Rindu

“Kepala kamu pernah kebacok celurit, atau kepentok aspal gitu?”

“Nggak pak, bukan di kepala. Tapi badan saya langsung lumpuh seminggu. Lumayan sih sempat nggak bisa angkat gelas saking tremornya,” desis Ariel.

“Nih... jaman saya seumuran kamu...” Pak Rendi mengangkat lengan kemejanya dan memperlihatnya luka sayatan tebal di sepanjang lengan kanannya. “Katana dari ujung ke ujung sampai tulang saya kelihatan. Sejak itu saya tobat dari tawuran,”

Aku melirik Ariel, masalahnya aku sudah pernah melihat luka di punggungnya yang bahkan jauh lebih miris dari luka Pak Rendi.

“Oh... kalau saya di betis pak, kena peluru peringatan, hehe...”

Yang itu aku tak tahu.

“Tapi tetap kamu ulangi,”

“Pak, saya itu ada di waktu  yang salah dan situasi yang salah,”

“Alasan saja kamu...”

“Beneran Pak, Suer! Sebenarnya hidup saya lurus Pak, tapi banyak yang nantangin. Nggak tau kenapa! Udah saya bilang waktu itu saya berantem sama Kribo gara-gara dia bawa wisky ke skul, saya rebut, dia ngamuk, kami berantem, botol wisky yang saya pegang kelempar. Sialnya mental ke ruang guru. Saya kena tuntutan vandalisme.”

“Alasan aja kamuuuu,”

“Halah Pak, saya minum amer aja mencret Pak, lambung saya nggak kuat,”

“Kemarin gue liat lo minum vod ka dari botol kecil!” kata Yudhis.

Ariel mengeluarkan botol stainless kecil dari tas-nya.

Aku melongo.

Teman-temanku juga ternganga.

“Lu nekat...” gumam Yudhis.

“Isinya obat batuk, loh. Mau coba?”

“Hah?”

“Biar keren aja saya tuang isinya ke botol ginian. Tengsin kalo bawa-bawa obat batuk ntar saya dijudge engkong-engkong,” Ariel meletakkan botol itu di tengah meja. Pak Rendi menyambarnya, membuka tutupnya danmenegak isinya.

“Anjir, OBH...” desisnya. Tuh kan dia aja jadi maki-maki.

“Saya demen teriak-teriak Pak, jadi butuh itu untuk melegakan-“

“Tukang tipu!” Pak Rendi melempar Ariel pakai selada.

“Kayaknya situ yang berharap isinya beneran, biar bisa sita punya saya terus bawa ke perpus, mabok di sana semalaman sambil menangisi hidup bapak yang jomblo terus khaaaan?!” ejek Ariel

“Sok tahu kamu, saya nikah dua kali nggak beres terus!”

“Makanya nyari bini yang lulusan pesantren!”

Aku menghela nafas.

Kenapa perhatian teman-temanku malah ke Ariel? Seharusnya pertemuan ini menjadi ajang untuk santai para guru yang menang lomba tari.

Ya, Ariel akhirnya ikut bersama kami ke restoran Korea.

Dan sebalnya, sepanjang acara makan aku bahkan tidak memiliki kesempatan untuk mengobrol dengan siapa pun. Ariel mendominasi semuanya. Dia seakan menyedot perhatian teman-temanku yang mulai kepo mengenai hidup si Ketua Osis SMA Bhakti Putra yang nyentrik ini.

“Itu Tatto di leher artinya apa? Saya hampir nggak nerima kamu masuk Bhakti Putra gara-gara itu loh!”

“Ini aksara Jawa, Rejoprastowo,” desis Ariel sambil mengelus lehernya.

“Kenapa kamu buat begituan di saat kamu masih usia sekolah? Kamu tahukan resikonya?”

“Yaaah, ini biar disangka alumni Pak, untuk menghindari tawuran. Wajah saya ini katanya songong, Pak. Dulu saya udah ganti baju jadi casual, tetap saja dipalakin, di serang, di begal. Bosan saya.”

Aku bahkan tak tahu perihal ini... apa saja sih yang kulakukan saat menjadi istrinya? Kenapa kami tak pernah membicarakan hal-hal remeh semacam ini?

Ah ya kehidupannya bukan prioritasku.

Ngomong-ngomong... Arka belum membalas pesanku sejak 3 hari lalu. Coba ku WA lagi, begitu sibuknya kah ia sampai hari Jumat begini ia tidak membalas pesanku?

Tapi... kenapa aku ragu?

Aku takut mengganggu aktivitasnya, padahal aku sedang menjaga perasaannya.

Ah...

Aku bohong ke diriku sendiri.

Sebenarnya... aku lebih takut kalau ku ganggu, kami malah bertengkar.

Bukannya aku tak sensitif mengenai apa yang terjadi.

Aku takut ditinggalkan... itu dia.

Waktu itu aku menampar Ariel, karena aku tahu dia benar, tapi sungguh, aku tak ingin diingatkan!

Mana ada pria yang pacarnya menikah dengan orang lain masih ikhlas menerima keberadaan sang pacar?

Mana ada pria yang mau di-duakan? Dijadikan seakan dia selingkuhan?

Walau pun pernikahanku hanya bisnis, demi warisan, mana mungkin Arka tidak tahu kehidupan pernikahanku?

Selama ini Arka menghindari perbincangan mengenai pernikahanku, bisa jadi dia ingin menutup mata akan segala sesuatu yang terjadi.

Aku pun tidak ingin mengganggunya karena takut hal itu akan berbalik padaku.

Aku tak ingin kata-kata : ya, aku sudah memiliki orang lain dalam hidupku, makanya aku tak menghubungimu. Tapi kamu kan juga sama saja, menikah dengan orang lain?!

Aku tidak ingin mendengar kata-kata itu!

Sungguh tidak ingin!

Jadi aku berpura-pura naif!

Sampai saat ini ada satu hal yang tidak dapat kulupakan...

Yaitu ekspresi Arka saat aku mengabarinya aku harus menikah dengan seseorang dari Rejoprastowo demi warisan.

Ia tidak menentangku.

Ia hanya menaikkan alisnya, lalu mengangguk. Sambil bilang ‘Oke’.

Saat itu aku tahu... dia menantikan saat kebebasannya dariku.

Selama ini mungkin dia berselingkuh di belakangku, tapi ia tidak ingin berpisah dariku.

Karena... aku begitu penting baginya. Dia bisa masuk ke Arghading karena aku.

Bukannya aku tak tahu...

Aku hanya menunda saat fakta terungkap.

Karena aku begitu mencintainya...

“Claudia,” seseorang menyenggol-nyenggol lenganku.

Aku kembali ke realita.

“Hm?”

“Ditanya tuh,”

Aku menegakkan kepalaku, “Ya?’

Yudhis dan Pak Rendi menatapku sambil menaikkan alisnya. “Diam saja dari tadi, putus cinta?” tanya Pak Rendi sambil menyeringai.

“Belum Pak, Alhamdulillah.” Jawabku asal saja.

Pak Rendi hanya mencibir.

“Oh ya Riel,” Jenny mencondongkan tubuhnya ke Ariel dan sengaja menopang dadanya ke pinggiran meja, “Itu si Davina dekaka kenapa tadi pagi?”

“Mereka membully Merry bu,” kata Ariel.

Lagi-lagi aku hanya diam mendengarkan.

“Merry? Sekretaris Osis? Berani mereka membully anggota Osis?!”

“Di golongan mereka, duit berbicara Pak.” desis Ariel. “Saya juga tahunya saat Bu Claudia sudah selesai membereskan masalahnya.”

“Claudia?”

“Biar nggak berasa manggil nama sendiri, hehe” jawab Ariel.

“Unik juga ya kalian, sama-sama Ariel, sama-sama tegas, kalian bahkan bisa dibilang bersaudara ya, jangan-jangan golongan darah kalian juga sama kali!”

“A rhesus positif Pak,” kami menjawab berbarengan.

“Baiklah... sama-sama perfeksionis. Jangan-jangan tanggal lahir kalian sama pula,”

“April,” kami sama-sama berujar begitu. Dan aku pun menghela nafas kesal. Ariel terkekeh senang.

“Jangan bilang tanggalnya-“

“Nggak usah ditanya Pak,” potongku. “Saya ke toilet dulu.” Sahutku sambil beranjak.

Aku butuh sendirian.

Sementara Ariel melanjutkan cerita mengenai video pembullyan Merry yang aku share kemarin.

Sambil berjalan, aku menyadari kalau tatapanku yang menunduk ke lantai mulai kabur.

Air mata memenuhi pelupuk mataku.

Aku begitu merindukan Arka.

Tapi aku takut menghubunginya.

Jadi aku akan ke toilet, berencana menangis sejenak. Karena hanya itu yang bisa kulakukan untuk sedikit melegakan hatiku.

Terpopuler

Comments

iin

iin

ini yg sering terjadi yak, perempuan sadar saat ada yg salah sama pasangannya tp pura2 bodoh karena belum siap konfrontasi & akhirnya pisah 😅

2024-01-10

1

YK

YK

obh combi emang enak... 😝

2023-09-18

0

Ersa

Ersa

kamu sadar dimanfaatin tapi koq malah kalem lembek ke Arka, giliran ke Ariel yg terang2an terpesona pdmunmakah bawaannya ngegas mulu

2023-09-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!