"Yaa gak papa sih kalau kalian deket sama mereka, tapi jangan sampe ganggu sekolah. Kalian harus tetep fokus belajar, jangan sampe nilainya turun apalagi berantem cuma gara-gara cowok, paham?" ucap Lusi menengahi sambil memberi wejangan.
"Iya, Bu!" jawab Rhea dan Cantika menatap ibunya dengan penuh kasih dan rasa hormat.
Setelah selesai makan dan bercengkrama, Rhea beristirahat ditemani Cantika dan Lusi yang masih membahas beberapa hal. Keduanya duduk tidak jauh dari ranjang tempat Rhea terlelap.
Malam semakin larut, Lusi pun pamit pulang dan Cantika mengantarnya sampai ke area depan asrama. Sebelumnya dia memastikan Rhea benar-benar terlelap dan pergerakan mereka tidak mengganggu istirahatnya.
Di tempat parkir terlihat mobil warna silver tengah menunggu kedatangan mereka. Kendaraan tersebut milik Lusi secara pribadi karena selain berstatus sebagai kepala panti, beliau juga memiliki bisnis baking yang cukup berkembang pesat.
"Ibu jaga kesehatan, yaa. Jangan capek-capek!" pinta Cantika dengan nada lembut penuh rasa hormat.
"Iya sayang, kamu sama Rere juga jaga diri baik-baik. Jangan lakuin hal yang aneh-aneh, ya. Ibu juga titip, Rere kayaknya ...." Lusi menatap Cantika lekat dengan raut wajah khawatir.
"Ibu gak usah khawatir. Rhea baik-baik aja kok, Cantika bakal jagain dia. Ibu tenang aja yaa!" jawab Cantika paham akan kekhawatiran ibunya tersebut.
"Ibu cuman gak mau, usaha kita sia-sia. Ibu gak mau liat Rere terpuruk kayak dulu. Apalagi setelah semua ini, rasanya—" Lusi semakin gelisah.
"Ssttt, jangan berpikiran kayak gitu. Cantika akan berusaha alihin perhatian Rere biar gak mikirin kejadian ini terus. Cantika akan kabarin Ibu apapun perkembangannya, ya!" jawab Cantika menyela lalu merangkul ibunya itu agar merasa lebih tenang.
"Janji, ya?" Lusi menggenggam tangan putrinya itu.
"Um, janji!" jawab Cantika tersenyum.
Cantika pun membukakan pintu mobil dan Lusi pun masuk ke dalamnya. Dengan perasaan berat keduanya harus saling melepas karena Lusi tidak diizinkan menjenguk terlalu larut malam dan Cantika juga tidak bisa berbuat lebih untuk hal itu.
Setelah kendaraan tersebut jauh dari pandangannya, Cantika dikejutkan dengan kedatangan dua orang pria yang cukup mengejutkan baginya.
Daffin dan William berjalan ke arahnya sambil tersenyum sebagai sapaan. Keduanya menggunakan sweater berwarna hitam dan celana hitam dengan sepatu putih membuat tampilan santai dan bergaya yang cukup menyilaukan mata.
"Siapa yang datang?" tanya William ketika sampai dihadapan Cantika.
"Ibu Lusi, ibu gue sama Rhea," jawab Cantika tanpa ragu memandang kedua pria itu.
Tampak raut wajah terkejut dari Daffin dan William. Seketika foto yang ditunjukkan Shena tempo hari teringat kembali. Keduanya pun saling menoleh satu sama lain seolah memiliki pikiran yang sama.
"Um, gue sama Rhea emang anak panti. Ibu Lusi adalah orang tua yang merawat kami sejak kecil," jelas Cantika menjawab raut wajah kaget dari dua pria didepannya.
"Sorry!" ucap William dengan perasaan tidak nyaman karena takut menyinggung wanita didepannya ini.
"It's okay, gue gak keberatan kok kalian tahu ini," jawab Cantika jujur sambil tersenyum.
"Oh ya, kalian ngapain di sini? Ini udah malam banget, loh!" tanya Cantika melihat jam tangannya.
"Kita cuman jalan-jalan di taman deket sini kok. Karena gak bisa tidur!" jawab William tertawa kecil untuk mencairkan suasana.
"Ooh, dua lagi?" tanya Cantika.
"Mereka pergi ke minimarket didepan sana. Waktu kita nunggu gak sengaja liat lo, jadi kita ke sini," jawab Daffin.
"Um!" Cantika mengangguk paham.
"Rhea ... gimana?" tanya Daffin penasaran.
"Dia lagi istirahat di kamar," jawab Cantika.
"Dia masih—" kalimat Daffin terpotong.
"Cantika, Rhea teriak-teriak di kamar!" teriak salah satu anak asrama yang tinggal dekat dengan kamar dia dan Rhea.
Cantika dan dua pria itu langsung menoleh dan terkejut dengan apa yang didengarnya. Mereka langsung berlari masuk tanpa memedulikan peraturan yang ada. Agam dan Galen yang baru sampai pun ikut berlari mengejar menuju kamar Cantika.
"Rhea!" Cantika membuka pintu kamar dan melihat sahabatnya itu tengah duduk dipojok ruangan sambil ketakutan.
Cantika mendekati Rhea perlahan sambil memanggil namanya. Wanita itu duduk memeluk lutut menyembunyikan wajahnya yang terus menangis.
"Ssttt tenang, ya! It's okay, gue di sini, lo gak sendiri!" Cantika berhasil meraih tangan Rhea setelah mendekat dengan penuh hati-hati.
Daffin CS terlihat ingin melangkah mendekat juga tapi langsung diberi isyarat gelengan kepala oleh Cantika sebagai tanda 'tidak boleh'.
Setelah mendapat isyarat tersebut, mereka kembali diam dan hanya memerhatikan dua perempuan itu dari ambang pintu.
"Re!" panggil Cantika tapi Rhea tetap menyembunyikan wajahnya.
"Udah ya, tenang ya, lo gak sendiri, gue di sini, semua akan baik-baik aja!" lanjut Cantika sambil perlahan berniat merangkul sahabatnya itu.
"Gak ada yang baik-baik aja, gue bikin Richie—" ucap Rhea sedikit menunjukkan wajahnya lalu kembali menunduk sambil menangis.
"Kepergian Richie bukan salah lo, sampai kapan lo mau kayak gini, Re!" jawab Cantika.
"Richie ... siapa?" gumam Daffin menatap Rhea yang tampak hancur dimatanya.
***
"Lo sempurna ... dan bukan cuman gue yang bisa liat itu!" ucapnya lagi. Terdengar begitu manis tapi tidak berhasil membawa senyuman di wajah Rhea.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments