"Gak pulang?" tanya Wiliam berdiri di samping Daffin.
"Kapan sih mereka tahu pulang?" jawab Daffin menoleh dan tersenyum smirk tapi tatapannya penuh kekecewaan.
William hanya bisa mengangguk kecil sambil menepuk bahu sahabatnya itu. "Lo yakin minum wine hari ini? Mau gue pesenin espresso aja kayak biasa?" tanya William mengalihkan topik.
"Gak perlu ... gue mau nenangin diri dulu," jawab Daffin menggelengkan kepala pelan.
"Tapi jangan sampai mabuk ya, paham?" ucap William memperingatkan dan dijawab dengan anggukan kepala dari Daffin.
William kembali ke dalam ruangan melanjutkan permainan biliar bersama Agam dan Galen dengan sesekali melirik Daffin memastikan sahabatnya itu tidak menghabiskan satu botol wine seorang diri.
Daffin terlihat menyesap gelas wine keduanya masih sambil menikmati pemandangan langit malam dan larut dalam lamunannya sendiri.
"Harusnya ... gue gak perlu balik, kan? Mereka aja masih gak peduli, jadi ngapain gue di sini!" gumam Daffin.
"Apa salah ... kalau gue tetep egois buat narik perhatian kalian?" lanjutnya dengan tatapan sendu.
Tepat pukul setengah sepuluh malam, Daffin dan William tengah diperjalanan pulang. Keduanya berada dalam mobil yang sama dan Daffin bersikeras untuk menyetir setelah minum hampir satu botol sendiri.
"Lo yakin? Gue aja yang nyetir, ya. Masih sayang nyawa gue!" ucap William berpegangan erat.
"Lo tenang aja sih, gue nih gak mabuk. Gak percaya banget lo sama gue. Nih liat, gue nyetir juga bener kan, mana ada orang mabuk nyetir begini?" jawab Daffin untuk kesekian kalinya meyakinkan William mengenai kesadarannya.
"Yaa iya sih, cuman tetap aja, gue khawatir!" jawab William semakin mengeratkan pegangannya.
Daffin benar-benar bisa mengendalikan diri meskipun banyak menenggak wine. Suasana hati dan pikirannya cukup tenang setelah menikmati waktunya sendiri di balkon tadi.
Ditengah perjalanan dan ketakutan William, mobil tiba-tiba dihentikan secara mendadak yang membuatnya condong ke depan.
"Buset, lo ngapain berenti mendadak?" William memukul bahu Daffin karena kesal dan terkejut.
"Sorry sorry sorry!!!" Daffin hanya menoleh sekilas lalu segera membuka kaca mobil untuk melihat lebih jelas ke luar jendela.
"Lo liat apa sih?" tanya William berusaha melihat apa yang diperhatikan Daffin di luar sana.
"Itu ... kan?" William dan Daffin saling menoleh.
Keduanya tengah memerhatikan dua wanita di halte bus yang tampak gelisah. Rhea dan Cantika harap-harap cemas berulang kali melihat jam tangannya.
"Gimana dong ini?" cemas Rhea melihat jam menunjukkan pukul 21.40 malam.
"Ini—kita ketinggalan bus atau emang kendaraannya yang telat datang? Ini beneran kok, biasanya juga masih lewat, kan?" gumam Cantika mondar-mandir.
"Bukannya—mereka harus balik sebelum jam sepuluh, ya? Kalau kayak gini, bakalan telat banget kan?" gumam William memerhatikan jam tangannya.
Daffin hanya melirik sebentar dan kembali memerhatikan dua wanita di sana. "Waahh ... ada siapa nih? Hahaha," ucap seorang preman diikuti tiga pria lain sambil tertawa.
Empat preman tersebut berjalan mendekat ke arah Rhea dan Cantika sambil menatap keduanya dari atas hingga bawah. Preman itu tertawa seolah mendapatkan mangsa yang paling ditunggu-tunggu olehnya.
Empat orang tersebut mengitari dua wanita itu. Cantika bersiap dengan posisi berjaga dengan Rhea yang tampak bersembunyi di belakangnya.
"Mundurlah ... lari yang jauh, gue bakalan tahan mereka!" bisik Cantika.
"Gue gak mungkin lakuin itu," jawab Rhea takut sekaligus khawatir.
"Gak usah mikir yang macem-macem. Pokoknya lo lari yang jauh dan sembunyi. Setelah ngasih mereka pelajaran, gue bakalan cari lo, okeh?" jelas Cantika yang mau tidak mau harus dilakukan Rhea.
"Gue bakalan cari bantuan!" pungkas Rhea dengan wajah khawatir.
Cantika tengah menimbang situasi dan memerhatikan siapa diantara empat pria ini yang akan dihajar lebih dulu.
Tidak lama, salah satu dari mereka maju mencoba meraih tangan Rhea. Tapi dengan cepat ditangkis oleh Cantika dan ditendang hingga tersungkur ke tanah.
Karena hal tersebut, Cantika mendapat serangan kembali, sementara Rhea berlari sekuat tenaga menuju area ramai untuk meminta pertolongan.
Namun hanya berjarak beberapa meter saja, dua preman berhasil menyusul lalu menghadang Rhea yang membuatnya kembali bergetar.
"Mau kemana, cantik? Hahaha," ucap dua pria itu menghadang sambil tertawa lalu meraih tangan Rhea.
"Re!" Cantika menoleh sebentar dan segera melumpuhkan pria didepannya.
Setelah berhasil, Cantika segera beralih untuk melepaskan cengkraman dua pria tadi terhadap sahabatnya. "Lepasin dia, brengsek!" ucap Cantika ditengah aksinya.
Melihat perkelahian didepan matanya, membuat Rhea membulatkan mata dengan ekskresi ketakutan. Dia menutup erat mata dan telinga agar suara dari luar tidak bisa didengar olehnya sambil duduk meringkuk di tanah.
Cantika berhasil mengimbangi teknik bela diri pria tersebut tapi kekuatannya tetaplah seorang perempuan.
Ditengah suasana Seperti itu, tiba-tiba dua pria datang membantu. "Daffin. William!" gumam Cantika merasa lega.
Namun perhatiannya langsung ke sahabatnya, Rhea. Dia memeluk wanita itu dan terus mencoba menenangkannya.
"Aku disini, tenanglah!" ucap Cantika penuh kasih sayang.
Daffin dan William berhasil mengalahkan preman tersebut dan segera menghampiri Rhea dan Cantika setelah memastikan mereka melarikan diri sejauh mungkin.
Daffin langsung berinisiatif menggendong Rhea masuk ke dalam mobil diikuti Cantika dan William. Mereka pun segera meninggalkan tempat tersebut.
Sepanjang perjalanan, Rhea terus menyembunyikan wajahnya dalam pelukan Cantika. Mereka semua tidak terlibat percakapan apapun karena takut memperburuk keadaan.
***
"Gue seburuk itu, ya? Sampai mereka lakuin ini," gumam Rhea meratapi nasibnya yang malang. Daffin hanya bisa diam menatap wanita dihadapannya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments