Daffin CS tertawa dan melangkah keluar kelas meninggalkan Rhea yang wajahnya sudah berubah merah menahan kesal.
"Ish, tu orang bagus diliat aja tapi gak ada akhlak!" gerutu Rhea sambil menghentakkan kakinya.
"Tapi gue seneng, dia bisa bikin jati diri lo keluar," sahut Cantika yang juga tertawa kecil melihat ekspresi wajah sahabatnya itu.
"Lo suka liat gue kesel kayak gini, hah?" Rhea menoleh lalu menyilangkan kedua tangan.
"Itu juga. Tapi gue seneng lo berani mendebat orang kayak gini, selama mereka emang salah—" jawab Cantika.
"Gue belajar dari lo!" ucap Rhea menyela lalu diakhiri tawa keduanya.
"Yaudah yuk, kita pergi!" Cantika merangkul sahabatnya itu meninggalkan kelas.
Dengan wajah cemberutnya, Rhea berjalan bersama Cantika menuju perpustakaan. Mereka meminjam buku untuk melengkapi materi tugas yang akan dikerjakan.
Setelah mendapat sekitar lima buku, mereka langsung pergi menuju lapangan basket tertutup yang biasa digunakan team untuk berlatih.
Karena hari ini bukan jadwal team basket berkumpul, lapangan tersebut tampak sepi dan memang bebas digunakan kapanpun oleh seluruh siswa.
Sesampainya di sana, Daffin CS benar-benar ada di sana. Rhea sedikit merasa bersalah karena menduga para pria itu kabur dan tidak mungkin hadir tapi ternyata dugaannya salah.
Daffin menoleh ke arah pintu masuk. Dia sedikit menarik senyum melihat kedatangan Rhea dengan buku-buku ditangannya.
Bahkan kini senyum kecilnya berubah hingga menampilkan deretan giginya ketika Rhea mulai berjalan melewati kursi penonton.
"Heh, kenapa ... senyum-senyum gak jelas?" tegur William menepuk bahu sahabatnya itu.
"Gak ada!" jawab Daffin menetralkan suaranya sambil memalingkan wajahnya tapi masih curi-curi pandang pada Rhea.
Dia pun mengikuti arah pandangan Daffin dan menemukan dua orang yang berhasil menarik perhatian kutub es tersebut.
"Eehhmmmm ada apa lo sama dia?" William menatap curiga sambil menahan senyum lebarnya.
"Hayo looohhhh, naksir Lo ya?" sahut Galen dan Agam yang juga ikut mendekat ke arah Daffin.
"Apaan sih? Ngaco Lo semua!" Daffin berbalik lalu kembali memantulkan bola dan menembakkannya ke ring.
Sedangkan tiga temannya tertawa puas melihat Daffin yang berusaha menyembunyikan perasaannya yang tengah salah tingkah.
"Uwaahhh akhirnya datang juga. Kirain gak jadi?" sapa Agam dengan nada meledek.
Namun hal tersebut tidak digubris Rhea dan Cantika. Keduanya langsung duduk dipinggir lapang lalu membuka laptop dan menyiapkan buku-buku materinya.
Setelah bersiap mengerjakan tugas, Daffin CS justru masih asyik bermain basket, dua lawan dua. Rhea dan Cantika masih membiarkan mereka melakukannya sambil beristirahat sejenak.
Setelah dua puluh menit, dua perempuan itu langsung meminta mereka berhenti dan mulai fokus pada tugas.
"Kalian aja. Kita temenin sambil main aja, okeh?" jawab Daffin yang masih asyik bertanding.
"Yak, kan tadi udah janji mau kerjain bareng!" teriak Rhea lagi sambil memerhatikan permainan para pria itu.
Daffin berlari melakukan lay up shoot dan berhasil mencetak poin. Kemudian langsung menoleh pada Rhea, "Gue gak ngerasa janjiin itu," ucapnya tanpa rasa bersalah.
"Hah?" Rhea mengerutkan kening belum menangkap maksud Daffin.
"Gue cuman bilang kita ketemu di sini dan lo bawa semua buku yang diperlukan. And see, bahannya udah ada, anggota kelompok juga hadir semua, jadi lo bisa mulai kerjain tugasnya, iya kan?" jelas Daffin melipat tangan dan mengangkat sebelah alis diujung kalimatnya.
"Siapa yang nyiptain sistem kerja kelompok kayak gitu, hah? Gak bisa gitu. Kalian juga harus bantu!" protes Rhea.
Perempuan itu berjalan mendekat ke hadapan Daffin lalu menyodorkan satu buku yang dibawanya, "Lo cari materi pertama dari buku ini dan bikin rangkumannya. Satu orang satu pembahasan, dengan cara ini tugasnya bakalan cepet kelar dan—" jelas Rhea.
"Ogah!" jawab Daffin menyela.
"Lo tuh—nyebelin banget, ya. Susah banget sih diajak kerja sama. Kalau gini caranya, gak jauh beda sama ngerjain tugas sendirian. Gak guna!" Rhea menatap Daffin penuh kekesalan.
Wajah Rhea yang memerah tampak lucu di mata Daffin hingga mengundang senyum tawa pria itu. Agam CS juga merasakan ada yang berbeda dengan interaksi yang ditunjukkan Daffin pada wanita itu sejak tadi.
Sedangkan Cantika memilih memerhatikan dari tempat duduknya sambil menyiapkan lembar kerja untuk presentasi tugas mereka.
"Ngapain lo ketawa?" tegur Ayara kesal sementara Daffin tetap terkekeh.
Pria itu langsung menetralkan suara dan tersenyum menatap Rhea, "Gini aja, kita tanding basket. Kalau Lo menang, kita bakalan ikut ngerjain tugas rese itu. Tapi kalau Lo kalah, tugas itu harus lo kerjain sampe selesai dengan nama gue dan temen-temen gue di dalamnya. Gimana?" ucap Daffin tersenyum smirk.
"Kita ... tanding basket? Lo yakin?" tanya Rhea mengerutkan kening.
"Iya!" Daffin memantulkan bola dan kembali menatap Rhea.
"Kenapa ... lo takut?" tanya Daffin lagi.
"Gue? Hahaha ya nggak lah!" jawab Rhea tersenyum meremehkan.
"Cantika, kita ditantangin basket nih!" ucap Rhea lalu mengisyarakatkan Cantika untuk menghampirinya.
Rhea merangkul tangan Cantika dan kembali menatap Daffin, "Kita siap!" jawab Rhea tersenyum yakin.
Daffin yang mendapat jawaban tersebut sempat terkejut tidak percaya tapi ekspresi wajah dua perempuan didepannya ini cukup meyakinkan, "Sepertinya ini akan seru!" gumam Daffin tersenyum dalam hati.
"Gam, lo tim gue. Will sama Galen jadi juri!" ucap Daffin dan langsung disetujui sahabatnya itu.
Rhea, Cantika, Daffin dan Agam memasuki lapangan. Mereka saling berhadapan dengan tim lawan sambil mendengarkan arahan Galen dan William sebagai wasit.
"Kita bermain setengah lapangan dan karena kita gak punya banyak waktu, jadi waktu bermain hanya 2x10 menit saja. Tim manapun yang berhasil mencetak poin paling banyak, dia yang menang," jelas William.
Setelah itu, permainan pun dimulai dan bola diawali dari tim Rhea. Dalam hitungan detik, dua wanita itu berhasil mencetak 2 poin pertama dengan cukup mudah.
Daffin dan Agam cukup terkejut dengan permainan lawan. Mereka kira akan sangat mudah menang dalam permainan ini tapi tenyata Rhea dan Cantika termasuk lawan yang bisa dikatakan hampir seimbang.
Galen dan William juga terkejut sekaligus semakin tertarik dengan permainan tersebut. Dua wasit itu juga penasaran siapa yang akan menang jika lawan mereka ternyata cukup hebat bermain basket juga.
Lima menit berlalu, poin berubah menjadi 14-16 yang dipimpin Rhea. "Gue gak nyangka, kalian jago juga ternyata," ucap Daffin sambil menghadang Rhea yang tengah men-dribbel bola.
"Kenapa, lo nyesel? Siap-siap deh buat kalah dan ngerjain tugas sampe selesai, ya!" jawab Rhea yang berbalik dengan cepat dan berhasil lolos dari Daffin.
Bola dioper pada Cantika dan dua poin tambahan berhasil mereka raih. Senyum mekar ditunjukkan keduanya. Alih-alih merasa kesal, Daffin justru tersenyum dan sangat menikmati permainan sederhana ini.
Pandangannya juga tidak pernah lepas dari Rhea. Ketika melihat wanita itu tersenyum, secara tidak sadar Daffin juga ikut tersenyum bersamanya.
Perubahan tersebut dirasakan cukup jelas oleh tiga sahabatnya itu. Mereka cukup terkejut tapi juga merasa senang dan membiarkan Daffin mengikuti alur pikirannya.
Sepuluh menit pertama pun selesai dan dimenangkan oleh Rhea dengan selisih 5 poin. Merasa cukup, Daffin pun memutuskan mengakhiri permainan dan mengakui kekalahannya.
Hal tersebut membuat Rhea dan Cantika senang. Mereka pun duduk bersama. Daffin CS bertugas mencari dan membuat rangkuman materi, sedangkan para wanita bertugas menyiapkan lembar kerja dan memasukkan poin-poin dari rangkuman yang dibuat empat pria itu.
Waktu pengerjaan menghabiskan setidaknya dua jam lebih. Tepat pukul lima sore, Rhea memperlihatkan tampilan presentasinya dan meminta pendapat anggotanya jika ada sesuatu yang perlu dilengkapi atau diedit agar tampilannya lebih menarik. Semua orang fokus memeriksa kecuali Daffin yang sibuk dengan game online-nya.
"Fin, udah dong mainnya ... ini liat dulu!" ucap Rhea menoleh pada pria yang asyik bicara sendiri dengan gamenya.
"Udahlah, gue ikut aja. Toh itu juga diperiksa lebih dari satu orang, kalian aja udah cukup kok itu!" jawab Daffin acuh sambil terus fokus ke handphone-nya.
Lelah berdebat, Rhea pun memilih mengabaikan dan kembali fokus ke anggota lain yang tengah mengoreksi tugasnya.
"Udah deh, kayaknya. Udahlah, save aja!" ucap Agam.
"Beneran, yakin nih?" tanya Cantika lagi untuk meyakinkan.
"Iya, udahlah. Cukup jelas dan terstruktur kok itu, gampang dibaca juga buat kita presentasi nanti," jawab William.
"Yaudah gue save, ya!" pungkas Rhea sambil men-scroll halaman dan tombol save pun berhasil di klik.
Setelah selesai dan puas dengan pengerjaan tugasnya, Rhea kembali melihat halaman depan yang menampilkan nama-nama anggotanya.
"Eeh tunggu!" ucap Daffin yang ternyata memerhatikan dari belakang.
"Kenapa?" tanya Rhea sedikit menoleh pada Daffin yang duduk di belakangnya.
"Itu nama gue kurang satu. Nama gue, Daffin. Double F, itu cuman satu. Ganti buruan!" protes Daffin.
"Ah elah, ribet lo. Udahlah biarin aja!" jawab Rhea.
"Mana boleh gitu, buruan ganti?" protes Daffin.
"Males ah!" jawab Rhea mulai kesal.
"Ya lo gak bilang dari awal, kalau kayak gini kan harus diedit lagi!" gerutu Rhea kesal.
"Ya lo gak tanya!" sahut Daffin sedikit meninggikan suara karena terpancing emosi.
"Gue udah tanya, ya. Lo malah fokus ke handphone terus dari tadi!" jawab Rhea tidak kalah nyolot dan keduanya saling menatap tajam karena kesal.
"Gak mau tahu, pokoknya ganti!" ucap Daffin.
"Yaudah ganti sendiri, nih!" Rhea menyodorkan laptop-nya.
"Gak mau, inikan tugas lo, salah lo juga, jadi lo yang harus ganti, buruan!" jawab jawab Daffin merajuk.
"Ih nyebelin banget, sih!" protes Rhea menghentakkan kepalan tangan ke pangkuannya.
"Udah, udah, udah ... sini biar gue aja yang ganti!" Cantika lantas mengambil laptop tersebut dan mulai mengedit bagian yang diperlukan.
Sementara itu, Rhea dan Daffin saling memberi tatapan tajam dengan bibir yang mengerucut. Keduanya memalingkan wajah bersamaan, seperti dua bocah yang tengah merajuk satu sama lain.
Cantika dan Agam CS hanya bisa menahan tawa karena perilaku dua orang yang terus berdebat dari awal pengerjaan tugas hingga selesai.
"Akhirnya selesai," ucap Cantika yang langsung mematikan laptop dan semua orang langsung membereskan semua alat tulis mereka.
Ditengah aktivitas tersebut, tiba-tiba dering panggilan masuk ke handphone Rhea, "Halo?" sapanya menjawab telepon tersebut.
"Apa? Iya, iya, aku usahakan, ya ... okeh sampai nanti!" jawab Rhea yang langsung membawa buku-buku untuk dikembalikan dan langsung menarik Cantika untuk segera pergi bersamanya.
"Hey, kalian mau kemana?" teriak Daffin menatap kepergian dua wanita itu.
"Mukanya Rhea berubah kayak khawatir gitu gak sih, setelah dapet telepon?" ucap Galen yang langsung diiyakan oleh William dan Agam.
Empat pria itu saling melempar tatapan dan langsung beranjak dari tempatnya menyusul kepergian Rhea dan Cantika.
***
"Gue seburuk itu, ya? Sampai mereka lakuin ini," gumam Rhea meratapi nasibnya yang malang. Daffin hanya bisa diam menatap wanita dihadapannya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments