Mansion mewah dan megah yang dominan cat berwarna putih dengan masing-masing anak tangga luar di sisi kiri dan kanan, terhubung langsung dengan lantai dua bangunan tersebut. Juga tempat acara keluarga akan diberlangsungkan beberapa menit lagi. Di teras lantai dasar, bukan sebuah taman yang akan para tamu temui. Namun sebuah kolam renang luas dengan beberapa kursi panjang di masing-masing sisi. Terlihat begitu indah ketika dilihat pada malam hari.
Setidaknya itulah gambaran dibenak Tiyas saat kakinya berpijak di kediaman Wiguna. Walau dari luar terlihat begitu nyaman, wanita yang sudah menginjak angka 25 dua bulan yang lalu itu tahu bahwa bangunan megah ini akan menjadi sumber masalahnya mulai sekarang.
"Dek, kamu yakin mau sama keluarga ini? Gak mau mami kenalin sama keluarga Tanjung atau Pangestu gitu?" Tanya Nirmala seraya berjalan dengan langkah tegas namun penuh keanggunan. Rambut sebahunya yang hitam tampak bersinar terkena pantulan sinar dari kolam renang.
Memakai dress selutut berwarna putih gading yang memeluk tubuh rampingnya, membuat wanita paruh baya yang sudah memasuki usia 50-an terlihat anggun dan berkelas. Persis seperti gambaran putri konglomerat terdahulu. Memakai aksesoris kalung, anting dan gelang yang terlalu berlebihan, juga beberapa cincin berlian yang melingkar di jari lentiknya.
Sedangkan tampilan Tiyas juga tak kalah mempesonanya. Wanita itu memakai dress hitam yang menjulur hingga ke mata kaki namun terdapat belahan panjang dari atas lututnya ke bawah pada bagian samping. Sedangkan di bagian bahunya ia biarkan terekspos secara cuma-cuma.
Walau sejak awal dirinya mengatakan bahwa akan bersandiwara menjadi guru honorer, meski faktanya itulah pekerjaan yang ia lakukan ketika ada waktu senggang. Tiyas tak ingin tampil terlalu sederhana, ia ingin memberikan kesan pertama dan menghormati Chandra Wiguna.
Lagipula di zaman sekarang, gengsi mengalahkan segalanya. Orang yang uangnya pas-pasan saja ingin berpenampilan cantik dan mewah pada setiap acara yang mereka datangi.
"Mami, jangan ngomong kuat-kuat dong nanti kedengeran," keluh Tiyas dengan tatapannya yang waspada. "Lagian kan secara garis yang sudah ditentukan, generasi aku kan emang harus bersanding sama keluarga Wiguna."
Nirmala menghela napasnya pendek. Ditatapnya anak semata wayangnya sekilas, tak rela rasanya jika mereka harus berpisah secepat ini.
"Dek, kamu dengar kan rumor tentang keluarga ini? Mami gak rela ya kalau kamu diselingkuhin. Kalau sampai mami dengar itu, gak segan-segan mami tarik kamu keluar dari rumah ini."
Wanita muda itu memejamkan matanya sembari menarik napas. Tak ada yang bisa ia tutupi dari sang Ibu. Bagaimanapun Nirmala adalah wanita independen, sudah biasa ia berhadapan dengan banyaknya orang. Mata dan telinganya ada di mana-mana, mudah baginya untuk mengetahui watak orang dalam sekali obrolan.
Tiyas menggenggam tangan sang ibu. Membuat wanita paruh baya itu menghentikan langkahnya, menatap anaknya dengan raut penasaran.
"Mih, tenang aja," ucapnya dengan segaris senyum lembut. "Mami tahu kan aku ini gimana? Aku pastinya gak akan tinggal diam kalau ada orang yang semena-mena sama aku."
"Tutup saja mulutnya pakai selotip kek! Atau gak banting aja laki-laki di keluarga ini yang sudah menghina kamu! Jangan sia-siakan sabuk hitam taekwondomu," titah sang ibu dengan tatapannya yang membara.
Sebenarnya situasi seperti ini harusnya terharu mendengar betapa khawatirnya seorang ibu kepada anaknya, tapi mendengar intonasi Nirmala malah membuat Tiyas meledakkan tawanya.
"Duh, Mami! Omongan Mami tuh kayak keluarga kita jahat banget sih!"
Nirmala mendelik kesal pada sang anak. Tiyas memang tidak bisa diajak serius, anaknya ini selalu saja menganggap perkataannya sebagai candaan. Memang dikiranya ia sedang melucu apa?!
Ingin rasanya ia membalas perkataan sang anak, tetapi suara berat menginterupsi mereka.
"Nyonya dan Nona, Tuan Besar sudah menunggu anda di dalam. Silakan lewat sini," ucap seorang pria dewasa yang sepertinya penanggung jawab di mansion tersebut.
Tiyas dan Nirmala mengangguk singkat. Keduanya melangkah mengikuti sang pria tadi untuk masuk kedalam. Sepertinya ibu dan anak ini masih saja memberikan delikan-delikan kesal satu sama lain.
"Sudah dong, Mami! Yang anggun dikit, masa gak ada papi jiwa tomboynya keluar lagi!" ejek Tiyas dengan senyum yang menyebalkan, membuat Nirmala hanya bisa mencubit pinggang putrinya berkali-kali dan mengisyaratkan untuk diam.
Setelah akhirnya mereka masuk ke dalam mansion yang sudah disulap sedemikian rupa dan ternyata ada banyak orang di sana, membuat Tiyas dan sang ibu sesaat terdiam kikuk. Untungnya Tuan Besar yang mempunyai acara segera menemukan mereka.
"Akhirnya kalian sudah datang!" Seru Chandra dengan begitu bahagia. Menyambut dua orang yang begitu ia sayangi, walau kurang satu lagi karena kesepakatannya dengan Tiyas. "Ayo Nirmala dan Tiyas, kita duduk dan mulai makan malamnya."
Nirmala tersenyum sopan, ia segera mengekori Chandra dengan punggungnya yang tegak. Tak gentar ia walau banyak pasang mata yang menatapnya dengan menilai. Berbeda dengan Tiyas, ia harus bersandiwara menjadi seorang wanita yang sopan dan pemalu.
"Bagaimana perjalanan kesini? Pasti melelahkan ya, jarak rumah kita sepertinya terlalu jauh jika hanya untuk jamuan kecil seperti ini," kata Chandra yang memulai obrolan ringan setelah semua anggota keluarga duduk.
Nirmala tersenyum kecil. Betapa merendahnya seorang Chandra Wiguna, sama seperti apa yang diajarkan keluarga Adhitama dan Wijaya. Walau mereka punya materi yang berlebih, tapi sopan santun dan kerendahan hati jelas menjadi pelajaran yang pertama dan utama sebelum terjun bertemu banyak orang. Bahkan keluarga Adhitama sudah diajarkan tata krama sejak taman kanak-kanak.
"Bapak bisa saja," jawab Nirmala dengan sedikit ringisan. "Terima kasih banyak loh Pak, jamuannya banyak dan terlalu mewah untuk kami."
Indah yang sejak tadi tak melepaskan pandangan dari anak dan ibu itu lantas membuka suara.
"Kalau boleh tahu apa kesibukan Tiyas sekarang? Kayaknya Mama Tiyas sampai gak pernah makan-makanan mewah begini ya."
Tiyas melirik ke arah Indah, ada sedikit jeda lama di sana. Dalam hatinya sedikit menggerutu, tentu bahwa ini tidak mudah. Mempunyai ibu mertua seperti Indah seperti malapetaka untuknya.
Chandra berdesis keras. Kesal rasanya melihat sikap tak sopan santun Indah, tidak mencerminkan keluarga Wiguna sama sekali.
Restu yang berada di sebelah istrinya hanya bisa menghela napas panjang. Sudah berusaha ia tegur sang istri, tapi tampaknya Indah malah merajuk. Pria paruh baya itu juga melirik sang anak sulung di sebelahnya, Bagas masih terdiam sejak duduk di meja makan. Tak ada ekspresi berarti dari anaknya itu.
"Saya kerja sebagai guru honorer di sekolah swasta sekitar Jakarta, Tante," jawab Tiyas yang membuat seluruh pasang mata menatap remeh kepadanya.
Restu mengangkat alisnya seakan tidak percaya. Ia melirik sang Ayah yang hanya diam dengan tenang.
"Guru honorer?" Tanyanya seakan untuk menegaskan. Dan matanya membola setelah anggukan didapatkan dari Tiyas.
Bagas yang semula hanya diam, terkesan tidak peduli. Kini menaruh atensi pada Tiyas yang beberapa kali mencuri pandang ke arahnya. Ah, pantas saja perempuan ini menerima perjodohan sang Kakek. Ternyata karena dia ingin menikmati kekayaan keluarga Wiguna. Bagas berdecak pelan dengan asumsi yang ia buat sendiri.
"Bukannya keluarga Wiguna cuma mau menerima calon pengantin dari keluarga golong atas? Sedangkan dia cuma guru honorer! Bahkan gajinya gak lebih besar dari harga tasku," sahut wanita muda yang penampilannya cukup menyita perhatian. Dia Bella Dwisa Wiguna, adik perempuan Bagas.
Chandra menghela napas panjang. Pening kepalanya harus menghadapi kloningan dari Indah, yaitu Bella. Menantu dan cucunya yang satu ini benar-benar tidak bisa menjaga adab sopan santun.
"Sudah, jangan ada lagi yang berbicara sampai menyinggung Tiyas dan keluarganya," titah sang Tuan Besar. Chandra tak mungkin membeberkan bagaimana ada lubang besar dalam keluarga Wiguna yang bisa dilihat oleh Nirmala sebagai perwakilan dari suaminya.
Pria tua itu melirik Bagas dan Tiyas yang saling menatap satu sama lain dengan sedikit tarikan di ujung bibirnya.
"Ayo lebih baik kita makan dulu. Sebelum kita mulai bicara bagaimana konsep pernikahan Bagas dan Tiyas yang akan diselenggarakan bulan depan."
"Saya gak setuju."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Flo aja
belum tau klu calonnya sempurna
2023-11-12
0
𝙨𝙗𝙠 𝙜𝙬𝙚
Candra harus bisa bersabar dalam menghadapi wanita.
2023-10-14
15
Oh_Riandini
kebanyakan memang seperti itu, yang pas2an malah terlihat lebih mentereng
2023-10-09
0