...Perhatian!...
...Cerita ini hanya bersifat fiksi atau karangan saja, jika terdapat kesamaan dalam bentuk apapun—mungkin karena ketidaksengajaan semata....
...Jangan lupa klik like, vote, dan comments diakhir cerita sebagai wujud apresiasi terhadap karya penulis....
...Terima kasih,...
...selamat membaca....
..._________________________...
...Roar of the Ocean...
..._________________________...
...__________...
...___...
..._...
"Akan ku bunuh kau?!" maki Tivana dengan ekspresi benci yang telihat sangat jelas. Wanita tersebut bangkit, mengambil kembali batu gua yang terempas akibat kibasan ekor milik Òsedian tadi lalu berjalan menuju makhluk itu.
Mengangkat benda berbentuk lumayan besar tersebut sangat tinggi seakan siap menghantamkannya langsung ke kepala Òsedian.
Demi Tuhan suasana hati Tivana saat ini benar-benar dipenuhi oleh luapan amarah.
Òsedian yang melihat bergidik ngeri dengan wajah jenaka, bukan dalam artian takut—hanya saja dia gemas sendiri menyaksikan kelakuan dari mate atau pasangannya itu. Mungkin bisa diartikan sebagai tindakan suami yang takut akan kemarahan sang istri, takut-takut tapi tetap mencintai. Semacam itulah.
Tidak ingin merelakan kepalanya dihantam dengan sebuah batu, Òsedian memilih kembali memasuk air. Tivana yang melihat mendesis, jengkel.
Berakar dari pengalaman, air adalah habitat alami Òsedian. Tivana jelas tak akan menang jika dia nekat melawan makhluk yang berada di area teritori mereka. Begitu juga sebaliknya.
Tivana lalu mendengus, membuang batu ditangannya dengan lemparan terbaik yang dapat ia lakukan tepat kedalam air tempat Òsedian berada.
BYURR!
Riak air terdengar sebelum batu tersebut tenggelam.
"KEMBALI KEMARI KAU BAJINGAN!" rutuk Tivana kesal. Seumur-umur wanita tersebut jarang sekali menyumpahi seseorang, dia memiliki kecenderungan diam ketika marah—tapi khusus untuk kali ini dia benar-benar ingin membalas makhluk BIADAB tersebut.
Sosok yang sedari tadi hanya menyaksikan tingkah laku kedua makhluk di depannya ini, kemudian memilih untuk berdehem.
"Ehm?!"
Tivana lantas menoleh. Akhirnya dia menyadari lagi keberadaan sosok berjubah tersebut. Meneliti dari ujung kepala hingga ujung kaki, Tivana hanya diam. Dia tahu tak sepatutnya dia bertindak gegabah seperti tadi.
Mendatangi sosok tersebut dengan tampang memohon sebuah perlindungan, saat dia tahu sosok tersebut bereaksi terlalu biasa ketika Òsedian muncul begitu saja tanpa diundang. Patut untuk dicurigai.
Manusia normal akan berteriak, kecuali Tivana yang sudah lumayan terbiasa dengan fenomena tak masuk akal tersebut. Dia cukup cepat dalam beradaptasi, membuang semua kesedihan dan memilih perasaan marah sebagai tumpuan supaya dia tetap bisa bertahan.
Bagaimanapun caranya aku harus tetap hidup?! Agar bisa membunuh makhluk itu! Seperti inilah kira-kira motivasi yang Tivana memiliki setelah Òsedian merampas kebanggannya sebagai seorang wanita.
Jujur saja ini pertama kali untuk Tivana, bahkan tak satu orangpun dari mantan kekasihnya pernah menyentuh tubuh wanita itu. Bagi dia kalau tidak menikah jangan sekali-kali wanita merendah, membiarkan kedua kaki mereka terbuka agar para bajingan dapat masukinya seenak jidat.
Jangan berdiri seperti seorang pela*cur. |
Prinsip itu sudah tertanam mati didalam otak Tivana, tak heran dia sering dicampakkan oleh mantan-mantan kekasihnya. Sakit hati? Tentu tidak! Berkat itu Tivana jadi dapat mengetahui—yang mana laki-laki serius dengan yang mana binatang.
Meski Tivana tak pernah menyangka bahwa dirinya akan diperkosa oleh binatang. Tepatnya seekor ikan.
HUH!
"Siapa kau?" tanya Tivana curiga.
Sosok didepannya bersiul, kagum dengan reaksi waspada yang Tivana tunjukan. Hebat juga dia dalam mencerna situasi, batin sosok tersebut.
Tivana lihat, sosok berjubah didepannya menurunkan tudung menutup kepala. Surai rambut berwarna biru terlihat menyambut mata Tivana, jelas bukan warna rambut normal manusia kecuali memang sengaja diwarnai.
"Hallo..." sapa makhluk itu sambil mengulurkan sebelah telapak tangannya, meminta untuk saling berjabat tangan.
"Kau bisa panggil aku—" ucap makhluk tersebut kemudian, walau gantung karena ada seseorang yang tiba-tiba menyela ucapannya.
"ILDA!"
Percikan air laut berhamburan kemana-mana, mengenai kepala Ilda hingga membuat sosok tersebut basah kuyup. Tivana mundur beberapa langkah saat menyadari telinga milik sosok berperawakan tegap seperti pria di depannya; runcing dan berbentuk mirip sirip ikan ketika terkena air laut.
Òsedian muncul tak jauh dari sana, dia tidak keluar dari air; hanya membiarkan wajahnya bertumpu di pinggiran kolam.
"Terima kasih Òsedian, kau sudah memperkenalkan nama ku pada dia. Tapi alangkah bagusnya jika kau tidak menyela ku, dasar binatang." tutur Ilda sembari membersihkan air garam yang berada di wajahnya disertai tampang tersenyum.
Berbanding terbalik dengan kata-kata sarkas yang baru saja ia ucapkan.
Òsedian terkekeh.
Ya meski wajah jenaka tersebut tidak bertahan lama saat Tivana secara tiba-tiba, entah kapan dan bagaimana sudah berada di samping Òsedian lalu menjambak surai rambut berwarna senada dengan manik matanya tersebut. Mencoba menyeret makhluk berukuran besar itu sekuat tenaga agar keluar dari dalam air hingga dia dapat mencekiknya nanti.
Rupanya ketika Tivana melihat tampang Òsedian, luapan kebencian keluar begitu saja. PECAH. Membuat wanita tersebut terlihat seperti makhluk yang ganas dan siap mencabik-cabik apapun yang berkaitan dengan Òsedian.
"Pft—?!"
Sekarang apa yang harus Ilda lakukan? Disisi lain dia merasa kasian dengan temannya itu dan di sisi lainnya lagi dia merasa ingin sekali menertawakan sosok Siren tersebut.
"Aw! Aw!! Ana ini sakit?!" Òsedian meringis. Dia mencoba melepaskan jemari lentik Tivana dari surai rambut panjang miliknya. Makhluk setengah ikan tersebut mencoba untuk tidak mengeluarkan tenaga secara berlebihan agar dia tak menyakiti tubuh Tivana lagi.
Melihat hal tersebut semakin membuat Tivana mendesis.
Dia beranggapan bahwa Òsedian saat ini sedang berpura-pura tidak berdaya. Seolah tengah mengolok-olok Tivana ketika dia tidak mampu melawan makhluk itu didalam air sebelumnya.
Hal ini menimbulkan rasa nyeri disudut hati Tivana yang paling diam.
Dia tiba-tiba merasa ingin menangis. Sorot mata yang menampilkan kebencian perlahan terasa panas. Pedih. Apakah andaikata kala itu Tivana memohon dilepaskan, Òsedian akan melepaskannya? Saat mereka di dasar laut? Nyatanya yang ada Tivana hanya semakin diburu hingga wanita itu pingsan.
Semua usahanya terakhir sia-sia. |
Berhasil membawa Òsedian keatas daratan, meski sebenarnya tidak terlalu jauh dari pinggir kolam berisi air laut. Tanpa ba bi bu Tivana langsung mencekik Òsedian, memaksa makhluk setengah ikan tersebut berbaring diatas lantai gua agar Tivana bisa lebih leluasa dalam mencekiknya.
Menaiki tubuh Òsedian lalu duduk di area dada bidang berlapis sisik.
Òsedian mencoba membela diri meski dengan tampang main-main tapi ketika dia melihat air mata Tivana yang jatuh mengenai insangnya Òsedian memilih mengurungkan niat.
Dia membiarkan Tivana melakukan apapun yang wanita itu inginkan.
Ilda bahkan diam bagai patung di pojok gua sana. Dia tahu apa yang saat ini Tivana rasakan. Perasaan campur aduk. Stress, lelah, dan marah.
Begitu banyak titikan air mata yang berjatuhan, Òsedian lantas mengangkat sebelah tangannya—menuju kearah pelupuk mata Tivana lalu menyapu pelan air mata yang wanita itu keluarkan.
"Jangan menangis Ana..." bisik Òsedian, berhasil membuat Tivana tersentak.
DEG!
...***...
...T b c...
...Jangan lupa tinggalkan jejak like, vote, ataupun comments...
...Terima kasih...
...Ketemu lagi nanti...
...Bye...
...:3...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Lisa Z
dasar lelaki
2023-10-10
0
Author15🦋
terus sirennya, bukan cmn kata binatang doang, tapi emang binatang😭
2023-07-29
3