Ethan tersenyum seraya menggenggam tangan Victoria yang berada di pundaknya.
“Kenalkan, dia tunanganku,” katanya pada Darren.
Darren dengan canggung menjulurkan tangannya. “Darren McGold.”
“Victoria Liesel.” Victoria tersenyum.
“Ayo, duduk.” Ethan memintanya, Victoria langsung mendudukkan dirinya di kursi sebelah kiri Ethan.
Darren dengan canggung meminum winenya dan sekilas melirik Lily. Lily hanya tersenyum lemah. Dia tahu Darren akan merasa tidak nyaman karena hal ini, oleh karena itu, Lily menyarankan sesuatu.
“Ayo pergi dari sini,” bisiknya di telinga Darren.
Darren mengerjap. “Ke mana?”
“Ke sana.”
Lily menunjuk ke lantai dansa. Musik klasik bermain, beberapa pasangan berdansa mengikuti alunan melodi.
Darren mengangkat kedua alisnya. “Kau bisa berdansa?”
Lily mengigit bibirnya, tersenyum, lalu menggeleng lucu. “Tidak tahu.”
“Aih! Lalu---”
Belum sempat Darren selesai berucap, Lily kembali berbisik, “Pokoknya ayooo!”
Lily mulai menarik-narik lengan baju Darren. Darren melirik sekitar. Mereka semua sibuk berbincang dengan orang di sebelah mereka.
Lily semakin menarik-narik Darren. Darren tidak ada pilihan selain berdiri dari duduknya. “Semuanya, kami permisi sebentar.” Darren melempar senyum sebelum pergi dari sana bersama Lily.
...----------------...
Di lain sisi …
Ethan melihat Darren dan Lily buru-buru turun ke lantai dansa. Karena penasaran, dia lantas bertanya pada Zhang Fei.
“Siapa wanita yang bersama Darren itu?”
Zheng Fei menoleh ke arah Darren dan Lily. “Ah, itu istrinya.”
Ethan melotot “Istrinya?!”
Zhang Fei mengangguk, kemudian kembali berbincang dengan Maxence, pria Prancis di sebelahnya.
Sementara itu Ethan masih terdiam. Tadi dia pikir wanita itu hanyalah salah satu dari pebisnis yang ikut pertemuan setahun sekali ini. Namun ternyata ... dia milik Darren?
“Dasar, dia sendiri sudah menikah malah tidak undang-undang,” cibir Ethan diam-diam.
...----------------...
Di lantai dansa …
“Kau tidak tahu caranya berdansa, kenapa masih mau melakukan ini?” Omel Darren.
“Makanya itu, ajari aku.”
Lily mendongak, dia sudah pasang gaya. Mengingat bagaimana di film-film orang melakukan hal ini, Lily tahu untuk meletakkan tangan kirinya di pundak kanan Darren, lalu tangan kanannya menggenggam tangan kiri Darren.
Darren masih heran, tanpa sadar tubuhnya dikontrol Lily.
Gemas karena Darren yang tidak paham situasi kenapa Lily sampai membuang rasa malunya untuk ke sini, ia meraih tangan kanan Darren dan meletakkannya di pinggang kirinya.
“Jangan melamun. Ayo, ajari aku.”
Lily dengan tidak tahu diri naik dan menginjak sepatu Darren. Darren tersentak kaget. Melihat isyarat mata Lily, dengan sendirinya Darren bergerak.
Herannya, Lily begitu ringan, seolah-olah berdansa dengan angin.
Gaun ungunya yang gemerlap senada gelapnya malam di tengah lautan itu melambai dengan anggun. Mengantarkan pemandangan yang tiada tara.
Bagai adegan dansa Prince Charming dan Cinderella, tanpa sadar telah mengikuti alunan musik, Darren dan Lily tenggelam pada tatapan satu sama lain.
Orang-orang di sekitar perlahan berhenti untuk menonton. Darren begitu ahli berdansa. Dia berbakat. Namun hal ini tidak pernah ia pamerkan karena selalu datang sendirian tiap tahun.
Namun kali ini berbeda. Darren yang mereka kenal sering menyendiri di tengah-tengah keriuhan ini, malah turun ke lantai dansa dan menari dengan lihainya. It's beyond beautiful. Seolah-olah panggung dansa ini hanyalah milik mereka berdua.
“Katakan, kenapa kau mengajakku berdansa?” Tanya Darren seraya menatap mata Lily di tengah-tengah dansa mereka.
“Aku tidak ingin melihatmu canggung duduk dengan Victoria. Dia juga sudah punya tunangan.”
“Dan kenapa kau begitu peduli?”
Lily menunduk. “Jadi aku salah?”
Entah menurut pikiran Darren, atau memang perasaan Lily terluka melalui tatapannya.
“Tidak juga.”
Lily mendongak, Darren menunduk, mata mereka bertemu.
Pada momen itu, seulas senyum selembut kapas berhasil menjungkirbalikkan hati Darren. Pada detik itu, Darren memandang Lily sebagai seorang wanita, bukan sekedar pengasuh belaka. Pada menit itu, Darren tidak tahu apa yang terjadi dengan hatinya. Pada jam itu, Darren merasa bahagia liar biasa. Hatinya serasa penuh. Perasaan nyaman menyerangnya bagai cinta yang akhirnya bersemi---datang begitu saja tanpa diminta.
Ia jatuh hati.
Dan itu tidak baik-baik saja.
...----------------...
Tepuk tangan riuh menggema di segala penjuru. Dansa itu berakhir dengan tak terduga. Kecupan di kening menjadi penutup. Menarik perhatian para penonton.
Deru napas Darren tidak stabil. Dadanya terasa penuh. Penuh dengan kebahagiaan. Dia bahkan tidak sadar sudah mengecup kening Lily setelah mengakhiri dansa mereka.
Lily mengerjap. Barusan Darren mencium keningku?
Lily mendongak untuk menatap. Darren begitu bahagia, tersenyum begitu lebar sambil memandang Lily. Darren bahkan tidak sadar dengan apa yang sudah dia lakukan.
Tidak hingga ia menyadari ekspresi Lily yang membeku.
Mata Darren gelisah. “Ouw---astaga!” Dia salah tingkah. “Aku sudah berlebihan, ya?” Tanyanya dengan rasa bersalah.
Lily langsung menunduk. Dia malu, pipinya terasa panas. Ini kali pertama seorang pria mengecup keningnya. Di hadapan seluruh orang, tentu saja.
Namun, musik klasik perlahan bermain kembali, mengisi pendengaran keduanya. Orang-orang yang hendak berdansa sedari tadi kini kembali mengisi lantai dansa.
“Kau mau berdansa lagi?” Tanya Darren malu-malu. Di tengah-tengah orang yang sedang berdansa dengan musik klasik yang mendayu-dayu.
Lily mengangguk, tersenyum. Keduanya kembali menyatukan tubuh.
“Maaf kalau tadi aku kelewatan.” Darren berucap setelah beberapa saat terdiam berdansa dengan Lily.
Lily mendongak. “Tidak apa-apa.”
“Ehem!” Seseorang tiba-tiba berdehem di dekat Darren dan Lily.
Itu Mike.
“Mike?” Ucap Lily kebingungan.
“Boleh bergantian?” Dengan berani Mike meminta.
Sebenarnya Mike terlambat datang di pelabuhan sore tadi. Jadi dia dan ayahnya datang dengan helikopter yang barusan mendarat di helipad kapal pesiar ini.
Ketika tiba di ruangan, pandangan Mike langsung jatuh pada dua sosok yang baru saja menyelesaikan dansanya. Itulah sebabnya dia langsung turun ke lantai dansa.
Darren sedikit bingung, tapi seperti sebuah tradisi dan tidak bermaksud apa-apa, seorang perempuan dalam pesta dansa ini akan diculik oleh kawan si pria. Oleh sebab itu Darren menyerahkan tangan Lily pada Mike dan tersenyum sebelum pergi untuk menemui ayah Mike, Thanit.
“Tolong jangan tegang berdansa denganku, oke?” Mike melempar senyum.
Lily tersenyum malu.
“Oh, ya! Kau senang berada di sini?”
Mata Mike berbinar, persis ketika mereka pertama kali bertemu di lobi. Lily baru menyadari hal ini, bahwa Mike begitu riang. Dia selalu terlihat segar dan berkawan. Rasanya Lily jadi cepat nyaman berbicara dengannya, seolah-olah mereka sudah kenal lama.
Lily tersenyum seraya menggeleng. “Tidak juga. Aku lumayan tidak suka dengan tempat ramai seperti ini. Terlalu asing.”
Mike mengangguk-angguk. “Lalu kenapa masih di sini?”
Lily menaikkan kedua alisnya. “Memangnya aku mau kemana lagi? Aku tidak tahu arah. Soalnya baru pertama kali naik kapal sebesar ini.” Kemudian terkekeh malu.
“Kalau begitu … mau keluar cari udara bersamaku?”
Lily mengerjap. Kemudian melirik orang-orang sekitar yang masih sibuk berdansa. Dilihat-lihat suasananya semakin membosankan juga.
Lily tersenyum diiringi anggukan kecil. Mike langsung menarik tangan Lily untuk pergi dari sana. Mereka menghilang secara diam-diam tanpa ada yang menyadari hal tersebut.
Menghela napas karena berlari sepanjang jalan bersama Mike yang menariknya, Lily mengedarkan pandangan pada laut malam yang begitu penuh desiran ombak dari segala arah.
Dengan lembut helaian anak rambut Lily terbang bersama angin. Gaun ungu gemerlap miliknya turut ikut melambai.
Begitu bebas. Lily menghirup napas sesegar embun di pagi hari ini dengan khidmat. Di bawah payung langit malam yang terang benderang, cahaya bulan memantul pada wajah Lily yang menengadah.
Di sebelahnya Mike malah terpana melihat betapa indahnya sosok Lily yang tengah memejamkan mata.
Tersenyum lebar, Mike bertanya, “Kau senang?”
Bulu mata lentiknya naik mengikuti kelopak mata yang terbuka, Lily menoleh dan tersenyum. Senyumannya begitu ramah, begitu berbeda, Mike suka.
“Terima kasih.”
“Untuk apa?”
“Karena sudah menarikku dari sana. Dibandingkan di dalam sana, di sini lebih menyegarkan dan tidak sesak.”
“Baguslah.”
Pandangan Mike dan Lily kembali pada lukisan ombak yang terbentang luas di hadapan. Hening menyapa sejenak. Keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing. Tidak ada kecanggungan. Mereka sama-sama merasa nyaman.
“Omong-omong … aku tahu kau bukan istri Darren.”
Well, tidak hingga Mike membuka mulutnya dan menyinggung sesuatu yang terlarang. Mendadak Lily merasa ditelanjangi. Ini hanya rahasia yang diketahui oleh dirinya dan Darren saja. Mendengar hal ini dari Mike, orang mana yang tidak panik.
Menoleh perlahan dengan tatapan horor, Lily mengerjap menatap wajah Mike.
Mike terkekeh. “Ah, maaf kalau aku membuatmu tidak nyaman.”
Lily mengernyit. Bukan itu yang ingin dia dengar.
“Kau tahu darimana?”
“Mmm ... dari ayahku. Kau tahu, ayahku adalah investor pertama yang menerima proyek Darren 6 tahun yang lalu. Saat itu aku tinggal di Amerika bersama ibuku. Singkatnya mereka cerai.”
Mike menghela napas panjang, menyadari dia sudah terlanjur memberitahu hal yang dia rahasiakan pada seorang perempuan yang baru pagi tadi dia temui. Lily bahkan bukan siapa-siapanya.
“Lalu?”
Mike tersenyum, dan memilih mempersingkat ceritanya. “Ayahku dan Darren sudah kenal lama. Meski Darren jarang bercerita banyak tentang keluarganya, kecuali hanya sekali dua kali dia membahas tentang putrinya, tapi ayahku yakin Darren belum pernah menikah. Kalaupun dia benar-benar menikah, pasti Darren mengundang ayahku. So, kesimpulannya, kau bukanlah istrinya. Benar, kan?”
“Bagaimana mungkin kau seyakin itu padahal informasi yang kau dapat hanya berdasarkan dari cerita ayahmu?”
Lily tidak langsung mengaku. Darren sudah memperingatkannya untuk berhati-hati. Dan kalau rahasia ini masih bisa disangkal, kenapa tidak?
Mike gelagapan. Dia mengerjap, berpikir. Lily ada benarnya.
“Jadi, maksudmu, kalian benar-benar pasangan suami-istri?”
Mike berharap Lily menggeleng. Namun wanita di hadapannya ini justru mengangguk.
“Kami sudah menikah.” Lily menunjukkan cincin di jari manisnya pada Mike setelah teringat. “Coba lihat, ini cincin pernikahan kami.” Kemudian tersenyum.
Sulit dipercaya. Sepanjang hari Mike mengagumi senyuman itu. Baru kali ini dia membencinya. Membencinya karena iri. Lily begitu bahagia bahkan saat bercerita tentang cincin pernikahannya.
Cih! Dasar si McGold itu. Beruntung sekali dia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments