan cepat.
Tubuh Satria tersentak merasakan pelukan yang begitu kencang. Belum lagi dia mendengar cibiran dari beberapa orang yang melintas. Tanpa pikir panjang Satria segera melajukan motornya dengan kecepatan kencang.
Setelah motor berhenti dan terparkir dengan rapi, Shayu segera turun dan masuk ke dalam rumah tanpa menunggu Satria.
"Merengut aja yang sudah baikan."
Lagi-lagi Cakra meledeknya di saat yang tidak tepat, dengan gemas Shayu menginjak Cakra hingga pemuda itu meringis kesakitan.
"Dasar bar-bar! Ugh sakitnya kakiku," keluh Cakra dengan wajah yang memerah.
Satria hanya menggelengkan kepala melihat keisengan Mashayu, tetapi bukan berarti Satria akan menghampiri dan mengobati adiknya yang sedang kesakitan, Satria hanya menepuk pundak Cakra dan melanjutkan langkahnya menuju kamar.
Satia masuk ke dalam kamar tanpa bicara, begitupun dengan Shayu yang melengos saja. Sampai dimana keduanya nampak betah dalam diam. Shayu masih menanggung kesal dan tidak terima dengan ucapan Satria di sekolah, sedangkan Satria tidak kunjung meminta maaf.
Jadilah keduanya saling diam hingga tak terasa pernikahan mereka telah menginjak usia dua bulan. Keseharian yang masih sama terulang setiap harinya. Tidak ada tegur sapa meskipun di rumah tidur dalam satu ranjang. Hingga siang ini Satria melihat adanya Mashayu dan Cakra serta sahabat mereka, sedang berada di ruang BK saat dia melangkah menuju ruang guru.
Kedua mata Satria bertemu dengan sepasang mata lentik gadis yang paling cantik di ruangan itu. Keduanya saling memandang saat langkah kaki Satria berhenti di depan pintu. Namun, tak lama Satria memilih untuk segera pergi menuju ruang guru untuk beristirahat.
"Bu, itu ada petani datang ke sekolah kita mau ngapain? Kok kayaknya ramai sekali?" tanya Bu Cahya kepada Bu Resti yang sejak tadi memperhatikan Pak Satria dengan raut wajah kagum. Satria pun hanya diam menyimak, dia segera menuang kopi dari termos kecil yang dia bawa dari rumah.
"Oh itu, biasalah anak IPA 2, pada maling tebu mereka."
Uhuuk
Uhuuk
Uhuuk
"Pak Satria pelan-pelan minumnya! Sampai tersedak gitu, ini tisunya Pak," Bu Resti dengan cepat mendekat dan memberikan tisu untuk Satria.
"Makasih Bu," ucap Satria. Pria itu menghela nafas kasar, kali ini pikirannya tertuju pada Cakra dan juga Mashayu yang kemungkinan terlibat dalam masalah itu.
Sampai di rumah, Satria buru-buru masuk ke dalam kamar untuk mencari Mashayu. Satria betul-betul kecewa dengan tingkah sang istri yang selalu saja membuat ulah.
"Mau kemana kamu?" tanya Satria saat melihat Mashayu memasukkan semua pakaiannya ke dalam koper. Satria segera mendekat dan menghentikan pergerakan Mashayu dengan menarik kedua tangannya.
"Aku tanya kamu mau kemana?" tanya Satria lagi dengan sedikit menyentak.
"Pulang, mau apa di sini?" Mashayu berusaha untuk melepaskan kedua tangannya yang masih dicekal oleh Satria. Namun, pria itu justru semakin mengeratkan genggaman tangannya.
"Selesaikan masalah kamu, bukan pulang dan mengadu pada Papah!"
"Apa peduli Bapak? Mau saya ada masalah atau tidak, itu bukan urusan Bapak!" Mashayu tersenyum getir mengingat dirinya yang harus hidup dengan manusia kulkas. Selama hampir dua bulan ini dia merasa semakin tidak dianggap oleh Satria. Bukan karena dia ingin di sayang atau dianggap istri. Namun, berteman pun seakan rumit, Satria sering pulang malam dan tidak ada niat untuk memperbaiki hubungan.
Mashayu bertahan di sana hanya karena keluarga Satria yang begitu baik. Ibu yang penuh kasih sayang dan Bapak dengan sikapnya yang hangat. Namun, sikap Satria bertolak belakang dengan keluargnya.
"Saya tau kamu sedang ada masalah, selesaikan di sini bukan kamu bawa pulang dan menambah pikiran Papah! Jangan membuat malu saya karena dianggap tidak bisa mendidik kamu!" tegas Satria yang membuat Shayu tidak terima.
Dengan seluruh kekuatannya, Shayu menghempaskan kedua tangan pria itu hingga terlepas. Rasanya Mashayu muak dengan kalimat yang selalu Satria ucapkan di saat dia membuat kesalahan.
Kejadian di gudang olahraga saja masih mengganjal di hati dan kini Satria merasa menjadi yang paling benar dan pintar. Tanpa Pria itu sadari jika dirinya pun banyak kekurangan. Satria tidak bisa menjalin komunikasi yang baik dengan istri tetapi selalu merasa paling dipermalukan saat Mashayu melakukan kesalahan.
"Mendidik saya? Memang sejak kapan Bapak mendidik saya, hhm? Pelajaran matematika bukan pelajaran rumah tangga yang bisa membuat kelakuan buruk saya berubah! Anda berperan sebagai apa di sini? Suami atau guru yang sedang memarahi muridnya? Jika Anda merasa sebagai istri saya selalu mempermalukan Anda. Maka, ceraikan saya agar anda tidak lagi merasakan itu!" sentak Mashayu dengan emosinya yang sudah tak bisa lagi ditahan.
Mashayu memasukkan kembali barang-barangnya dan segera berlari keluar kamar. Dia memilih untuk pulang ke rumah sang Papah dari pada terus hidup bersama orang yang belum selesai dengan bayang-bayang masa lalunya.
...****************...
Hay Man-teman 🤗🤗🤗
Jangan lupa like coment dan vote ya, terimakasih sudah membaca dan ingat, tinggalkan jejak-jejak kalian. Jangan lupa juga baca ceritanya Abang Gibran. 🫶🫶🫶
Follow Ig aku weni0192 dan
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Ita rahmawati
ayo shay lebih galak lg biar sadar tuh laki
2024-09-25
0
🌲🌲🌲 🍎🍎🍎 🌲🌲🌲
😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂
2024-08-17
0
Nuriati Nunung
lanjut penulis.asyik.
2024-08-11
0