"Guys, thanks ya buat hari ini. Gue gak tahu deh bakalan kayak gimana kalau kalian gak bantuin tadi. Makasih banyak," jelas Cantika tersenyum.
"It's okay. Cepet sembuh ya, Re!" jawab William.
"Um, makasih semuanya!" jawab Rhea tersenyum.
"Gue balik dulu, ya!" ucap Cantika lalu memberi isyarat agar William menenangkan Daffin.
Paham dengan isyarat yang diberikan, William pun mengangguk pelan lalu Cantika pun pergi meninggalkan ruangan itu dan kembali ke asrama.
Daffin berniat menyusul tapi dicegah oleh William. Dia pun membawa Daffin CS ke area parkir dan bersiap untuk pulang.
Sempat mendapat penolakan tapi akhirnya Daffin pun menuruti William dan segera kembali ke rumah.
Sesampainya di depan rumah, Daffin turun dari kendaraannya dan menatap sejenak mobil hitam yang terparkir didepan rumahnya juga.
Dia memutar bola mata jengah lalu melangkah masuk ke dalam rumah. Di sana, Daffin menemukan sepasang suami-istri yang tengah sibuk dengan kopernya menuruni tangga dari lantai atas.
"Hello, honey!" sapa Suzy Matthew, ibu kandung Daffin yang berjalan menuruni tangga sambil membawa koper diikuti suaminya, Cakra Matthew tengah melakukan hal yang sama.
Tanpa menjawab sapaan tersebut, Daffin hanya menatap kedua orangtuanya dari ujung tangga dengan ekspresi dingin dan tidak peduli khas miliknya.
Suzy meletakkan koper lalu memeluk anak semata wayangnya tersebut cukup erat. Kemudian bergantian dengan Cakra yang juga merangkul putranya itu.
"Kapan kalian pulang?" tanya Daffin dengan nada acuh tak acuh.
"Baru saja, tapi sayang Mami-Papi minta maaf karena kami harus segera ke bandara sekarang. I'm so sorry," jawab Suzy yang langsung dibalas helaan napas oleh anaknya itu.
"It's okay. Aku udah biasa dengan hal itu," jawab Daffin melangkah menaiki tangga tanpa menoleh kembali ke belakang.
"Sayang!" panggil Suzy lembut tapi tidak diindahkan oleh Daffin.
"Dia pasti kesepian banget. Tapi gimana, kita juga gak bisa apa-apa," ucap Suzy sedikit mengeluh pada suaminya itu.
"Yaa mau gimana lagi. Dia pasti ngerti, aku akan telepon temen-temennya buat nemenin dia di sini, ya!" jawab Cakra menenangkan istrinya tersebut.
"Um, cuman itu yang bisa bikin kita tenang ninggalin dia," jawab Suzy sedikit menghela napas berat.
"Um. Yaudah, ayo!" Cakra menggeret koper milik dia dan istrinya keluar dari rumah sambil menghubungi William.
Mereka segera masuk ke mobil dan pergi bersama supir. Daffin hanya memandang kepergian mereka dari balkon dengan tatapan kecewa, sendu dan kesepian. Semua rasa yang telah menemaninya tumbuh sejak kecil hingga sekarang.
"Kalian gak pernah mau tahu, apa yang sebenarnya aku pengen sekarang?!" gumam Daffin menatap kepergian orangtuanya.
Daffin segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan pergi menyiapkan makanan sambil menunggu William CS datang.
Sejak kecil, orangtuanya selalu sibuk dengan pekerjaan. Dia terbiasa menghabiskan waktu sendirian di rumah.
Meskipun suasana diramaikan dengan kehadiran lima pegawai pria termasuk supir dan tiga maid yang melayaninya, tapi Daffin justru memilih mengurung diri di kamar.
Dia banyak menghabiskan waktu dengan buku dan game di sana. Kehadiran William CS juga tidak sepenuhnya bisa mengisi kekosongan tersebut.
Ketika usianya menginjak sekolah menengah pertama, Daffin mulai terbiasa mandiri dan menerima semua keadaannya.
Dia mulai beradaptasi dengan lingkungan dan tidak segan untuk terjun sendiri ke dapur untuk menyiapkan makanannya ketika tengah bosan.
Meskipun sudah dilarang oleh para maid, tapi Daffin tetap dengan pendiriannya dan perlahan kebiasaan tersebut mulai menempel padanya.
Para maid membantunya menyiapkan bahan makanan dan menata hidangan yang telah matang di meja. Kemudian, Daffin akan menyantapnya dengan lahap hingga rasa stress-nya berkurang.
Saat ini pun, Daffin tengah bergelut dengan bahan makanan dan peralatan memasak. Setelah mendapat tiga hidangan dari lima yang direncanakan, William CS pun sampai di rumahnya.
Mereka langsung ke dapur karena mencium aroma masakan yang begitu menggoda. Seperti biasa, William CS akan duduk di meja makan memerhatikan Daffin yang dengan lihai memasak seorang diri di sana.
Para maid menyajikan minuman untuk William CS lalu membantu Daffin menata hidangan di atas meja. Setelah menunggu beberapa saat, semua hidangan pun selesai.
Daffin menyusul teman-temannya untuk duduk di meja makan lalu menikmati hidangan bersama-sama. Sesekali dia mendapat pujian atas kerja kerasnya dan senda gurau pun dilontarkan satu sama lain.
Suasana kembali hangat, Daffin tersenyum senang dengan kehadiran sahabatnya itu meskipun jauh dalam hatinya hal tersebut bukanlah keinginannya yang utama.
Raut wajah turun milik Daffin disadari William yang duduk di sampingnya. Dia pun menoleh memerhatikan Daffin yang sedikit menjauhkan sendok makannya.
"It's okay. Mereka hanya pergi beberapa hari," ucap William seolah tahu apa yang tengah mengganggu pikiran sahabatnya itu.
"Heh, lo kayak tahu aja," jawab Daffin berniat mengelak.
"Hehe gue kenal lo bukan sehari dua hari kali," timpal William lagi.
"Jadi lo pasti tahu kalau gue gak peduli sama sekali. Gue udah biasa kayak gini. Ada atau nggak mereka, bukan masalah lagi buat gue," jelas Daffin kembali menyantap makanannya.
William hanya menghela napas lalu kembali berpaling ke makanannya. Dia tahu betul sifat sahabatnya itu, meskipun bibirnya mengetakan 'tidak' bukan berarti hatinya mengatakan hal yang sama.
Sekeras apapun seseorang menerima keadaan seperti ini, tentu saja hatinya tidak akan rela sepenuhnya. Pasti ada rasa kecewa dan sepi yang menyelimuti bagian dirinya. Tapi Daffin bukan tipe orang yang mudah menunjukkannya.
***
"Lo sempurna ... dan bukan cuman gue yang bisa liat itu!" ucapnya lagi. Terdengar begitu manis tapi tidak berhasil membawa senyuman di wajah Rhea.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments