“Scarlet, kau yakin akan ikut ke pemakaman? Kau tunggu saja di mobil,” ujar Detektif Carl, berhenti di depan pintu mobil.
Briptu Scarlet mengangguk dan turun dari mobil. Hari ini mereka berdua akan menghadiri acara pemakaman putra mereka, Jorell Watson.
Scarlet tentu saja sangat Terpukul dengan kematian putranya, putra yang baru dilahirkannya beberapa jam yang lalu, namun akhirnya meninggal. Bahkan ia hanya memeluknya sekali dan belum sempat menyusuinya.
“Carl, apa menurutmu ini adalah kesalahanku, sehingga Jorell meninggal?” tegas Scarlet lagi, dengan mata yang mengembun.
“Tidak. Jangan katakan itu. Kau sama sekali tidak salah. Mungkin memang sudah takdir, umurnya segitu.”
Carl meraih tangan Scarlet, lalu menggenggamnya erat. Mereka berdua mengenakan baju serba putih berjalan masuk ke pemakaman.
Di depan mereka terdapat makam putra mereka.
“Jorell, maafkan Ibu yang tak bisa menjagamu, Sayang. Aku tak ingin berpisah darimu. Tapi entah kenapa, Ibu merasa kau masih hidup. Ibu harap bisa bertemu denganmu lagi.”
Scarlet menaburkan bunga dari keranjang bunga yang di bawanya saat itu ke makam Jorell. Tangannya gemetar dan setelahnya kristal bening meleleh dari sudut matanya.
“Jorell, kau masih hidup, kan? Kau tidak bisa meninggalkan Ibu sendiri!” Tiba-tiba saja Scarlet histeris.
Tubuhnya berguncang hebat. Bahkan dia berniat membongkar makam itu kembali.
“Scarlet! Hentikan itu! Hentikan!” Carl langsung menghampiri Scarlet. Ia mendekapnya erat.
“Carl, Jorell masih hidup, aku harus membawanya pulang kembali.”
Scarlet begitu terpukul dan masih belum bisa menerima kematian putranya.
“Scarlet, Jorell sudah meninggal. Kau harus merelakan kepergiannya,” ujar Carl menyadarkan dan menegaskan kembali.
“Tidak. Tidak! Putraku masih hidup!” teriaknya dalam pikirannya, antara harapan dan kenyataan pahit ini.
Hingga membuatnya tak sanggup menyangga beban hidup ini.
“Scarlet!” Scarlet ambruk, tak sadarkan diri.
Carl segera menangkap tubuhnya dan membawanya kembali masuk ke mobil.
“Harusnya aku tak menurutimu membawamu kemari, kau masih belum siap. Harusnya aku tahu itu.” Dengan raut sedih, Carl membelai rambut Scarlet yang masih pingsan dalam pangkuannya.
***
Dua minggu berlalu. Nampak Scarlet masih belum bisa menerima kematian Jorell.
“Aku percaya Jorell masih hidup. Aku akan kembali ke rumah sakit sekarang. Mungkin saja ada orang yang menukar bayiku.” Scarlet berpikir demikian.
Bahkan orang lain pun yang melihatnya akan berpikiran jika wanita itu mulai gila. Karena tak bisa menerima kenyataan.
“Ini tak bisa dibiarkan. Aku harus mencari cara. Aku mau Scarlet kembali seperti biasanya.” Carl ada di balik pintu ruangan, namun ia hanya melihat saja. Sekadar mengontrol keadaan istrinya.
“Aku harus cepat mengambil tindakan sebelum keadaan Scarlet semakin bertambah parah.” Carl yang saat itu mengintip dari balik pintu yang dia buka sedikit, menutup kembali pintu itu.
Dia lantas memanggil pelayan yang ada di rumah dan meminta mereka untuk segera mengemasi semua barang-barang di rumah.
Hari itu juga, dia memutuskan untuk meninggalkan Swiss, demi kebaikan Scarlet.
***
“Carl, kita mau ke mana?” tanya Scarlet setelah duduk di pesawat.
“Ke Italia. Kita bertiga akan pindah ke sana. Aku juga akan mengurus mutasi kerjamu ke sana nanti.”
Carl memutuskan untuk pindah ke Italia dan menetap di sana. Selain untuk berobat, juga untuk membuat Scarlet jauh dari kenangan Jorell. Mungkin cara inilah satu-satunya yang bisa membuat mereka bertiga melanjutkan hidup dengan tenang.
“Joice Sayang, sebentar lagi kita akan tiba di rumah baru kita.”
Carl menatap sepasang biji mata bulat putrinya yang barusan terbangun dan tersenyum menatapnya.
***
Kabar mengenai kepindahan Detektif Carl menyebar dengan cepat. Banyak klien banyak yang menyayangkan hal tersebut. Karena kantor itu sekarang tutup.
“Sayang sekali, padahal aku akan menyerahkan kasusku kemari.” Seorang pria sampai di depan kantor Detektif Carl.
Di sana ada tulisan 'kantor ditutup dan pindah' padahal saat ini di sana, kantor itu sedang ramai-ramainya.
***
“Betsy, kemari sebentar!” teriak seorang lelaki di sebuah rumah.
Pria itu sedang duduk di sofa panjang di ruang tamu. Entah kenapa pria itu nampak senang sekali. Terlihat guratan senyum membekas di wajahnya.
“Carl, akhirnya kau pergi juga dari sini tanpa perlu aku mengusirmu! Lihat, Jorellmu ada bersamaku. Dia mirip sekali denganmu! Menyebalkan sekali!”
Pria itu memang Darcy. Dia duduk dengan memangku Jorell. Dia menatapnya tajam. Memang terlihat, Jorell adalah kopian Detektif Carl seratus persen.
Dari alisnya yang tebal, biji matanya yang bulat, bentuk hidungnya, sampai bagian bibirnya semua mirip sekali dengan Detektif Carl.
Terdengar suara tangis. Jorell menangis, entah kenapa bayi mungil dan lucu itu menangis.
“Kau bisa diam tidak? Jika tidak bisa diam, aku akan memberimu pelajaran!”
Darcy kembali menatap tajam bayi mungil di pangkuannya yang ternyata tidak bisa berhenti menangis.
“Anak sialan kau! Diam! Berisik!” Darcy bukannya menenangkan Jorell, ia malah mencubit pipi Jorell hingga kemerahan dan membuat bayi itu semakin menjadi, tangisnya.
“Darcy! Apa yang kau lakukan pada Jorell?” Seorang wanita datang menghampiri dan mengambil bayi tersebut dari pangkuan Darcy.
Wanita itu menggendong Jorell dengan perut buncitnya, kemudian memeriksa kenapa Jorell menangis.
“Popoknya basah, Darcy. Makanya dia menangis. Ambilkan popok kering biar aku yang ganti.”
“Kau ambil saja sendiri, Betsy.”
Betsy adalah istrinya Darcy. Seorang pengacara yang kini sedang hamil enam bulan. Dia memberikan izin pada Darcy untuk mengasuh dan merawat Jorell sebagai anak kandung mereka sendiri. Bahkan Jorell sudah resmi terdaftar pada akta keluarga mereka sebagai anak kandung. Mudah saja melakukan itu bagi Darcy.
“Kau tahu aku sedikit kesulitan dalam bergerak dengan kondisi perutku yang sudah sebesar ini.” Betsy memberikan penjelasan.
Terpaksa, Darcy akhirnya mengambilkan popok kering dan memberikannya pada Betsy.
“Lihat, dia sudah berhenti menangis sekarang.” Jorell bahkan tersenyum menatap Betsy sekarang.
“Aku tidak mengerti cara mengurus bayi, kau saja yang mengurusnya.”
“Kau juga harus belajar mengurus bayi, sebentar lagi bayi kita akan lahir. Kau sendiri yang memungutnya karena kasihan,” tutur Betsy.
Darcy mengaku pada istrinya itu jika dia menemukan bayi dibuang di rumah kosong yang ditinggalkan begitu saja dan tidak diketahui siapa orang tuanya.
Karena merasa iba dengan nasib bayi yang tidak berdosa itu maka dia pun memberikan izin untuk mengasuhnya.
“Aku lapar, apakah sarapan pagi sudah siap?” tanya Darcy.
“Aku sudah menyiapkan sarapan pagi untukmu.”
Mendengar jawaban istrinya itu, Darcy pun segera berlalu pergi ke ruang makan seorang diri.
Betsy hanya menatap kosong lorong rumah saja. Darcy menghilang dari pandangannya dengan cepat. Ia kemudian beralih menatap Jorell dalam gendongannya.
“Kenapa pipimu merah? Apakah ayah mencubitmu?” Betsy melihat bekas cubitan merah di pipi Jorell. “Apa yang Darcy lakukan? Kenapa dia tega sekali mencubit Jorell?” Betsy menatap iba Jorell, lalu pergi ke kamar untuk mengambil krim memar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
bintang safari
bilang saja pada ibumu
2023-08-20
1
mata besi
sayang sekali kenapa pindah??
2023-08-20
8
spion kuning
ternyata bagus
2023-08-20
2