Menghindar

"Maaf, gue cuman bisa ngelindungi lo dengan sifat pengecut ini. Maaf," pungkasnya berusaha menahan isak tangisnya agar tidak terdengar oleh Cantika.

Karena tidak tahan, Rhea pun turun perlahan dari ranjang dan pergi keluar asrama. Langkahnya berhenti di rooftop gedung sekolah yang dekat dengan area kamarnya.

Rhea duduk meratapi nasib dan dirinya yang begitu memalukan. Langit malam yang indah tidak mampu menghibur hatinya yang kelam.

Bayangan masa lalu masih terngiang dan terus berputar dalam benaknya. Dia merasa sangat hancur ketika semua rekaman itu muncul kembali.

Rasa sesak kembali memenuhi hatinya. Terasa menyayat dan air matanya tidak bisa lagi ditahan. Dia pun menangis tersedu-sedu sambil memeluk kedua lututnya.

"Lo gak harus nangis sampe begini cuman karena hal sepele!" ucap seseorang dari arah belakang yang membuat Rhea refleks menoleh.

"L-lo?" Rhea terbelalak dan segera menghapus air matanya.

"Daffin? L-lo ngapain di sini?" lanjutnya kembali menoleh pada orang tersebut.

"Gak ada. Gue cuman ngikutin kaki aja. Eh ternyata, ada lo juga di sini," jawab Daffin yang sebenarnya bohong.

Daffin merasa terus gelisah di rumahnya karena melihat Rhea yang kembali menutup diri setelah kejadian tadi siang.

Entah apa yang terjadi padanya? Tapi yang jelas dia tidak bisa berhenti memikirkan Rhea atau sekadar menganggap 'wanita itu pasti baik-baik saja'.

Kemudian langkahnya membawa Daffin ke rooftop karena melihat seseorang yang dicarinya tengah berjalan keluar dari asrama. Sesampainya di sana, Daffin memandangnya dari kejauhan untuk memberi Rhea ruang sendiri.

"Kenapa nangis?" tanya Daffin dengan nada yang terdengar cukup lembut baginya.

"Ng-ngak apa-apa!" Rhea mencoba berdiri dan tiba-tiba Daffin menghampiri dan memeluknya erat.

"F-fin?" Rhea cukup terkejut dengan apa yang dilakukan pria itu. Jantungnya juga berdegup kencang.

"Kok malah jadi gugup gini, sih?" gumam Rhea dalam logikanya.

"Ayo dorong Daffin yang jauh!" lanjutnya.

"Fin?" Alih-alih mendorong, Rhea justru membalas pelukannya dan sedikit menggenggam jaket yang dikenakan Daffin.

"Iihhh goblok. Kenapa otak sama badan gue gak sinkron gini, sih? Fokus Rhea ... satu dua tiga," gerutunya lagi dalam hati lalu Rhea mendorong Daffin sekuat tenaga.

"Loh kok gak bisa?" ucapnya refleks karena tubuh Daffin tak bergerak sedikitpun.

"Sebentar aja ... sebentar aja, please!" jawab Daffin dengan suara semakin lemah dan parau.

"Eh?" Rhea cukup terkejut dan rasa khawatir mulai muncul.

"L-lo kenapa? Fin, lepasin. Kalau ada yang liat gimana?" pinta Rhea berusaha melepas pelukannya.

"Siapa yang mau datang jam 1 pagi ke sini? Kecuali orang gila kayak lo ini," jawab Daffin yang masih mengeratkan pelukannya sambil memejamkan mata.

"Eh cumi, kalau gue gila karena kesini jam 1 pagi, nah berarti lo apa?" jawab Rhea mulai kesal.

"Gue orang ganteng!" jawab Daffin masih tidak bergerak dari posisinya.

"PeDe banget lo. Garing lagi!" sahut Rhea yang mulai kesal tapi juga menahan senyum karena obrolan mereka.

"Biarin. Gue gak nyari lucunya tapi nyari nyamannya," ucap Daffin dan diam-diam tersenyum.

"Nyari nyaman? Lo nyari kesempatan kalau gini caranya!" jawab Rhea yang berhasil melepaskan pelukan Daffin.

Rhea menatap pria itu dengan wajah cemberut dan sedikit kesal. Tapi Daffin menatapnya begitu lekat dengan senyuman yang begitu manis.

"L-lo ngapain liatin gue kayak gitu?" Rhea menyadari tatapan aneh dari pria dihadapannya itu.

Tidak menjawab, Daffin justru mendekat dan menangkup wajah wanita yang tidak lepas dari pandangannya sedari tadi.

Merasakan jari Daffin yang mengelus lembut kedua pipinya membuat Rhea kembali gugup dengan detak jantung yang tidak beraturan.

"L-lo ngapain?" tanya Rhea gugup.

"Jangan nangis lagi!" ucap Daffin yang terlontar begitu saja.

"Eh?" Rhea membulatkan mata menatap pria didepannya dengan penuh tanda tanya.

"Lo gak harus buang-buang energi dan air mata cuman buat cewek rese kayak mereka. Bahkan lo ngorbanin waktu tidur kek gini, jangan ulangi lagi!" jelas Daffin menangkup kedua pipi Rhea dan menatapnya dalam.

"Eh? A-ahh hahahaha. L-lo apaan sih? Hahaha gak jelas tahu nggak!" Rhea menjauhkan tangan Daffin dan segera mengalihkan pandangan untuk menetralkan rasa gugupnya.

"Gue serius. Lo gak harus kayak gini cuman karena kejadian tadi!" kata Daffin lagi lalu memasukkan kedua tangan di kantong hoodie-nya.

Rhea menghela napas lalu tersenyum, "Itu bukan kejadian yang cocok dengan kata 'hanya' ... buat gue, itu lebih dari yang lo pikirin," jawabnya membalas tatapan Daffin.

Mata Rhea tampak sendu meski wajahnya mengulas senyum tapi Daffin tahu itu hanya ekspresi palsu untuk menyembunyikan perasaannya.

"Terus, buat lo semua itu apa?" tanya Daffin penasaran.

"Buat gue ... itu belati yang mematikan," jawab Rhea menatap luasnya pemandangan kota di malam hari dan sedikit terseret bayangan masa lalu.

"Belati?" Daffin mengerutkan keningnya belum paham.

"Gue seburuk itu, ya? Sampai mereka lakuin ini," gumam Rhea meratapi nasibnya yang malang.

Daffin hanya bisa diam menatap wanita dihadapannya itu mencoba memahami semua pernyataannya.

"Re?" panggil Daffin dengan raut wajah bingung karena belum mendapat kunci dari kalimat wanita didepannya ini.

Rhea kembali tersadar dan tertawa kecil untuk menetralkan suasana. Dia pun menghela napas dan kembali menampilkan senyum palsunya didepan Daffin.

"Gak usah dipikirin, gue cuman asal ngomong aja kok, hahaha. Mungkin gara-gara gue ngantuk kali yaa, huaammmm. Gue masuk ya, lo juga mendingan pulang, besok ada ujian sekaligus presentasi kelompok kita. Lo harus fokus dan jangan sampe ngantuk, okeh?" ucap Rhea.

Wanita itu menepuk pundak Daffin sebelum berlalu pergi. Setelah beberapa langkah, dia menghela napas berat dan segera mempercepat langkahnya.

"Belati? Apa maksudnya?" gumam Daffin bertanya-tanya sambil memerhatikan Rhea yang semakin jauh dari pandangannya.

Keesokkan harinya, Daffin CS yang telah bergabung dalam tim basket utama sekolah tengah bersiap-siap menyambut tim tamu dari sekolah lain dalam rangka pertandingan persahabatan.

Agenda tersebut dilaksanakan sepulang sekolah dan semua siswa berbondong-bondong memenuhi area ruangan untuk menyaksikan Daffin CS bertanding.

"Lo berdua datang, kan?" tanya Agam.

"Haruslah, kelompok tiga dengan nilai tertinggi di presentasi hari ini wajib bersinar sampe akhir!" sahut Galen.

"Haha lebay lo, si paling heboh waktu persiapan tapi diam-diam bae pas waktunya presentasi," timpal Cantika.

"Yaaa ... itu kan urusan Rhea sama Daffin yang otaknya pada encer. Gue sih cukup diam, senyum, tebar pesona lalu dapet nilai gede. Hahaha," jawab Galen dengan sikap recehnya.

Semua orang tertawa karena tingkahnya hingga geleng-geleng kepala. "Tapi, kalian emang harus datang yaa. Jan sampe absen pokoknya!" timpal Daffin dan sedikit melirik pada Rhea.

Sinyal tersebut dipahami sepenuhnya oleh wanita itu yang membuatnya sedikit menunduk dan diam-diam mengulas senyum kecil.

"Ekhm, iya nih. Datang yaa!" sahut William menoleh ke Cantika dengan alis naik turun beberapa kali.

"Karena kalian cukup membantu di tugas tadi, jadi ... gue hadir. Tapi selesai dari ruang guru, ya!" jawab Cantika.

"Lo gimana, Re?" tanya Agam melirik Rhea.

"Ah, emmm ha, gue ikut juga," jawab Rhea tersenyum lalu kembali merapikan isi tas sekolahnya.

Mendengar jawaban Rhea, ada perasaan hangat dan berbunga dalam hatinya secara tiba-tiba. Wajahnya bahkan mengulas senyum lebar yang langsung disembunyikan olehnya setelah sadar di detik berikutnya.

"Okeh kalau gitu, ayo pergi!" ajak William dan keempat pria itu pun segera pergi meninggalkan kelas.

Rhea memerhatikan kepergian Daffin dan teman-temannya. Pandangan mereka bertemu yang membuat keduanya larut dalam lamunan masing-masing.

"Jan diliatin terus. Mata lo bisa loncat dari tempatnya!" bisik Cantika pada sahabatnya itu.

Rhea pun langsung tersadar dan segera mengalihkan pandangannya. Daffin juga kembali melanjutkan langkah mengikuti teman-temannya.

Cantika terus menggoda Rhea dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai perasaannya terhadap Daffin. Tidak ingin menjawab dan bingung juga memahami perasaannya, Rhea justru memilih meninggalkan kelas dan pamit menuju lapangan basket. Dia bahkan mengabaikan teriakan Cantika yang memanggilnya beberapa kali.

"Gue kenapa?" gumam Rhea berjalan menyusuri lorong.

"Emmpptttt!" Rhea dibekap seseorang dan diseret memasuki sebuah ruangan. Matanya juga ditutup sehingga dia tidak bisa melihat siapa yang melakukan hal ini padanya.

***

"G*bl*k!" ucapnya menghantam kepala Rhea menggunakan balok kayu.

Terpopuler

Comments

Juli widi

Juli widi

ceritanya bagus sekali kadang bikin deg-deg an selain itu penulisannya juga rapi. Jangan lupa mampir di ceritaku ya kak. ☺

2023-08-10

1

psyche

psyche

Penulis ini memiliki kekuatan untuk menggambarkan setiap detail dalam cerita dengan sangat baik, aku sangat terkesan.

2023-07-16

1

Teco

Teco

Thor, update dong! penasaran banget nih 😍

2023-07-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!