Lagi-Lagi Aku Kalah

“Kok kamu belum pulang?”

“Aku kan nungguin kamu sayaaaang!” Davina dengan gaya genitnya mepet-mepet Ariel. Tapi Ariel menatapku.

Aku membalas tatapannya tapi bergantian antara Davina yang sibuk menggesek-gesekkan dadanya di lengan Ariel, dan mata Ariel. Aku jadi penasaran sejauh apa sih hubungan mereka sampai Davina rela membuang harga dirinya?

Dan aku tahu kalimat ‘kok belum pulang’ yang tadi ditujukan padaku, bukan Davina.

Niatku belum pulang karena menghindari cowok ini, malah dipertemukan dengan situasi serius semacam ini...

“Kamu kenal Merry?” tanyaku ke Ariel.

“Iya, Mbak Sekretaris Osis.”

“Siapa yang memilihnya jadi sekretaris?”

“Saya bu,” jawab Ariel.

“Kenapa?” tanyaku.

“Dia kompeten dan teliti, rangkingnya juga tinggi. Diharapkan bisa menjadi contoh baik bagi setiap siswa-siswi.”

Aku mengangguk. Kalau masalah begini, jawaban Ariel cukup logis. Sebagai pemimpin sebenarnya dia lumayan baik.

“Kenapa kamu tidak memilih Davina yang anak pintar dan cerdas? Atau Keysha yang glow up? Atau Jane yang bergaya modis? Atau Hima yang anak pejabat bank?” kusebutkan semua orang di sana, mereka tahu mereka hanya unggul dalam hal yang kusebutkan barusan.

Bukan otak.

Tapi pengaruh orang tua.

“Tapi malah memilih Merry yang penampilannya seperti nerd, norak, tidak OTD dan kalem?” aku jabarkan saja anggapan para cewek.

Ariel sejenak diam, kurasa dia sedang berpikir ada apa dengan diriku.

Sementara Davina mulai salah tingkah dan menggoyang-goyangkan lengan Ariel. Tak jelas apa keinginannya tapi kubaca kalau dia ingin Ariel membelanya.

“Karena... di dalam gerbang sekolah, selama masih memakai seragam Bhakti Putra, setiap individunya sama. Dinilai dari prestasi dan kemampuan bertanggung jawab sendiri.” Desis Ariel.

Aku tersenyum.

Aku puas dengan jawaban Ariel.

Aku pun berjalan ke bilik paling ujung, mengambil ponsel. Kuperiksa rekaman video sebentar, kutekan tombol Share ke ponsel Ariel.

“Merry didorong Keysha, dan saya mendengar Davina yang menyuruh semua aksi ini. Saya punya buktinya rekaman video, dengan kualitas suara. Saya minta kamu sebagai Ketua Osis bertindak seperti seharusnya,”

Semua cewek-cewek perundung mulai pucat dan ternganga.

“Pelakunya pacarmu sendiri, Ariel. Saya mau lihat seperti apa tindakan kamu. Kalau saya tidak berkenan, saya akan hubungi Ketua Yayasan.”

Aku tersenyum dan kutepuk bahu Ariel, lalu aku keluar dari toilet sambil menarik lengan Merry.

“Davina bukan pacar saya!” seru Ariel dari kejauhan. Aku tak acuhkan, info yang tak berguna bagiku.

**

Gadis muda ini menangis sesenggukan di depanku. Aku sedang membalut luka baret di sikunya.

“Se-se-selama masih sekolah di sini dan sekelas dengan mereka, mohon maaf saya tidak bisa bilang apa saja yang mereka lakukan ke saya. Bapak saya hanya staff biasa di perusahaan bapaknya Davina, Bu...” isak Merry.

“Hm,” aku hanya mendengarkan sambil merawatnya.

Terus terang saja aku tidak terlalu mengerti kenapa Merry mau saja ditindas. Karena kami berdua orang yang berbeda. Kalau Merry lebih memilih untuk menerima semuanya, aku lebih memilih untuk maju dan melawan semua.

Jadi kurasa masukanku tidak akan terlalu berpengaruh terhadap anak ini.

Tinggal kulihat saja bagaimana Ariel akan mengambil tindakan sebagai pemimpin.

“Merry, bisa jadi setelah ini mereka akan minta maaf, tapi... kamu jangan percaya. Yang namanya bully adalah pelarian seseorang ke kaum yang lebih lemah. Bisa jadi mereka kaan semakin menjadi-jadi karena dendam.”

“Ya bu... bagaimana ya baiknya?”

“Masuk ekskul taekwondo ya Merry,”

“Taekwondo bu?!”

“Ya. Taekwondo. Agar kamu bisa lebih kuat. Paling tidak, kalau mereka mendorong kamu, kamu bisa balas dengan menendang tempat sampah ke arah mereka.”

“Saya mana bisa gitu-gituan?!”

“Saya lihat kamu masih punya tulang, masih bisa berjalan, masih bisa-“ aku Toss tangannya, “Tuh pergelangan kamu  juga kuat. Bisa lah... Saya kenal alumni sini yang jago taekwondo.”

“Bagaimana kalau saya terluka? Kan sakit bu?”

“Sakit mana dengan hatimu?”

“Eh?”

“Coba saja beberapa sesi untuk gerakan dasar, saya yakin, pegal-pegalnya bisa membuatmu lupa dengan  masalah hidup, hehe.”

**

Malam itu aku membetulkan posisi spanduk di depan pagar.

Tulisannya : Ariel dilarang masuk!!!

Hanya sepotong kain dari sprei tidak terpakai yang kutulis dengan spidol papan tulis sih. Ku ikat di pagar untuk menghalau virus untuk datang.

Dia beberapa kali datang untuk mencariku, tapi aku bilang ke ibuku bahwa aku tak mau ketemu Ariel atau aku mengancam akan tidur di hotel saja.

Baru saja kubuka kunci gerbang, terdengar suara motornya dari arah portal.

Cepat-cepat kuputar gagang kunci besi.

Tapi aku kesulitan! Duh, harusnya tadi pagi kuminyaki dulu kaitannya!

Aku melirik ke samping, Ariel ngebut ke arahku.

Ya Ampun Ya Ampuuuuun, ini kenapa susah banget dibuka pagarkuuu!

CKITTT!!

Bunyi rem motornya, dan dia langusng mencengkeram pergelangan tanganku.

“Yang benar saja, Claudia! Berapa lama lagi kau akan menghindariku?!” serunya terdengar kesal.

“Sampai kau menceraikanku!”

“Aku nggak bakal menceraikanmu, kamu masih cantik,”

“Cantik mananya? Halu kamu!! Lepasin!”

“Aku lepasin kamu tapi di dalam!”

“Motor kamu-“

“Biar saja di situ! Nanti kamu kabur lagi!!”

Aku tak ada pilihan selain mengikutinya, sebalnya ia membuka pagar dengan mudah, menguncinya lagi, dan bahkan membuka kunci pintu rumahku semudah mengibaskan tangan.

Belum sampai pintu rumahku tertuutp sepenuhnya, Ariel sudah memberondongku dengan ciuman.

DI bibir, di leher, di pipi, kembali lagi ke bibir dan kini agak lama.

Aku sudah hafal dengan caranya mencium.

Dia akan menghisap bibir bawahku, lalu membuka mulutku dan melilitkan lidahnya ke lidahku.

Seakan kelaparan, tangannya mencengkeram rambut bagian belakang leherku dengan kuat dan menarikku ke arahnya lebih erat.

Sementara tangan satunya masuk ke dalam celanaku, ke arah bokongku, dan menyelipkan jari tengahnya di antara lipatan mawarku.

Astaga... dalam sekejab aku bahkan sudah tak ingat aku ada di mana!

Kami kini melakukannya di ruang tamu, aku agak khawatir akan ada yang datang, tapi Ariel dengan paksa membuatku tak mampu bergerak.

Saat kudengar bunyi kecipak cairan dari bagian bawahku, aku tahu, aku akan ‘dihabisi’ saat itu.

Dan benar saja. Ariel melepaskan ciumannya, lalu meloloskan celanaku ke bawah.

Kami tidak bergerak dengan perlahan, dia bergerak sangat cepat.

Rasanya perih sebenarnya, bagaikan terkoyak dari dalam. Tapi di lain pihak, setelah beberapa menit, aku malah mencapai puncak berkali-kali!

**

Pagi harinya, Jum’at yang cerah.

“Kami minta maaf telah melakukan perundungan ke Merry anak kelas 11-B IPA!! Kami bersedia kerja bakti membersihkan kebun sekolah setelah pulang sekolah dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan kami!!”

Dan setelah mengucapkan itu secara serentak, mereka berempat menunduk hormat ke semua orang, di tengah lapangan.

Ariel, berdiri di dekat mereka, sambil berkacak pinggang dan mengenakan kacamata hitam. Lagaknya seperti mandor. Ya memang cuaca cukup terik sih pagi ini.

“Bilang Maaf, Woy!” seru Ariel.

“Maafkan kami ya Merry!! Kami janji nggak akan membalas dendam karena maaf ini kami lakukan dengan tulus!”

“Wuuuuu!!” ada seorang anak yang berseru begitu di sudut sana, diiringi dengan sorakan ejekan ke Davina dan kawan-kawannya.

“Heh Bang sat!” Ariel ambil alih mic. “Habis ini awas aja kalo ada bully-bullyan lagi. Nih bogem gue! Ngerti nggak lo semua?!” serunya.

Aku mengernyit menatapnya.

Nyentrik...

Ya tapi itulah yang membuatnya kuat. Dia tidak kaya, bukan anak dari orang berpengaruh, modalnya cuma otak dan otot sudah bisa bikin mafia bertekuk lutut.

“Arieeeel, mulutnya doooong!” seruku dari seberang.

“Maaf say-eh Bu Ariel!” ia tampak menyatukan kedua tangannya dan memberiku salam. Dengan senyum liciknya.

Lalu ia mengibaskan tangan agar Davina dan yang lain bubar. “Jangan ada yang neriakin kalo nggak mau mati!” seru Ariel.

“Arieeeelll!!” tegurku lagi.

“Siap buuuu!”

Capek deh...

Pak Rendi berdiri di sebelahku, bersandar dengan gaya perlentenya ke salah satu tiang sambil mengerutkan kening menatap layar ponselnya.

“Ariel,” desisnya.

“Saya atau Ariel Pak?” tanyaku.

“Ariel Claudia Ranggasadono,” desisnya, “Kalian menang lomba tari daerah nih di lokakarya kemarin, 60 kredit loh, mayan lah buat naik pangkat...”

“Ada bonus nggak, Pak?”

“Makan di resto Korea yuk, saya traktir.”

YESS!!

“Ikut dong Pak!” si Ariel muncul di belakangku.

**

Terpopuler

Comments

ȋ⏤͟͟͞Rἅyαyu⚜𒈒⃟ʟʙᴄ

ȋ⏤͟͟͞Rἅyαyu⚜𒈒⃟ʟʙᴄ

aku juga mau ikuuuuttt 🤧🤧🤧

2023-08-22

0

Dini Junghuni

Dini Junghuni

hahahahahahahaha
si laki kagak mau lepas si bini makan berdua ama Pak Rendi
wekekekekekekekek

2023-07-20

0

Dini Junghuni

Dini Junghuni

mantaaaaaaaaffff
mau ikutan dong madaaaaaaaaammmmmmm

2023-07-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!