Bab 3 Masalah Alana

Dikta baru saja keluar dari ruang operasi bersama dokter Anita, sebagai dokter spesialis jantung yang juga menangani penyakit anak itu. Operasi yang ditangani mereka berjalan dengan lancar, meskipun Dikta hanya sebagai pendamping di dalam. Sebab itu berkaitan dengan masalah jantung.

“Kita berhasil, ini semua berkat kamu Dikta.” Puji Anita sambil tersenyum pada Dikta.

Dikta menggelengkan kepalanya. “Ini semua atas kuasa tuhan dan juga karena kamu. Apalagi doa keluarganya yang terus mengiringnya. Lihatlah disana, mereka tidak berhenti mendoakan anak mereka yang sedang berjuang di dalam,” balas Dikta dengan matanya yang mengarah pada keluarga anak kecil itu.

Anita juga mengikuti arah mata Dikta. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis dan merasa terharu melihat pemandangan itu “benar, doa mereka sangat ampuh bagi operasi kita hari ini,” lanjut Anita.

Dikta mengangguk lalu ia berpamitan pada Anita untuk menghampiri orang tua pasiennya dan menyampaikan kabar baiknya. Dalam hatinya ia bersyukur banget karena bisa menyelamatkan anak itu.

.

.

Jam di dinding sudah menunjuk pada pukul empat sore, Alana harus kembali pulang dan terpaksa meninggalkan Rafka lagi. Dia juga sudah menjelaskan situasinya pada Rafka semasa bangun tadi. Meski usia putranya masih sangat kecil untuk mengerti urusannya tapi Rafka adalah anak yang cerdas. Ia bahkan tersenyum dan mengatakan tidak apa apa saat tau Alana tidak bisa menjaganya lagi untuk malam ini.

Alana mengecup pipi dan kening Rafka sambil lalu dia menyelimuti tubuh putranya.

“Mama yakin besok kamu pasti sembuh, demammu sudah turun. Mama pulang dulu ya sayang. Besok mama akan jemput Rafka. Maafkan mama yang gak bisa menemani Rafka disini,” ucap Alana. Setelah itu Alana mengambil tas miliknya dan bergegas untuk keluar. Saat akan membuka pintu, pintunya sudah terbuka lebih dulu dari luar.

Sosok Dikta dengan jas putihnya yang kini berdiri di hadapannya dan melihat ke arahnya. Pandangan Dikta juga tertuju pada tangan Alana yang memegang tas-nya seolah olah bersiap untuk pulang.

“Kamu mau kemana?” tanya Dikta dengan agak canggung.

Alana langsung menundukkan pandangannya dan menjawab. “Aku harus pulang.”

Dikta mengernyitkan keningnya, “Kamu mau ninggalin anakmu lagi?” tanya Dikta.

Alana tidak menjawab, ia malah menggigit bibirnya. Ia bingung harus menjawab apa di depan Dikta.

Dikta yang melihat Alana tidak menjawab hanya bisa menghela nafas pelan. Lalu kembali berkata “Kalau kamu ada urusan, setidaknya suruh lah suamimu datang kesini. Bukankah dia harus menjaga anaknya?!” lanjut Dikta lagi.

Alana langsung mengangkat wajahnya kembali dan menatap Dikta dengan tatapan sendunya. Air mata tiba tiba turun begitu saja. Dikta tentu saja kaget melihat reaksi Alana yang tiba tiba seperti itu.

“Suamiku sudah meninggal, lalu bagaimana bisa aku menyuruh orang yang meninggal untuk menjaga anakku,” jawab Alana dengan suara yang lirih.

Suami Alana memang sudah meninggal beberapa bulan yang lalu. Dia meninggal karena kecelakaan yang menimpanya dan menghembuskan nafas di rumah sakit ini juga. Itulah sebabnya Alana tidak betah berlama lama di rumah sakit ini, sebab rumah sakit ini mengingatkannya pada suaminya yang sudah tiada. Namun, mengenai alasannya meninggalkan Rafka bukanlah hal itu. Alana harus menemui keluarganya yang selalu memaksanya untuk menikah kembali padahal hatinya saja masih mencintai suaminya. Sebenarnya dari pagi dia sudah ditelfon ibunya untuk segera pulang dan menemui laki laki yang akan dijodohkan olehnya. Namun Alana masih bisa mengabaikannya. Tapi ketika ibunya membawa nama nama Rafka dalam hal itu, baru lah Alana sadar. Ia harus segera menemui ibunya.

Dikta merasa bersalah karena ia tidak mengetahui hal itu dan membuat Alana bersedih.

“Maaf, aku tidak tau. Sepertinya aku sudah lancang berbicara seperti itu padamu,” ujar Dikta sambil menatap Alana dengan tulus.

Alana menghapus air matanya dan kembali tersenyum. “Tidak apa apa, lagi pula kamu tidak tau. Aku nitip Rafka ya.”

“Baiklah,” jawab Dikta tanpa bertanya lagi.

Setelah itu Dikta meminggirkan tubuhnya dan memberikan Alana jalan untuk keluar. Alana langsung keluar setelah berterima kasih pada Dikta. Dan Dikta hanya bisa memandangi Alana yang semakin menjauh dari pandangannya. Sudah lama tidak bertemu membuat Dikta tidak mengetahui apa apa tentang Alana. Terlebih mengenai suaminya yang sudah tiada. Dikta menutup pintunya kembali, dia kembali pada tujuan utamanya datang ke ruangan itu.

.

.

Alana baru saja sampai di rumah kedua orang tuanya, dengan raut wajah yang penuh kemarahan ia masuk ke dalam tanpa mengucap salam. Di dalam Alana bisa mendengar suara tawa seseorang yang bersama kedua orang tuanya. Alana sudah menduganya, orang itu pasti sudah ada disana untuk menunggunya.

“Aku datang,” ucap Alana dengan tiba tiba pada kedua orang tuanya.

Winda, ibu dari Alana langsung menoleh ke arahnya. Wajahnya langsung berseri seri ketika melihat Alana.

“Nah, ini dia yang ditunggu tunggu. Sini sayang,” panggil Winda pada Alana masih dengan senyum tak berdosanya.

Laki laki yang duduk di depan ibunya juga ikut menoleh dan melihat ke arahnya. Namun Alana tak menghiraukannya, Alana langsung melewatinya tanpa harus menyapa dan duduk di samping ibunya.

”Lihatlah Yog, putriku sangat cantik bukan. Om yakin kamu pasti sangat menyukainya” ujar Liam, ayah dari Alana.

Yoga, laki laki yang akan dijodohkan dengan Alana itu hanya mengangguk dan tersenyum pada Liam. “Yah, dia masih tetap cantik meskipun sudah punya anak,” jawab Yoga sambil memandangi paras Alana yang memang cantik. Sangat berbeda dengan wanita wanita yang ditemuinya di luaran sana.

“Jadi bagaimana, apa kau setuju menikahi putri tante ini?” tanya Winda dengan penuh harap.

Alana tersenyum sinis, bagaimana bisa kedua orang tuanya mengambil keputusan tanpa bertanya pada dirinya terlebih dahulu. Mereka dengan seenaknya menentukan hidupnya. Alana tidak akan tinggal diam saja. Matanya langsung tertuju pada Yoga yang juga sedang melihat ke arahnya.

“Bagaimana bisa kalian menjodohkan aku dengan laki laki yang belum tentu lebih baik dari almarhum suamiku” dengus Alana sambil menatap Yoga dengan pandangan yang meremehkan.

Winda dan Liam langsung tersentak mendengar apa yang yang dikatakan Alana.

“ALANA!!!” Hardik Liam pada Alana.

Alana melirik pada Liam lalu tersenyum mengejek.

“Kenapa? Apa perkataanku salah Ayah? Aku hanya ingin tau kualitasnya sehingga dia berani menunjukkan wajahnya di hadapanku.” Lanjut Alana lagi seolah menantang Liam.

Winda benar benar tidak menyangka, dia langsung melayangkan sebuah tamparan di pipi Alana.

“Kamu keterlaluan Alana. Kamu sudah mempermalukan kedua orang tuamu yang sudah berniat baik pada kamu ini,” geram Winda. Winda tidak peduli jika Alana harus kesakitan karena tamparannya. Ucapan Alana membuatnya benar benar malu dengan Yoga, calon menantunya.

Alana memegang pipinya yang memerah karena bekas tamparan itu. Lalu ia kembali menatap wajah sang ibu yang sudah membesarkannya dengan tatapan penuh kebencian. “Aku tidak mau menikah dengan dia, jika ibu menginginkan sebuah pernikahan. Kenapa tidak ibu saja yang menikah dengannya?”

.

.

Terima kasih sudah membaca

Jangan lupa like+komentar

?

Terpopuler

Comments

🥰🥰 Si Zoy..Zoy..🤩🤩

🥰🥰 Si Zoy..Zoy..🤩🤩

Lanjut Thor...

2023-07-06

0

🥰🥰 Si Zoy..Zoy..🤩🤩

🥰🥰 Si Zoy..Zoy..🤩🤩

Semoga Dikta mengetahui rencana perjodohan Alana dengan Yoga...
dan segera bertindak...

2023-07-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!