Antonim Akal, Sinonim Sayang

Antonim Akal, Sinonim Sayang

Mbah Rangga Aneh Banget

Aku tidak terlalu ingat wajah Mbah Rangga terakhir kali, tapi untuk usia 110 tahun, Mbah ku ini lumayan bugar. Dan itu menurutku tidak masuk akal. Lebih ke mengerikan, malah. Rasanya sesak saat semakin mendekat padanya. Aku seketika diliputi kecemasan tak berdasar yang aneh.

Mbah Rangga berdiri dan menyambut kami berdua sambil merentangkan tangannya. Entah bagaimana, aku langsung diliputi perasaan tidak enak. Ada yang salah dengan Mbah Rangga ini, tapi entah apa tak bisa kuungkapkan dengan kata-kata.

Aku merasakan sebuah tangan memeluk pinggangku dan menahanku untuk maju lebih dekat.

Ariel.

Wajahnya mengeras saat melihat Mbah Rangga. Ia menahanku tubuhku agar berhenti. Dahinya mengerut seakan ia sedang menilai sosok di depan kami ini berbahaya atau tidak. Dan dari remasan nya di pinggangku, aku bisa menilai kalau dia juga merasakan hal yang tidak beres terhadap Mbah Rangga.

Pakde Sasongko, anak tertua Mbah Rangga menghampiri kami dengan kursi rodanya, “Maju saja Nduk, kalian akan direstui untuk menikah,” desisnya dengan suaranya yang bergetar tanda lanjut usia.

"Bukankah seharusnya ada Pengajuan Dispensasi Menikah dulu ya, karena aku belum 19 tahun," desis Ariel.

"Sudah diurus sejak minggu lalu," sahut Pakde Sasongko.

Kami berdua tidak ada pilihan lain.

“Hati-hati...” bisik Ariel sambil menunduk dan berbisik di samping telingaku.

Kami berdua selama ini jarang sekali melihat Mbah Rangga. Bahkan ini pertama kalinya kami sedekat ini dengan beliau.

Mbah Kakung mendekati kami berdua dan menepuk-nepuk bahu kami.

Aku merinding.

Karena setelah dekat begini, aku semakin merasakan keanehan. Untuk manusia dengan usia lebih dari 100 tahun, ia masih kuat berdiri. Dan bahkan masih segar bugar tampak lebih muda dari anak-anaknya.

Juga, seringainya yang tidak normal. Rautnya yang tampaknya senang menatap kami, di mataku sangat mengerikan. Seperti ada yang menggunakan tubuhnya untuk tetap berdiri.

“Dua Ariel...” katanya.

Aku menarik nafas tanda cemas. Dia bilang barusan, Dua Ariel. Jadi memang dia sudah tahu kami akan dinamakan seperti itu.

“Kalian berdua berbeda dari yang lain,” katanya. “Aku teringat dulu saat aku sama-sama tertawa dengan Rejo. Dia cerita cucunya di Scotland  dinamai Ariel Clodio. Artinya Singa Tuhan untuk Kemenangan. Yaaaa, aku langsung tertawa, karena aku juga punya cucu namanya Ariel Claudia hahahahah!”

Tawanya membahana di telinga kami, kami tidak ada yang berani bicara.

“Mungkin itulah Takdir. Di dunia ini tidak ada yang namanya kebetulan. Benar?! Nama kalian sebagai penanda kalau kalian saling memiliki satu dengan satu yang lain.”

Aku mendengarkan sambil menunduk, aku tidak kuat melihat wajahnya.

Ada perasaan takut yang aneh melandaku.

“Dengar, anak-anakku, cucu -cucuku,” ujar Mbah Rangga sambil menegakkan tubuhnya, “Pernikahan yang akan terjadi ini adalah simbol persaudaraan kita. Sepeninggal saya terhadap urusan duniawi, saya harap semua tetap berjalan dengan bersinergi. Jangan sampai rasa persaudaraan antara keluarga Ranggasadono dan Rejoprastowo putus begitu saja,”

Saat dia berbicara, kami semua diam. Suasana di aula besar itu hening seketika.

“Kami memilih keturunan ketiga untuk simbolik agar darah yang mengalir tidak terlalu jauh nasabnya. Saya harap keikhlasan kalian berdua terhadap acara ini, pemakluman kalian berdua,” sekali lagi Mbah Rangga menepuk-nepuk bahu kami.

Seandainya dia tahu kami melakukan semua ini demi uang...

**

Mbah Rangga yang jelas akan jadi wali Nikahku. Karena Ayahku sudah meninggal. Jelas Mbah Rangga memiliki kekuasaan yang mutlak terhadap anak perempuan yang akan dikawinkan. Dalam hal ini, berarti Aku.

Apalagi, kondisi Mbah Rangga dianggap sesuai dengan syarat wali nikah secara nasab, yaitu adalah laki-laki, beragama Islam, baligh, berakal, dan adil. Namun aku agak ragu dengan kata-kata berakal dan adil. Maksudku... apakah pernikahan ini adil bagiku? Bagi Ariel? Sementara, Pak Aaron, ayah Ariel, menarik nafas dan menahannya dengan gugup saat melihat Mbah Rangga yang tampak sumringah.

Sama dengan kami, ia juga waspada.

Penghulu kemudian bertanya, "Saudara Ariel Clodio Rejoprastowo, apakah Anda setuju untuk menerima Saudari Ariel Claudia Ranggasadono sebagai istri dengan seperangkat alat sholat dan Emas Batangan seberat 240 gram?”

Aku hampir saja bersorak.

Emas Batangan 240 gram? Aku mengintip ke kotak di atas meja.

Iya, isinya dua lempengan emas batangan 100 gr berbalut laminating khas Antam, dan empat emas batangan dengan chasing antam 10 gr. Jumlahnya disesuaikan dengan usiaku, 24 tahun.

Siapa yang berencana memberiku Mas Kawin semewah itu?

Jelas bukan Ariel.

Apakah Pak Aaron, Bapaknya Ariel?!

Kulihat dia sendiri tampak mengernyit memandang isi kotaknya. Lalu ia menatapku sambil bilang ‘wow’.

Jadi tampaknya bukan dia.

Lalu siapa?!

“Ya, saya setuju dan bersedia.” Jawab Ariel tegas.

Pak Penghulu menanyakan kalimat yang sama itu sebanyak dua kali lagi. Dan di saat terakhir, Ariel akhirnya berani menatap Mbah Rangga dengan sinis, sambil bilang setuju. Seakan anak itu menantang beliau.

Ah ya... emas batangan.

Khas Mbah Rangga dan Mbah Rejo.

Emas yang mereka temukan, ada di halaman belakang rumah. Terbagi dua, antara rumah Mbah Rangga dan setengahnya lagi di area halaman rumah Mbah Rejo.

Apakah emas yang jadi Maharku ini milik Mbah Rejo?

Dan... yang jadi perhatian kami, Ariel duluan yang mengulurkan tangan ke Mbah Rangga.

Mbah Rangga sambil terkekeh, jujur saja suara dan mimik mukanya tidak mengindikasikan beliau ini berakal, tapi mana bisa kubuktikan? Ia pun meraih tangan Ariel dan mengucapkan Ijab.

Dan selanjutnya dengan lancar Ariel mengucapkan kalimat kabul.

**

Astaga...

Aku sudah menikah.

Ariel di depanku, dengan balutan seragam SMA-nya, tampak menelungkupkan kepalanya ke meja sambil bergumam, “Masa mudaku telah hilang...”

“Nggak juga kali, orang kita tinggal misah. Situ masih bisa pargoy kok,” bisikku

“Kalau Bu Guru hamil kan otomatis aku suami siaga,”

“Awas saja kalau kamu berani iseng,” gumamku.

Terdengar kekehannya, suara yang mengganggu telingaku. Tapi sebagai seorang Guru SMA, tingkahnya ini memang tipikal cowok seusianya. Yang suka mencoba hal-hal baru, semakin berbau ‘neraka’ semakin dianggap seru. Kalau mau diperpanjang sih aku sudah menganggap Cat Calling atau rayuan saat mengajar sebagai pelecehan, Tapi berapa banyak yang harus kujebloskan ke ruang BK kalau begitu caranya.

Kusadari,

Cowok bule bengal ini lumayan cerdas, dia bahkan bisa mengucapkan kabul dengan lancar..

Sekali lagi, Mbah Rangga mendekati kami.

Aku menghela nafas untuk menguatkan debaran jantungku. Aku benar-benar tidak merasa nyaman saat dia mendekat.

“Aku lega rasanya. Berhasil kunikahkan keturunan terakhir dari sahabatku. Janjiku sudah terlaksana. Terima kasih ya Le, Nduk,” kata Mbah Kakung sambil tersenyum tipis.

Kami berdua tertegun.

Begitu senangkah beliau ini?

Kalau dipikir-pikir, memang selama ini tidak ada dari keturunan Mbah Rejo yang menikah dengan Keturunan Mbah Rangga sih. Entah kenapa... Mungkin saking eratnya kekerabatan kami, jadi seperti kami menikahi sepupu sendiri, padahal tak ada ikatan darah.

Mbah Rangga mendekat dan berbisik, dengan suara yang hanya bisa kami yang mendengarnya. “Setelah sekian lama kutahan tubuh ini agar tetap bisa berdiri dengan tegap sampai prosesi pernikahan ini, penyatuan dua keluarga ini. Tinggal prosesi terakhir, maka aku bisa pergi menyusul kekasihku...”

Seketika aku meremang.

Apa maksudnya barusan?

“Kalian tidak diizinkan berpisah, atau emas itu akan lenyap tak bersisa. Aku menemukan harta itu bersama dengan Rejo. Emas itu ada karena persatuan kami yang erat. Kalau sampai kalian bercerai, emas itu juga akan hilang.... dengan kata lain, kebangkrutan akan melanda semua keturunan,”

Kami diam mencerna semua perkataan Mbah Rangga.

Kami diam karena takut.

Sampai Ariel berbisik, “Pesugihan model apa yang kalian jalani?” suara menggeram tanda kemarahan. Aku memang sudah menduganya tapi aku berusaha tidak terucap di mulutku. Tapi si Ariel ini tampaknya lebih berani mendebat Mbah Rangga.

“Khehehehehe, bukan pesugihan, cucuku. Tapi perjanjian berdarah,” suara Mbah Rangga berubah. Itu bukan suaranya... suara bernada ceria yang kami lebih familiar mendengarnya.

Suara Mbah Rejo.

“A-akung?” gagap Ariel sambil menegakkan tubuhnya, Tapi Mbah Rangga langsung mencengkeram lehernya dan memaksanya menunduk lagi.

“Heh, anak semprul,” geram Mbah Rangga, yang tampaknya sedang diambil alih tubuhnya oleh Mbah Rejo.  “Pengacara sudah kutunjuk agar kalian tidak bisa ke mana-mana lagi. Perbuatan kalian akan berdampak ke seluruh keluarga. Prosesi terakhir, darah keperawanan Ariel Claudia akan membuat kami bebas,”

“Darah... apa?” Aku emosi. Aku menepis tangan Mbah Rangga. “Apa maksudnya itu Mbah?!” seruku kesal.

Mbah Rangga menegakkan tubuhnya dan menatapku dengan menaikkan dagunya. “Aku harus benar-benar yakin Ariel menikahi kamu seutuhnya. Kamu sudah menjaga kesucianmu kan? Aku sudah pastikan kau suci selama ini lewat orang-orangku. Bawakan padaku darah perawanmu, ingat, hidungku ini bisa mengendus bedanya darah perawan, darah haid, dan darah segar hasil sayatan,”

Ariel maju ke depanku, melindungiku.

“Kami minta porsi lebih besar untuk pengorbanan kami,” kata Ariel.

Aku ternganga.

Bisa-bisanya di saat seperti ini yang ia pikirkan hanya uang!

Kudengar, orang-orang di belakang kami juga menjadi riuh karena ucapannya barusan.

“Sudah kuduga kau selicik ini, kau memang keturunanku yang paling mirip diriku, Kehehehehehe,” suara Mbah Rejo lagi. Seakan Mbah Rangga memiliki dua kepribadian dalam satu tubuh. “Tenang saja bocah ingusan, aku dan Rangga sudah mengaturnya,”

Dan Mbah Rangga -atau Mbah Rejo, kini aku juga bingung- memberikan kode ke dua pengacaranya untuk menggiring kami berdua menjauhi kerumunan.

Terpopuler

Comments

iin

iin

Jenenge plek tiplek, bedanya a utk yg cewek & o utk cowok ya 😁

2024-01-09

0

T.N

T.N

baru baca juga... seru semua yg pasti karyanya Mak

2023-09-26

2

YK

YK

waduh... kok mau pamit aja sih, Mbah...

2023-09-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!