Beberapa saat kemudian, orang yang mereka tunggu-tunggu akhirnya muncul juga.
Wiliam kagetnya ketika melihat orang yang baru saja masuk di ruangan mereka itu, orang yang sudah dia usir tadi. “Kamu ngapain di sini? Bukannya tadi sudah aku katakana untuk menunggu mba Leoni di rumah? Siapa yang membukakan pintu untukmu?” sontak Wiliam menghampiri Glen yang masih berdiri di depan pintu dan spontan berbisik ke telinga Glen dengan aba-aba hendak menarik Glen keluar.
Glen tidak menanggapi perkataan Wiliam, dia hanya menunjukkan aura emosi pertanda tidak senang dengan perlakuan Wiliam.
Wiliam pun membalas tatapan Glen dengan melebarkan mata menantang.
Sementara Leoni tidak dapat berbuat apa-apa, dia terpaku di tempat melihat adegan di depan matanya itu, dia langsung memiliki firasat kalau mungkin orang yang sementara mereka tunggu itu adalah Glen, apalagi melihat tingkah Pak Lukas yang langsung kaget dan berdiri menghampiri kedua pria yang terlihat sedang emosi seperti berebut kue.
“Heemmmm…. Bodohnya aku. Kenapa sejak awal tidak menyadarinya.” Leoni menyadari apa yang ada dalam pemikirannya, secara spontan dia langsung berdiri hendak melangkahkan kaki menghampiri mereka yang jaraknya lumayan jauh dari tempat dia duduk.
“Bu mau kemana? Duduk saja. Nanti kita kena marah loh.” Bu Melati menarik lengan Leoni yang sudah berdiri dari tempat duduknya dan hendak melangkah.
“Ayo!” Pak Lukas menghampiri mereka kemudian menarik lengan Glen dan menuntunnya melangkah ke bagian depan dimana tempat duduk para petinggi yang ada saat itu.
“Pak Lukas nih apa-apaan sih?” Wiliam masih tersulut dengan emosinya. “Pak….” Dia masih hendak menghalangi Glen, dia mengejar Langkah pak Lukas dan Glen.
“Bapak/Ibu kenalkan ini Tuan Glen, beliau ini adalah presdir kita yang baru.” Pak Lukas memperkenalkan Glen di hadapan semua orang sambil melangkah menuju ke podium tempat para pimpinan duduk.
“Makasi om.” Glen duduk di tempat yang sudah disiapkan.
“Bapak/Ibu silahkan duduk.” Pak Lukas mempersilahkan semua orang untuk duduk.
Wiliam terpaku pada posisi nya, pikirannya masih loading antara menerima bahwa Glen adalah presdir mereka dan menyesali perbuatan yang dia barusan perbuat kepada Glen atau juga mau mebelah diri nya karena serba tidak tahu dan tidak mengenal Glen sebelumnya. Dia merutuki kebodohannya karena sudah berlaku ceroboh seperti tadi. Terlambat dia menyadari keadaan, Wiliam hendak keluar tapi pintu aula sudah tertutup dan semua mata tertuju padanya. Dengan Langkah lunglai, Wiliam Kembali duduk di tempat duduknya semula.
“Hemmmm…. Tunggu kau, Wiliam.” Kata Glen dalam hati.
Suasana Kembali hening ketika Wiliam sudah Kembali duduk di tempatnya, yang tepat berada di samping Leoni.
Sementara Leoni tetap berdiri dalam kebingungan, Leoni mengutuk dirinya yang terlalu bodoh tidak menyadari dimana kini dia berada. Kenapa dia tidak bertanya pada Glen tentang perusahaan dan yayasan miliknya yang berada di Kupang? Padahal sudah pernah disinggung oleh Glen dan keluarganya.
Saat itu tidak ada yang berani menegur Leoni untuk duduk, bu Melati sekalipun yang memegang tangan Leoni tapi tak berani bersuara atau meminta Leoni untuk duduk, dia hanya menggerak-gerakan tangan Leoni memberi tanda untuk duduk tapi tidak mampu menyadarkan Leoni dari lamunannya.
“Glen, mau ke mana?” bisik Pak Lukas ketika Glen berdiri dari tempatnya. “Kamu belum menyampaikan sesuatu, kok udah berdiri?” Tanya Pak Lukas lagi dengan santai.
Tanpa bersuara sedikitpun Glen terus berjalan menuju ke arah Leoni dan Wiliam berada.
“Mati sudah aku!” Wiliam mulai gugup melihat Glen yang mengarah ke tempat dia duduk. “Jangan ke sini…..! jangan….!” Kata Wiliam dalam hati. “Mampus lu Wiliam!” Wiliam merutuki dirinya sendiri, wajahnya memerah dan malu ketika Glen sudah tepat berada di hadapanya.
Glen masih belum mengatakan apa-apa, dia langsung menarik lengan Leoni dan menggiringnya ke arah depan.
Leoni masih belum bersuara, tangan bu Melati yang tadinya memegang lengan Leoni terlepas dengan sendirinya, bu Melati pun kebingungan, kenapa presdirnya itu berlaku seperti itu pada Leoni yang seorang guru baru di tempatnya. Sementara Leoni hanya menurut saja tanpa bantahan apapun sampai di podium. Seorang pengawal langsung menyiapkan tempat duduk untuk Leoni di samping tempat Glen.
Tanpa berkata apapun dengan Leoni, Glen langsung menyapah semua orang yang berada di tempat itu. Dia berpidato dan menyampaikan perkenalan sekaligus memberikan pesan secara umum untuk para pegawai di perusahaan maupun tenaga pengajar di Yayasan Gonzaga.
Setelah acara selesai, Wiliam langsung berlari keluar dari aula seolah-olah Glen akan mengejarnya.
“Om…” Glen berjalan di samping pak Lukas sambal menarik lengan Leoni, seolah dia takut Leoni lepas.
“Kita bicara di ruangan saya.” Kata Pak Lukas singkat dan mereka melangkah menuju ke ruangan yang dimaksud.
“Ini Leoni, calon istri aku om.” Kata Glen to the poin.
“Hah?” Pak Lukas kaget.
“Iya, dia guru renang yang om rekrut.” Kata Glen lagi.
“Maaf Glen, om tidak tahu.” Jawab Pak Lukas lagi.
Besok harinya Leoni mulai bekerja menjalankan tugasnya sebagai guru renang dan sekaligus menjadi pelatih renang, dia bertemu dan berteman dengan orang baru di sekolah itu termasuk Wiliam dan Melati.
“Mba Leoni mau pulang yah?” Wiliam menghampiri Leoni yang sedang melakukan absensi sidik jari di ruang personalia.
“Eh Pak Wiliam. Iya nih, sudah selasai mengajar, jadi aku mau pulang.” Jawab leoni singkat.
“Ehem, jangan panggil pak dong, Wiliam aja. Kan masih seumuran?!” Wiliam malu-malu sambil menunjuk ke arah dirinya dan Leoni.
“Ah iya juga sih. Tapi kan tidak sopan yah, lagian kita di kantor, jadi tidak seharusnya memanggil dengan nama saja.” Kata Leoni ketus dan tegas.
“Iya juga sih. Terserah aja deh!” kata Wiliam lagi.
“Aku pamit dulu yah!” Leoni menunjuk ke arah pintu keluar.
“Mba Leoni tidak tinggal lagi di mess sekolah?” Tanya Wiliam basa-basi.
“Maaf, bukan urusan anda.” Jawab Leoni agak sungkan.
“Oh iya maaf, tidak bermaksud apa-apa mba. Silahkan!” Wiliam menunjuk ke arah pintu keluar. Perlahan-lahan Wiliam mulai mencari perhatian dan menunjukkan perhatian pada Leoni.
***
Besok paginya, Wiliam mencari Melati yang kemungkinan besar berada di ruang guru. Tepat sekali, Melati sedang bersiap-siap untuk mengajar, dia sedang mengatur perlengkapan yang akan dipakainya untuk mengajar.
“Mel.” Wiliam menghampiri Melati.
Hati melati nampak berbunga-bunga mendapat kunjungan tiba-tiba dari Wiliam, apalagi msih pagi-pagi, membuat dia tambah semangat untuk menjalankan aktivitasnya.
“Melati.” Panggil Wiliam membuyarkan lamunan Melati yang sedang membayangkan seandainya setiap pagi Wiliam mengunjunginya sebelum menjalankan aktivitas tentu akan sangat menyenangkan.
“Eh iya pak. Ada apa?” Tanya Melati dengan ekspresi kaget.
“Leoni di mana?” Wiliam malah balik bertanya pada Melati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments