Ambar nanpak terkejut dengan kedatangan Sintia dan juga suaminya yang nyaris bersamaan, bukan hanya Ambar saja yang terkejut namun Regan sendiri juga sama terkejutnya dengan Ambar. Ia menatap tajam Sintia namun
wanita itu nampak tak memedulikan hal itu, ia langsung berjalan mendekati Ambar dan berusaha bersikap baik pada wanita ini karena ada ibu dan anak yang tengah mengawasi mereka.
“Ambar aku senang sekali akhirnya kamu siuman juga.”
“Bu, bolehkah aku minta waktu untuk bicara dengan mas Regan dan Sintia?”
“Mama aku merindukan Mama,” ujar Daisy.
“Mama juga merindukanmu, kita akan menghabiskan waktu setelah Mama bicara dengan papa dan tante Sintia.”
Warsinih membawa cucunya keluar dari ruangan inap Ambar dan kini hanya tersisa mereka bertiga saja di dalam sana, Ambar tidak dapat menahan rasa sakitnya saat ia mengingat dengan jelas apa yang terjadi sebelum kecelakaan itu terjadi.
“Ambar, kamu baik-baik saja kan?”
Regan hendak menyentuh Ambar namun segera Ambar menepis tangan suaminya itu, rasa jijik seketika menggelayut dalam benak Ambar setelah bayangan hubungan yang tidak sepatutnya dilakukan oleh Regan dan Sintia bermain di dalam kepalanya.
“Ambar, kenapa kamu bersikap begini?”
“Harusnya aku yang bertanya padamu Mas, kenapa kamu tega berselingkuh dengan sahabatku sendiri?”
“Ini semua hanya salah paham Ambar, aku tidak bermaksud untuk berselingkuh dengan Sintia, kamu salah paham.”
“Mas, Ambar mengingat semuanya dan biarkan saja dia tahu yang sebenarnya,” ujar Sintia.
“Kamu diam saja! Jangan ikut campur dalam masalah rumah tangga kami, Sintia!” seru Regan berang.
“Sejak kapan kalian menjalin hubungan?” selidik Ambar.
“Sejak 1 tahun yang lalu, bukan begitu, Mas?” ujar Sintia yang bergelayut manja di lengan Regan yang membuat Ambar terbakar cemburu.
“Apakah kamu selalu melakukan hal menjijikan seperti itu pada suamiku? Kamu benar-benar tidak punya malu, Sintia!”
“Ambar, terima saja nasibmu bahwa Mas Regan tidak pernah mencintaimu, buktinya dia bisa jatuh cinta padaku bahkan malam itu kamu memergoki kami tengah bercinta kan?”
****
Regan merasa muak dengan Sintia, bukannya membuat masalah menjadi selesai justru Sintia malah sengaja membuat masalah semakin besar dengan mengompori Ambar supaya hubungan rumah tangga mereka kandas.
“Lebih baik kamu pergi saja dari sini, Sintia! Jangan membuat keributan di sini.”
“Aku tidak akan pergi dari sini kecuali pergi denganmu, Mas.”
Ambar merasa jengkel dan menyuruh Sintia untuk pergi bahkan Ambar pun mengancam akan memanggil perawat untuk mengusir Sintia dari ruangan inapnya. Sintia pun mengalah dan mengatakan bahwa ia akan pergi namun
sebelum wanita itu pergi, Sintia sempat mengatakan sesuatu pada Ambar.
“Terimalah kenyataan bahwa aku dan suamimu memiliki hubungan, jangan menyakiti dirimu dengan memertahankan rumah tangga ini.”
“Pergi sekarang juga, Sintia!” seru Regan.
Sintia pun kemudian pergi meninggalkan ruangan inap Ambar, selepas Sintia pergi nampak Regan berusaha membujuk Ambar untuk tidak mendengarkan apa yang Sintia katakan namun Ambar bergeming. Tidak lama kemudian Daisy dan Warsinih muncul yang membuat Ambar seketika mengalihkan pandangannya pada anaknya. Regan sendiri tidak mau mengganggu Ambar dan ia memilih untuk pergi dari ruangan inap istrinya ini.
“Papa mau ke mana?” tanya Daisy.
“Papa mau cari makan siang dulu, kamu mau ikut?”
“Tidak, aku mau bersama mama saja.”
****
Warsinih merasa bahwa ada sesuatu yang janggal antara Regan dan putrinya namun ia tidak berani bertanya lebih jauh mengenai apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka berdua apalagi saat ini Ambar baru saja siuman, ia takut kalau memaksakan diri bertanya lebih lanjut maka bisa saja hal buruk justru menimpa Ambar.
“Kok Ibu diam saja?”
“Oh tidak kok.”
“Aku tahu kalau saat ini Ibu tengah memikirkan sesuatu kan?”
Warsinih nampak menghela napasnya berat, sejujurnya memang ia memikirkan sesuatu namun tidak mungkin ia mengatakan hal tersebut pada Ambar. Ambar sendiri tahu bahwa ibunya tengah memiliki masalah, Ambar meminta untuk ibunya bicara terus terang saja padanya.
“Ibu tidak perlu sungkan untuk mengatakan ada apa, aku siap untuk mendengarkannya.”
“Kamu yakin? Sebenarnya Ibu memiliki pertanyaan untukmu.”
“Memangnya apa yang hendak Ibu tanyakan padaku?”
“Kalau Ibu perhatikan belakangan ini sepertinya kamu tidak begitu suka kalau Regan datang menjengukmu di sini, ya?”
“Ibu ini bicara apa? Aku senang kok kalau suamiku datang ke sini dan menjengukku.”
“Kamu mungkin dapat menipu orang lain dengan ucapanmu, akan tetapi aku ini ibumu yang tahu persis ketika kamu mengatakan yang sebenarnya dan tidak.”
Ambar terdiam mendengar ucapan Warsinih barusan, ibunya itu menggenggam tangan Ambar dan mengatakan bahwa ia tidak memaksa Ambar untuk mengatakan yang sebenarnya jika memang Ambar belum siap atau tidak mau mengatakannya sekarang.
****
Akhirnya Ambar diizinkan pulang oleh dokter setelah melalui serangkaian pemeriksaan, Ambar dijemput oleh Regan di rumah sakit dan mereka dalam perjalanan menuju rumah. Sepanjang perjalanan menuju rumah nampak Ambar tidak mengatakan apa pun pada Regan, mereka berdua sibuk dalam pikiran masing-masing namun Ambar mengetahui bahwa sejak tadi Regan sesekali mencuri pandang ke arahnya.
“Ambar, tolong kamu percayalah padaku, semua ini hanya salah paham saja.”
“Kalau memang semua itu salah paham, kenapa kamu harus berbohong dengan mengatakan akan ada dinas ke luar kota?”
“Aku terpaksa mengatakan itu karena Sintia mengancam akan melukaimu.”
“Dan apakah kamu pikir aku akan memercayai apa yang kamu katakan, Mas?”
Regan terdiam mendengar pertanyaan yang barusan diajukan oleh Ambar, Ambar sendiri nampak menghela napasnya panjang dan mengatakan bahwa mungkin akan jauh lebih baik kalau mereka berpisah.
“Dari pada kita harus begini, aku tidak sanggup.”
“Tidak Ambar, kita tidak boleh bercerai, apa yang akan dikatakan oleh orang tuaku kalau kita bercerai?”
“Bukankah kamu menginginkan semua ini? Kalau kita bercerai maka kamu bebas menemui Sintia tanpa perlu takut ketahuan denganku.”
“Ambar tolong kamu jangan mengatakan hal seperti itu padaku.”
“Sudahalah Mas, aku lelah.”
****
Di rumah nampak Daisy sudah menyambut kedatangan Ambar dengan gembira, anak itu langsung memeluk mamanya dengan erat dan Ambar membalas pelukan anaknya itu. Tidak hanya Daisy saja yang datang namun juga ada kedua orang tua Regan yang datang untuk menyambut kepulangan Ambar dari rumah sakit.
“Mama senang sekali karena kamu sudah keluar dari rumah sakit,” ujar Helga yang langsung memeluk menantunya itu.
“Iya Ma, terima kasih.”
Ambar mengobrol dengan kedua orang tua Regan tentu saja dengan Regan yang menemaninya sementara Daisy sudah masuk ke dalam kamar untuk tidur karena besok dia akan pergi ke sekolah.
“Kamu tenang saja karena sopir truk yang menabrakmu kini sudah mendekam di balik jeruji besi,” ujar sang papa mertua.
“Kalau Mama boleh tahu kenapa kamu mengemudi sendirian malam-malam di hari hujan seperti malam itu? Apakah ada keperluan mendesak sampai-sampai harus keluar laurt malam saat badai?” tanya Helga penasaran.
“Sebenarnya aku keluar untuk membuktikan sesuatu.”
“Membuktikan sesuatu? Sesuatu apa?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments