Pertandingan basket hampir memasuki menit-menit terakhir. Cantika tampak gelisah dan beberapa kali mengedarkan pandangan ke arah pintu masuk dan penonton untuk mencari orang yang dia kenal.
"Rhea kemana? Kok belum datang juga?" gumam Cantika dalam hati sambil mengedarkan pandangan khawatir.
Di sudut lain, William yang tengah berjaga disisi lapangan menoleh pada Cantika yang berdiri tidak jauh darinya. Dia melihat raut wajah Cantika yang begitu panik juga gelisah.
"Dia kenapa?" gumam William ikut menebak isi pikiran Cantika.
"Will!" panggil Agam mengoper bola.
Beruntung, William langsung tersadar dan bisa menangkap bola dengan baik. Dia kembali fokus ke pertandingan meskipun konsentrasinya harus terbagi dengan kepergian Cantika yang terlihat berlari keluar dari lapangan indoor tersebut.
"Dia mau kemana, sih? Gue harap gak ada hal buruk yang terjadi!" gumam William kembali mengingat raut wajah Cantika yang panik.
"Lo dimana?" gumam Cantika sambil terengah-engah karena berlarian kesana-kemari mencari sahabatnya itu.
Cantika berusaha menelepon ponsel Rhea tapi tidak aktif. Dia terus berusaha menghubungi sahabatnya itu sambil berlarian memeriksa area sekolah untuk menemukannya.
Sementara itu, di area duduk penonton tampak Shena yang tengah tersenyum smirk melihat Cantika keluar sambil berlari.
Dia dapat menebak dengan tepat apa yang tengah mengganggu pikiran wanita tomboy tersebut. Matanya terus memerhatikan kepergian wanita itu hingga diambang pintu lalu kembali fokus ke pertandingan memerhatikan Daffin.
"Mereka keren banget, aahhh!" ucap Dyra penuh antusias mendukung Daffin CS.
"Lo bener banget. Bayangin gimana rasanya jadi pacar mereka, aaahhh pasti satu sekolah iri," sahut Gwen meleleh membayangkan jika dia dekat dengan salah satu pria itu.
"Kalian bisa bayangin apapun tapi ingat, Daffin ... cuman buat gue, paham!" timpal Shena tersenyum bangga akan dirinya sendiri.
"Tentu!" jawab Dyra dan Gwen bersamaan.
"Gue sih lebih suka William, dia cool banget terus senyumnya manis bikin meleleh ... aahhh gue gak kuat!" lanjut Dyra dengan sifat centilnya.
"Kalau, kalau gue lebih suka Agam. Dia keren banget!" sahut Gwen menyatukan jari-jari tangan dengan Dyra dan melompat kecil bersama dengan perasaan riang.
Shena hanya tersenyum melihat tingkah dua sahabatnya yang tengah berbunga-bunga dengan empat cowok populer itu.
"Mereka bener-bener populer dalam waktu singkat. Gue harus bisa dapetin Daffin sebelum dia semakin dekat dengan si Upik itu. Pokoknya, gak ada yang bisa halangin gue dapetin Daffin!" gumam Shena dalam hatinya sambil tersenyum smirk.
Suara riuh semua penonton memenuhi lapangan usai pertandingan berakhir dan Daffin CS dinyatakan sebagai pemenangnya.
Semua orang terutama siswa perempuan bersorak cukup keras meluapkan perasaan bahagia dan bangga atas kemenangan tersebut.
Tidak sedikit juga yang berteriak untuk memuji ketampanan para pria itu. Agam dan Galen melihat ke arah penonton sambil tersenyum serta melambaikan tangan. Sementara itu, Daffin dan William memilih ke pinggir lapangan untuk minum dan mengelap keringatnya.
William tampak tergesa-gesa sambil menoleh ke arah pintu keluar. Daffin yang menyadari hal tersebut mengerutkan kening sambil menatapnya.
"Lo ken—" tanya Daffin.
"Ikut gue!" jawabnya menyela dan langsung berlari ke pintu keluar.
Melihat temannya pergi begitu saja, Daffin memberi isyarat pada Agam dan Galen untuk mengikuti William.
Keempat pria itu berlari di lorong menuju ruang kelas mereka, tapi tepat didepan kelas William hanya celingukan seperti mencari sesuatu.
"Lo nyari apa, sih?" tanya Daffin heran.
"I-iya nih, lo—" Agam dan Galen berusaha mengendalikan napasnya yang terengah-engah karena terkejut langsung berlari mengejar William.
"Lo ngapain lari kesetanan begitu?" tanya Galen melanjutkan kalimat Agam sebelumnya.
"Tar dulu!" William terus mengedarkan pandangan ke seluruh sisi lorong sambil membuka ponselnya mencari kontak seseorang.
"Cantika!" panggil William ketika matanya melihat seorang perempuan berlarian di lorong.
William kembali menyimpan ponselnya dan berlari menghampiri wanita itu. Daffin CS pun saling menoleh lalu mengikuti langkahnya juga.
"Ada apa?" tanya William pada Cantika seolah paham ada yang tidak beres.
"Rhea ... Rhea hilang!" ucap Cantika terengah-engah.
"Gue—gue gak tahu dia kemana. Teleponnya juga gak aktif. Gue bingung banget dia kemana?" lanjut Cantika khawatir.
"Dari kapan? Bukannya dia tadi sama lo di kelas?" tanya Daffin yang juga ikut khawatir.
"Setelah kalian pergi, Rhea juga ikut keluar dan gue juga langsung pergi ke ruang guru. Gak lama kok, cuman dua puluh menit gue udah pergi ke lapangan liat kalian bertanding. Tapi Rhea gak ada!" jelas Cantika.
"Yaudah kita berpencar, Agam sama Galen cari di area luar sekolah. Cantika sama William pergi ke bangunan pertama area kelas dan ruang guru. Bangunan belakang biar gue yang periksa," ucap Daffin.
"Okeh!" semua orang menyetujui dan langsung berlarian ke area masing-masing.
"Lo harus baik-baik aja!" gumam Daffin dalam hatinya.
Area sekolah hampir kosong sepenuhnya, semua orang berkumpul di lapangan basket menjamu pihak sekolah lawan. Sementara guru lain memilih pulang karena jam sekolah sudah berakhir.
Kondisi tersebut membuat Cantika dan Daffin CS tidak ragu untuk meneriakkan nama Rhea sambil berlarian ke seluruh area sekolah.
Dua puluh menit berlalu, semua siswa juga terlihat memenuhi area parkir dan luar sekolah. Agam dan Galen yang berada di sana langsung terpikir untuk menemui pak Dio yang membimbing pertandingan hari ini. Keduanya pun langsung berlari ke lapangan.
Cantika dan William juga tampak mengontrol napas di depan ruang guru. Wajah panik Cantika semakin terlihat karena Rhea tidak kunjung ditemukan. Ditengah kebingungannya, seorang guru perempuan datang menghampiri mereka.
"Cantika, ada apa ini? Kamu kenapa?" tanya guru tersebut langsung khawatir melihat ekspresi wajahnya.
"Bu Anna!" Cantika dan William menoleh ke sumber suara.
"Bu, apa boleh kami liat rekaman CCTV sekolah?" tanya Cantika tanpa basa-basi.
"Loh kenapa? Emangnya kalian lagi nyari apa?" tanya Anna lagi.
"Rhea hilang, Bu. Dari jam pulang sekolah dia gak keliatan. Kami udah cari ke semua area sekolah tapi belum ketemu," jelas William.
"Saya juga udah cari ke asrama tapi gak ada juga. Bu tolong, boleh yaa!" sahut Cantika memohon.
"Yaudah, ayo!" jawab Anna menuntun William dan Cantika ke ruang CCTV. Tidak lama kemudian Agam, Galen dan Pak Dio juga datang ke ruang pengawas tersebut untuk rencana yang sama.
Sementara itu, Daffin masih berada di area gedung belakang. Dia berlari di lorong sambil memeriksa tiap ruangan yang ditemuinya hingga langkahnya berakhir di area gudang.
Sayup-sayup, dia mendengar suara perempuan menangis di sana. Daffin langsung mengedarkan pandangan berusaha menemukan sumber suaranya.
"Itu—" Daffin melihat kalung dengan liontin rubi yang tampak asing baginya.
"Ini punya siapa? Kayaknya bukan barang buangan deh?" monolog Daffin memerhatikan kalung tersebut.
"Siapa sih?" Daffin mengeluarkan ponselnya yang tiba-tiba berdering.
"Kenapa, Will?" tanya Daffin.
"Fin, liontin ruby yang lo pegang sekarang, itu punya Rhea," jawab Cantika menggunakan ponsel William.
"Hah? Lo yakin? Tunggu, kok lo tahu gue pegang liontin ruby?" tanya Daffin.
"Gue sama yang lain lagi periksa rekaman CCTV bareng pak Dio sama bu Anna. Selagi kita periksa rekamannya, apa lo bisa periksa area itu? Siapa tahu Rhea ada di sana," jawab Cantika.
"Okeh. Gue coba cari. Kalian kabarin juga kalau nemu sesuatu, okeh?" jawab Daffin lalu memutuskan panggilan.
"Re—lo dimana?" gumam Daffin.
Fokusnya kembali ditarik oleh suara menangis. Daffin mengikuti sumber suara yang terdengar dari area dalam gudang. Dia pun mengintip dari jendela dan menemukan sesuatu yang membuatnya tercengang.
"Rhea!" teriak Daffin berusaha membuka pintu gudang dengan mendobraknya.
Setelah berhasil terbuka, Daffin melihat wanita itu terkapar sambil menangis di lantai dengan tangan terikat ke belakang.
"Rhea ... lo kenapa?" Daffin langsung melepaskan ikatannya.
"Rhea!" Daffin menarik pelan tubuh Rhea agar duduk.
Daffin menatap wajah Rhea yang sembab dengan noda darah di sudut bibirnya. Beberapa area tubuhnya juga lebam membiru.
"Lo kenapa? Siapa yang lakuin ini?" tanya Daffin lembut. Rhea hanya menatap Daffin dengan air mata yang terus turun membasahi pipinya.
"Ma-maaf! Maaf! Maaf!" ucap Rhea berulang kali sambil terus menangis.
Daffin langsung memeluk Rhea erat dan mengusap puncak kepalanya untuk membuat wanita itu tenang.
Setelah merasa lebih tenang dan Rhea tertidur karena terlalu lama menangis, Daffin pun memberitahu Cantika CS bahwa Rhea akan dibawa ke UKS.
Setelah itu, semua orang berkumpul di UKS dengan keadaan Rhea yang telah diobati dan dibiarkan terbaring beberapa saat lagi agar kondisinya membaik.
"Jadi mereka lagi?" tanya Daffin.
"Um, area dalam gudang gak ada CCTV jadi kita gak tahu mereka lakuin apa aja. Tapi dilihat dari luka dan laporan dokter, udah pasti ini gak bisa ditoleransi lagi," jelas William.
"Bapak dan Ibu sudah tahu soal ini, saya harap kejadian ini mendapat perhatian khusus dari sekolah," ucap Cantika dengan tatapan cukup tajam dan dominan.
"Kalau soal itu—" Dio dan Anna saling menoleh menampilkan raut wajah bingung.
"Ini bukan yang pertama, iya kan? Tapi Rhea mengalami perlakuan paling berat dari korban yang lain, apa sekolah akan tetap diam setelah ini?" lanjut Cantika menyudutkan dengan sedikit emosi.
"Saya harap mendapat jawabannya besok pagi atau saya sendiri yang akan bertindak!" sahut Daffin dengan tatapan mengintimidasi.
Dio dan Anna hanya bisa mengangguk takut mendapat tatapan seperti itu dari Daffin. Mereka paham betul apa yang bisa dilakukan seorang Daffin dengan kekuasaannya.
Keduanya pun segera bangkit untuk menghubungi para petinggi mengenai hal ini. Sedangkan Cantika CS masih di UKS menunggu Rhea bangun.
Dengan perasaan marah, Cantika terus menatap Rhea dan tangannya mengepal untuk menahan emosinya.
"Udah yaa, kita liat sampai besok baru ambil langkah buat mereka, okeh?" ucap William dengan nada lembut sambil menggenggam kepalan tangan Cantika.
"Um!" Cantika mengangguk lalu menghela napas untuk menekan emosinya.
***
"Lo sempurna ... dan bukan cuman gue yang bisa liat itu!" ucapnya lagi. Terdengar begitu manis tapi tidak berhasil membawa senyuman di wajah Rhea.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments