Apa kesalahanku?
Pria itu hampir gila memikirkannya setelah ditinggal Lily seperti begitu.
"Kenapa aku tidak mengingat apapun?" Darren meremas rambutnya, mengusap mukanya, lalu kembali berpikir.
Tok.
Tok.
Tok.
Suara ketukan pintu menyadarkan Darren. "Ah, ya! Masuk."
Pintu terbuka, dan Ophelia masuk ke dalam ruangan. Wanita itu melangkah mendekat dan berhenti di sisi sofa.
"Ada apa memanggil saya, Pak?"
"Duduklah terlebih dahulu," Darren mempersilahkan.
Setelah Ophelia duduk, Darren turut memperbaiki duduknya, mendekat seperti hendak menceritakan rahasia.
"Apa semalam ... kau yang mengantarku pulang ke rumah?"
Ditanya begitu sontak membuat Ophelia melotot sempurna. Bosnya ini tidak berencana marah, kan?
"Anu ... mmm, sebenarnya sih Pak begitu. Tapi karena kelihatannya mau hujan deras ya Mike yang menggantikan saya, Pak. Tapi, Pak! Bukan saya lho yang minta, Mike sendiri yang bilang dia akan mengantar Bapak."
Darren mengangguk-angguk. "Ya, ya, ya---tapi bukan itu yang saya ingin tahu. Kira-kira kamu tahu saya melakukan apa saat Mike membawa saya pulang?"
"Lah, Pak! Kan saya sudah pulang duluan. Saya mana tahu apa yang Bapak dan Mike lakukan setelah itu."
Darren mengerjap polos. "Ah ..." Ia tersadar akan kebodohannya. "Iya juga, ya." Lalu terkekeh kecut.
Tapi Ophelia tidak menanggapi, dia nampak masih kebingungan di tempatnya duduk; entah dia berpikir akan diinterogasi lalu diomeli atau hanya ditanya begitu saja lalu selesai, karena dia juga sebenarnya ada banyak pekerjaan yang harus diselesaikan sekarang.
"Mmm ... Pak? Saya sudah boleh pergi belum?"
"Apa pekerjaanmu masih banyak?"
Banyak, Pak. Banyak sekali, sampai mau pingsan rasanya.
Ophelia senyum saja ditanya begitu. "Lumayan, Pak."
"Mana banyak dengan Diana?"
Eh? Ophelia mendadak berpikir. Dirinya kan sekretaris. Sementara Diana hanya wakil sekretaris. Jadi mestinya sih Ophelia yang lebih banyak.
"Lebih banyak saya sih, Pak. Memang ada apa?"
"Kalau begitu tolong beritahu Diana untuk menjemput Mary di sekolahnya dan bawa dia ke kantor saya."
"Baik, Pak."
"Ya sudah, kamu boleh keluar."
Ya dari tadi ini juga mau keluar, Pak.
Ophelia senyum saja lagi, lalu membungkuk sejenak sebelum keluar dari ruangan bosnya.
...----------------...
Malam itu Mike pulang ke apartemennya. Semenjak tadi pagi ia membawa Lily kembali dan harus meninggalkannya lagi karena urusan pekerjaan---Mike sama sekali tidak tenang.
"Aku pulang!"
Terbiasa tinggal sendirian sejak keberadaannya di Amerika, baru kali ini bibir Mike gatal ketika mengucapkannya. Mau tidak mau ya karena ada penghuni baru di apartemennya.
Di dalam sana Lily menyambut dengan senyuman. Ia menghampiri Mike lalu mengambil tas kerjanya. Hal itu sudah menjadi kebiasaan ketika dulu ia juga melayani Darren. Kebiasaan tersebut mungkin tidak akan bisa hilang mengingat ia sudah sering melakukannya.
Sementara Mike sendiri cukup terkejut melihat Lily begitu cantik menggunakan apron merah muda, dan tidak merasakan bahwa wanita itu sudah dari tadi meletakkan tas kerja Mike dan menghidangkannya segelas jus jeruk.
"Lily ..." Selesai minum, Mike memanggil Lily yang hendak kembali ke dapur. Mendadak ia teringat harus melakukan apa setelah pulang.
Lily berhenti dan berbalik. "Iya?"
"Aku ingin bicara denganmu."
Lily tersenyum. "Ah ... tapi kau harus makan malam dulu. Aku sudah menyiapkannya."
Mike menggeleng tegas. "Aku sudah makan di luar. Dan tolong jangan melayaniku seperti ini. Aku tidak membiarkanmu tinggal hanya untuk menjadi pelayanku. Kau tahu itu, kan?" Matanya tiba-tiba menatap serius.
Lily langsung terdiam. "Tapi aku sungguh melakukannya karena ingin. Aku juga tidak akan meminta imbalan," katanya meyakinkan Mike.
"Tapi aku tidak suka. Dan aku memaksa. Tolong duduklah karena aku ingin berbicara denganmu."
Lily menggigit bibirnya. "Baiklah, tapi aku harus membereskan dapur dulu."
Mike mengangguk, dan Lily langsung membereskan dapur apartemen pria itu dengan cepat. Makanan yang sudah siap saji itupun hanya bisa dimasukkan ke dalam kulkas tanpa dimakan. Setelah itu Lily kembali untuk duduk di sofa, menyamping menghadap Mike.
Lily lumayan deg-degan, mengingat suasana hati Mike mendadak berubah serius saat ini.
"Begini ..." Mike memulai dengan berpikir sejenak. "Maaf kalau aku lancang. Tapi aku sungguh gelisah sejak pagi tadi dan ingin menanyakannya padamu ... Sebenarnya, apa yang terjadi di antara kalian berdua?"
Lily langsung mengalihkan pandangannya, menolak menatap mata Mike. "Itu bukan masalah yang besar, tidak ada yang perlu dibicarakan."
Mike mengerjap. Sesuatu di dalam dirinya yakin bahwa Lily berbohong. Wanita itu bahkan mulai memainkan kukunya dengan gelisah.
"Jadi maksudmu ... air matamu tadi pagi bukanlah masalah besar?"
Lily tertegun, ia spontan mendongak menatap Mike.
Mike menghela napas. "Lily ..." Panggilnya lembut. "Aku lebih mengenal wanita melebihi wanita itu sendiri. Kau tahu, ibuku adalah wanita yang tegar. Ketika dia tersakiti, dia akan mengatakan dirinya baik-baik saja. Padahal sebenarnya tidak ada yang baik-baik saja. Dan suatu hari untuk pertama kalinya dalam hidupku, beliau menangis, tapi bukan untuk dirinya sendiri, melainkan karena seorang pria. Dia menangis karena kecewa. Kecewa terhadap ayahku yang memiliki istri simpanan." Mike terkekeh sejenak. "Kau pikir kenapa aku sampai rela belajar di Amerika, hm? Lalu bermain wanita sampai lupa diri? Aku yakin kau juga pasti sudah mendengar desas-desus tentangku di kantor."
Mike kini mengernyit, menatap dalam iris mata Lily dengan serius. "Begitulah aku dibesarkan. Selalu ada kesalahpahaman di dalam sebuah keluarga. Dan ego adalah musuh terbesar kenapa masalah itu tidak pernah terselesaikan."
Pandangan mata Mike kembali melembut, ia menghela napas. "Kau tahu kenapa aku menceritakan hal ini padamu? Itu karena aku ingin agar kau jujur pada dirimu sendiri. Aku tidak ingin memaksamu untuk menjelaskan segalanya, aku hanya ingin bilang, kalau dengan bercerita membuat beban di punggungmu bisa hilang, kenapa tidak? Meski tidak bisa mengubah apapun, tapi setidaknya dengan begitu kau tidak harus menyimpan sakitmu sendirian. Apa kau paham maksudku?"
Lily terperangkap dalam keheningan. Ia tidak tahu mengapa Mike harus mencoba sejauh ini untuk menggali informasi yang berusaha Lily tutupi untuk dirinya sendiri.
Lily tidak ingin rahasia yang berawal dari kedatangan Victoria ini terbongkar begitu saja.
Tapi sesuatu dari perkataan Mike telah membuat air matanya dipicu untuk keluar.
Lily menangis, menitihkan segala kesedihannya yang tertahan.
"Aku tidak baik-baik saja, Mike," akunya.
Punggung Lily bergetar menahan tangis, ia akhirnya mengaku.
Hati Mike serta-merta diserang kepedihan dan rasa iba. Ia lantas mendekati Lily dan mengusap-usap punggungnya, menenangkannya.
"Dari awal seharusnya aku tidak menyetujui apapun dengan Darren. Aku seharusnya tidak menerima kesepakatan itu untuk menjadi istri pura-puranya. Sekarang, karena semuanya sudah terlambat, aku tidak tahu harus melakukan apa."
Mike mengernyit. "Apa maksudmu istri pura-pura? Apanya yang terlambat?"
Lily sesenggukan, ia berusaha mengumpulkan keberanian untuk menceritakan semuanya dari awal.
"Dari awal kami hanya pura-pura, aku dan Darren bukanlah pasangan suami-istri. Semua itu dilakukan demi menghalangi Victoria merusak ketentraman Darren dan anaknya. Namun semakin hari, tanpa sadar ada perasaan terlarang yang tumbuh di dadaku. Aku menyukai majikanku, Mike. Tapi aku tidak ingin dia tahu. Perasaan suka itu muncul tanpa bisa kukendalikan. Perasaan itu terlarang. Darren sudah begitu baik padaku, aku tidak berhak memiliki perasaan yang lebih padanya."
Lily semakin terisak, begitu deras air matanya, begitu sakit hatinya mengetahui cintanya mungkin bertepuk sebelah tangan.
"Lalu malam itu, ketika kau membawa Darren pulang dalam keadaan mabuk, dia ... dia melakukan sesuatu yang tidak bisa kumaafkan. Disamping perasaan sukaku, tidak ada yang lebih besar dari perasaan kecewaku ketika dia berusaha melecehkanku, Mike. Dia melakukan sesuatu yang paling kubenci."
Lily tidak tahan lagi, ia tidak bisa bercerita lebih jauh tentang seberapa hinanya dia sekarang. Untuk sekarang hanya ada pundak Mike sebagai sandarannya. Pria itu membiarkannya menangis di sana tanpa sedikitpun menginterupsinya.
Namun bagaimanapun juga, sebagai sekarang pria, Mike hanya bisa mengepalkan tangannya karena menahan amarah yang luar biasa hebatnya.
Selama ini, ketika ia bermain di atas ranjang bersama wanita-wanita yang siap membuka selangkangannya demi dirinya, Mike tahu mereka melakukannya secara sukarela tanpa paksaan.
Tapi mendengar cerita Lily, hatinya tahu betul bahwa beberapa wanita begitu menghargai mahkota mereka melebih apapun di dunia ini. Mereka terlalu suci untuk dinodai paksa. Terlalu murni untuk dikotori.
Dan Mike tahu ada yang berbeda pada diri Lily sejak awal. Membuat pria seperti dirinya pun sampai harus semelankolis ini.
Malam itu, ketika gelap menyelimuti kota Bangkok, dan hujan kembali turun berderai-derai, menemani tangis Lily yang tidak ada habisnya, Mike meyakinkan dirinya untuk membantu Lily menyelesaikan masalahnya dengan Darren. Entah itu harus menggunakan cara paling kasar di dunia, Mike tidak peduli, yang ia tahu, Darren harus berlutut meminta maaf pada Lily.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments