Perundungan

"Okeh kalau gitu, ayo pergi!" ajak William dan keempat pria itu pun segera pergi meninggalkan kelas.

Rhea memerhatikan kepergian Daffin dan teman-temannya. Pandangan mereka bertemu yang membuat keduanya larut dalam lamunan masing-masing.

"Jan diliatin terus. Mata lo bisa loncat dari tempatnya!" bisik Cantika pada sahabatnya itu.

Rhea pun langsung tersadar dan segera mengalihkan pandangannya. Daffin juga kembali melanjutkan langkah mengikuti teman-temannya.

Cantika terus menggoda Rhea dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai perasaannya terhadap Daffin. Tidak ingin menjawab dan bingung juga memahami perasaannya, Rhea justru memilih meninggalkan kelas dan pamit menuju lapangan basket. Dia bahkan mengabaikan teriakan Cantika yang memanggilnya beberapa kali.

"Gue kenapa?" gumam Rhea berjalan menyusuri lorong.

"Emmpptttt!" Rhea dibekap seseorang dan diseret memasuki sebuah ruangan. Matanya juga ditutup sehingga dia tidak bisa melihat siapa yang melakukan hal ini padanya.

Rhea berusaha berontak saat merasakan tubuhnya dituntun paksa mengikuti langkah mereka menuju suatu tempat.

Rhea hanya bisa mendengar suara langkah kaki beberapa orang berjalan di lorong. 'Mereka ini siapa? Gue mau dibawa kemana?' pikirnya dengan rasa takut.

Kemudian langkah mereka terhenti. Terdengar suara pintu ditutup begitu keras dan menggema disekitarnya.

Rhea merasa kedua tangannya ditahan dibelakang tubuhnya dan diikat. Tanpa aba-aba, tubuhnya didorong hingga terjatuh ke lantai. Kemudian suara tawa beberapa wanita pun didengarnya dengan cukup jelas.

"Kalian siapa?" teriak Rhea dalam kondisi matanya masih ditutup.

Terasa gestur tubuh yang mendekati lalu membuka penutup matanya. "Shena?" Rhea membulatkan mata menatap perempuan yang membuka penutup matanya.

"Yes. Ini gue, hahahaha," jawab Shena diakhiri tawa bersama Dyra dan Gwen yang juga ada di sana mengitari Rhea.

"Lepasin gue!" Rhea berusaha melepaskan ikatan ditangannya.

"Sstttt, jangan harap!" Shena menaikkan dagu Rhea dengan telunjuknya lalu menghempaskan begitu saja. Tiga wanita itu tertawa kembali seolah semua itu sebuah hiburan yang menyenangkan.

"Setelah lo bikin kita malu di depan anak-anak satu sekolah, lo pikir bisa kabur begitu aja, hah?" sahut Dyra menjambak rambut Rhea lalu menghempaskannya lagi hingga terbentur ke lantai.

"Sini lo!" Gwen juga tidak bisa menahan amarahnya. Dia kembali menarik rambut Rhea hingga empunya menengadah.

"Gara-gara lo, Shena dihina abis-abisan sama satu sekolah. Gara-gara lo juga, kita kehilangan muka didepan semua orang. Gara-gara lo ...," lanjut Gwen terus mengutarakan tuduhan-tuduhan tidak mendasar padanya.

Rhea terbawa perasaan dengan semua ucapan Gwen yang terus menyudutkannya. Alih-alih marah, Rhea justru semakin tenggelam dalam perasaan bersalah atas semua hal yang terjadi pada Shena.

Tuduhan yang ditujukan padanya, seolah diiyakan sepenuhnya karena akal sehatnya benar-benar tidak berjalan saat itu.

"Ma-maaf!" ucap Rhea dengan mata berkaca-kaca dan suara bergetar.

"Apa? Lo bilang apa? Maaf? Lo pikir dengan kata maaf semuanya bisa selesai, hah?" Gwen meninggikan suaranya lalu menghempaskan kepala Rhea yang membuatnya terbentur ke dinding.

"Semuanya gak akan bisa balik semula, upik!" teriak Shena menghentakkan kakinya.

Shena CS terus mengoceh menyudutkan Rhea dan mengungkapkan semua kekesalannya karena kejadian kemarin.

Sementara itu, Rhea justru tengah memfokuskan pandangannya karena kepalanya terbentur beberapa kali.

Semua ocehan dan suasana yang terjadi membuatnya terbayang kejadian masa lalu dimana dia juga disalahkan atas insiden yang dialami seseorang.

"Dasar bocah gak tahu diuntung, gak tahu diri, bawa sial. Gara-gara kamu, anak saya meninggal. Gara-gara kamu, anak saya celaka. Gara-gara kamu, semua gara-gara kamu!"

Semua suara dan tuduhan yang sama terus terngiang hingga membuat kepalanya begitu sakit secara tiba-tiba.

Dia kembali disadarkan suara Shena yang telah menjambak rambutnya lagi. Wanita itu menatap nyala pada Rhea yang justru membalasnya dengan tatapan sayu. Perlahan Shena menjauh darinya lagi.

"G*bl*k!" ucapnya menghantam kepala Rhea menggunakan balok kayu.

Shena memukul beberapa area di badan Rhea juga. Mereka terus melampiaskan emosi dan ocehan kekecewaannya kepada Rhea seolah semua murni kesalahan wanita itu.

Rhea hanya bisa menangis tanpa bisa berteriak karena bibirnya yang kelu. Dia terus menahan pukulan dan kalimat kasar yang ditujukan padanya.

Tiga puluh menit berlalu, Shena CS menghentikan penyiksaan yang dilakukannya lalu menatap Rhea secara saksama.

Area tubuh wanita itu tampak lebam membiru bahkan beberapa ada yang mengeluarkan darah karena hantaman benda tumpul.

Rhea terus menangis tanpa mengeluarkan suara yang membuat Shena CS semakin gemas karena tidak sedikitpun mendengar wanita itu memohon ampun ataupun berteriak kesakitan.

"Anj*ng!" Shena melemparkan balok yang digunakan untuk memukul Rhea hingga membuat semua orang terkejut.

"Gimana bisa dia gak teriak sedikitpun?" lanjutnya sangat marah.

Kemudian Shena menarik rambut wanita yang telah terkapar dilantai tersebut dengan sangat kuat hingga membuat empunya meringis.

"Cukup Shen, dia bisa lewat kalau lo siksa lagi!" cegah Gwen menahan tangan Shena yang terus menarik rambut Rhea kuat-kuat.

"Lo belain dia, hah? Gue gak peduli. Bukannya bagus ya kalau dia mati sekalian di sini?" protes Shena kembali menarik rambut Rhea.

"Jangan. Lo lupa kita dimana? Kalau pihak sekolah tahu, kita bisa dapet masalah!" lanjut Gwen mencegah temannya yang diselimuti emosi tersebut.

"Gue gak peduli. Dia harus mati hari ini!" teriak Shena berontak sambil terus menggenggam rambut Rhea tanpa memedulikan empunya meringis kesakitan atau tidak.

"Sabar Shen. Kita punya banyak waktu dan kesempatan buat ngelakuin ini sama dia. Bukannya gak adil kalau dia pergi gitu aja dengan luka yang cuman segini, hah?" bujuk Dyra yang juga mencoba menenangkan emosi Shena.

"Kita juga punya misi buat dapetin Daffin CS, bukannya cuman buang-buang waktu kalau kita tetap di sini buat ngurusin dia, iya kan?" sahut Gwen lalu tersenyum penuh arti.

Shena melepaskan genggamannya pada rambut Rhea. Dia pun setuju untuk melepaskan musuhnya kali ini. Baginya, luka yang dialami Rhea belum seberapa dengan sakit hatinya yang selalu ditentang oleh semua orang terutama Cantika.

Alih-alih membuang tenaga untuk menghadapi Cantika, mencuci otak dan mengganggu mental Rhea merupakan orang yang lebih mudah bagi mereka.

Itulah sebabnya, mereka berakhir di gudang penyimpanan barang seperti sekarang ini. Semua benda-benda yang tidak lagi dipakai ataupun telah rusak, dikumpulkan dalam satu tempat seperti ini.

Rhea meringis kesakitan dengan mata yang tidak kunjung kering. Dia berusaha menahan isak tangisnya karena tidak ingin Shena CS mendengarnya.

Setelah berhasil membujuk Shena, Dyra dan Gwen pun membawanya keluar dari gudang lalu menguncinya dari luar membiarkan Rhea meringkuk di lantai seorang diri dengan luka lebam hampir diseluruh tubuhnya.

Pertandingan basket hampir memasuki menit-menit terakhir. Cantika tampak gelisah dan beberapa kali mengedarkan pandangan ke arah pintu masuk dan penonton untuk mencari orang yang dia kenal.

"Rhea kemana? Kok belum datang juga?" gumam Cantika dalam hati sambil mengedarkan pandangan khawatir.

Di sudut lain, William yang tengah berjaga disisi lapangan menoleh pada Cantika yang berdiri tidak jauh darinya. Dia melihat raut wajah Cantika yang begitu panik juga gelisah.

"Dia kenapa?" gumam William ikut menebak isi pikiran Cantika.

"Will!" panggil Agam mengoper bola.

Beruntung, William langsung tersadar dan bisa menangkap bola dengan baik. Dia kembali fokus ke pertandingan meskipun konsentrasinya harus terbagi dengan kepergian Cantika yang terlihat berlari keluar dari lapangan indoor tersebut.

"Dia mau kemana, sih? Gue harap gak ada hal buruk yang terjadi!" gumam William kembali mengingat raut wajah Cantika yang panik.

"Lo dimana?" gumam Cantika sambil terengah-engah karena berlarian kesana-kemari mencari sahabatnya itu.

Cantika berusaha menelepon ponsel Rhea tapi tidak aktif. Dia terus berusaha menghubungi sahabatnya itu sambil berlarian memeriksa area sekolah untuk menemukannya.

***

"Lo sempurna ... dan bukan cuman gue yang bisa liat itu!" ucapnya lagi. Terdengar begitu manis tapi tidak berhasil membawa senyuman di wajah Rhea.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!