Setelah memenangkan tender Global Group, dengan mudahnya Nadi merebut project yang kini di tengah di pegang oleh perusahaan Surya. Selain karena Nadi sendiri tahu kelemahan perusahaan Surya, beberapa dari mereka juga lebih mengenal Nadi ketimbang Surya dan mereka mengeluhkan sejak Nadi tak lagi ikut serta mengelola Permana Persada, perusahaan itu mengalami kekacauan manajement, mulai dari pengerjaan yang sering molor hingga bahan baku yang tidak sesuai dengan kontrak kerja.
Nadi menutup laptopnya dan beranjak dari ruang kerjanya menuju ruang kerja Sofia. "Morning baby. Oh Astaga, Sofia..." Nadi terkejut melihat sahabatnya terkapar di sofa dengan wajah yang begitu pucat.
"Are you okay, Sofia? gue antar dokter ya," ia berjongkok di samping sofa, kemudian memegang kening Sofia untuk mengecek suhu tubuhnya, Nadi agak sedikit lega ketika mengetahui Sofia tidak demam.
"Gue cuma pusing sedikit, istirahat sebentar juga paling enakan," Sofia mengeluarkan dehaman-dehaman ringan. "Sorry ya Nad, kayanya gue enggak bisa nemenin loe ke lokasi. Apa loe mau di temenin sama Lala?"
Nadi menggelengkan kepalanya. "Kalau Lala ikut sama gue siapa yang ngurusin pajak? Hari ini kan terakhir pelaporan pajak, loe enggak mau kan perusahaan ini kena denda gara-gara telat lapor?"
"Tapi loe yakin dateng sendiri? Atau gini aja deh, kita ke sananya besok saja?"
Nadi mengangkat alisnya, sepertinya gagasan untuk menunda peninjauan lokasi bukanlah gagasan yang bagus mengingat Aaron selaku CCO dari Global Group ikut turun langsung dalam project ini. "Heiii, kau pikir kita siapa? Beraninya membuat orang paling sibuk di Global Group menunggu kita? Sudahlah, aku berangkat sendiro saja, aku sudah biasa meninjau lokasi sendirian, lagi pula di sanakan banyak pekerja kita," ucapnya sembari berdiri dan merapihkan pakaiannya.
"Ya sudah, kalau begitu gue berangkat dulu ya, takut kejebak macet. Nanti gue suruh Lala buat panggil dokter meriksa loe," Nadi bersiap keluar dari ruang kerja Sofia namun langkahnya terhenti ketika Sofia memegang tangannya. "Thanks ya, Nad. Loe udah banyak banget bantu gue." Jika bukan karena Nadi, perusahaan Sofia yang baru seumur jagung tentu tidak akan memiliki banyak client dalam waktu singkat.
Nadi tersenyum dan mengelus bahu Sofia dengan lembut. "Sama-sama, loe jaga kesehatan ya, kalau loe sakit gimana dengan dengan project-project kita? Loe enggak mau kan mengecewakan client-client kita?"
Sebetulnya Nadi sendiri memaklumi kondisi sahabatnya yang sama sekali tidak pernah bekerja dan selalu di manjakan oleh orangtuanya, namun dalam waktu sekejap asset orangtuanya harus di sita oleh KPK lantaran ayahnya Sofia di tuduh terlibat dalam pencucian uang negara, untuk itulah Sofia mau tidak mau bekerja untuk menyokong perekonomian keluarganya. Sofia pikir dengan mendirikan perusahaan dirinya tidak perlu bekerja keras, namun ternyata dugaan salah, di semua perusahaan tahap awal justru merupakan tahap yang paling melelahkan bagi pemilik perusahaan.
"Hati-hati ya, Nad. Kabarin gue kalau ada apa-apa."
"Siap." Nadi bergegas menuju lokasi pembangunan mall.
Begitu Nadi meninggalkan kantor, Sofia beranjak dari sofa menuju meja kerjanya, ia meraih telepon dan menghubungi Lala. "Batalkan kunjungan dokternya, aku baik-baik saja. Tolong siapkan saja ruang meeting, aku mau meeting dengan vendor jam 10 ini," ia menutup telepon setelah Lala mengerti dengan perintah yang ia berikan. 'Good luck pak Aaron,' gumam Sofia.
Sofia merasa sudah waktunya untuk Nadi move on dari Surya, sebab ia mendengar gosip jika Cindy tengah mengandung dan mereka sedang menyiapkan pesta pernikahan, ia tak ingin sahabatnya itu bersedih mendengar kehamilan Cindy.
...****************...
Setibanya di lokasi, Aaron langsung menyambut kedatangan Nadi dengan senyum sumringah di wajahnya.
"Maaf pak Aaron saya datang terlambat, tadi di jalan macet sekali," ucap Nadi dengan lenuh rasa bersalah.
"Sebaiknya anda profesional, kita semua tahu Jakarta rawan macet, seharusnya anda bisa datang lebih awal untuk menghindari kemacetan," sahut Surya, ia menatap Nadi dengan tatapan tajam, meski hatinya masih begitu mengagumi kecantikan mantan istrinya.
"Tidak apa-apa, saya juga baru datang kok." Aaron memberikan helm proyek kepada Nadi.
"Terima kasih," Nadi menerimanya dengan rasa canggung dan tidak enak. Saking buru-burunya, ia sampai melupakan helm proyek, tapi sebetulnya saat di jalan tadi Nadi sempat berpikir untuk meminjam helm ke pekerjanya namun Aaron rupanya terlebih dahulu memberikannya.
Helm proyek yang di berikan Aaron kepada Nadi terlampau bagus, sehingga Nadi agak kesulitan untuk memasang pengaitnya, sehingga ia tertinggal jauh di belakang Aaron, Surya dan Cindy yang sudah berjalan terlebih dahulu.
"Boleh aku bantu?" rupanya Aaron kembali lagi untuk membantu Nadi mengenakan helm proyeknya.
Nadi yang tak punya pilihan lain, terpaksa mengangguk dan membolehkan Aaron membantunya. "Terima kasih, maaf merepotkan."
"Tidak sama sekali."
Dari kejauhan Surya melihat Aaron membantu mantan istrinya mengenakan helm, ia mengepalkan tangannya untuk menahan emosinya yang panas membara. "Benar-benar janda gatal, cepat sekali ia berpaling dariku," gerutunya dalam hati.
Surya tak menyangka jika hari merupakan hari terpanas dalam hidupnya, sebab sepanjang meninjau lokasi, ia kerap di suguhkan oleh pemandangan yang membuat hatinya berkobar. Nadi terlihat sangat akrab dengan Aaron, dari sorot mata Aaron terlihat jelas jika pria itu sangat mengagumi mantan istrinya itu. 'Dasar wanita penggoda yang tak tahu malu,' batinnya terus menyumpah-nyumpah dan mencerca Nadi.
Di lain pihak Cindy justru berusaha untuk lebih mendekatkan diri dengan Surya, ia berpikir bahwa inilah kesempatan baginya untuk membuat Nadi cemburu dan seolah menegaskan bahwa kini Surya adalah miliknya. "Sayang aku capke," Cindy mengelus perutnya untuk menarik perhatian Nadi.
"Kan sudahku katakan kau tidak perlu ikut, kalau kau capek tunggu saja di mobil." Surya bosan mendengar Cindy terus-menerus mengeluh, tak seperti Nadi yang dalam keadaan apa pun tak pernah mengeluh dalam membantunya bekerja.
Nadi menatap Cindy ketika wanita itu mengelus perutnya, ia memperhatikan jika perut wanita itu nampak lebih besar, pipi Cindy pun terlihat lebih chubby. 'Apa jangan-jangan dia lagi hamil ya?' batin Nadi.
"Mungkin pak Harry sudah menjelaskan, jika project ini sebetulnya sudah setengah jalan, hanya saja kintraktor yang mengejakan ini mengalami masalah internal sehingga dia mundur dan kami membuka tender kembali untuk melanjutkan project ini," terang Aaron.
"Pak Aaron, maaf aku permisi ke toilet dulu." Nadi memotong penjelasan Aaron.
"Silahkan, Toilet yang sudah jadi ada di sebelah sana," tunjuk Aaron ke sisi gedung yang belainan arah dengan jlan yang mereka tuju.
"Terima kasih," sebelum pergi, Nadi sempat melirik ke arah Surya dan surya pun menatapnya, untuk beberapa detik mata mereka bertemu.
Di dalam toilet, bayangan kehamilan Cindy cukup menguras pikirannya. "Jika Cindy betul-betul hamil, jadi selama ini aku yang tidak bisa memberikan keturunan untuk Surya," ia mengelus perutnya. "Aku mandul..."
Lama Nadi meratapi nasibnya, ia kemudian membasuh wajahnya agar lebih segar dan bersiap menyelesaikan peninjauannya. Baru saja Nadi membuka pintu kamar mandi, Surya sudah menghadangnya.
Nadi menghembus napas beratnya, ia mencoba berpikir positif jika Surya juga ingin menggunakan toilet, sebab hanya ini toilte yang baru jadi. "Silahkan jika kau mau pakai," ia berusaha menghindar namun Surya justru mendesak Nadi hingga ia kembali masuk ke kamar mandi. "Aku tidak ingin ke toilet, aku ingi bicara denganmu," Surya menatap tajam ke arah Nadi.
Nadi berusaha untuk terlihat santai, sebab ia merasa memiliki kepentingan dengan Surya. "Maaf saya rasa sudah tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
Surya tidak tau malu
2023-12-19
0
Diaz
Sofia ngejomblangin Nadi sama Aaron 🤭
2023-07-22
2
🍭ͪ ͩ𝐀𝐧𝐠ᵇᵃˢᵉՇɧeeՐՏ🍻☪️¢ᖱ'D⃤
helllooooo....siapa yang mencampakkan siapa kok kamu yang cemburu...sudahhh gilaaaa yaa
2023-07-08
3