Aku membuka mata perlahan, mengamati sekelilingku di mana aku dikurung di gudang kosong dan sangat dingin. Saat aku ingin beranjak dari kursi, tanganku diikat kuat sehingga tidak bisa bergerak. Melihat situasi seperti ini, aku jadi teringat dalam mimpi buruk yang kualami semalam. Apakah mimpiku waktu itu akan menjadi kenyataan? Pokoknya aku ingin terus hidup supaya bisa menikah dengan pria yang kucintai seumur hidupku. Kini aku hanya bisa berharap semoga saja seseorang siapa pun itu secepatnya menyelamatkan aku sekarang.
KRIK...KRIK...KRIK...
Ketika aku sedang mengamati sekelilingku mencari benda tajam yang bisa dijadikan sebagai alat untuk memotong talinya, sontak terdengar suara seperti ada seseorang menggesekkan tongkat besi sedang menuju ke sini.
Aku mengangkat kepalaku mengamati sosok orang yang membawa tongkat besi itu dan juga mengurungku di sini. Semakin lama orang itu semakin mendekatiku sehingga aku bisa melihatnya dengan jelas.
Orang itu Ray. Cara berpakaiannya dan tingkah lakunya sungguh terlihat seperti penjahat, bukan Ray yang kukenal lagi. Aku terdiam sejenak dan bingung ingin berkata apa. Jika aku salah berbicara, ia pasti membunuhku tanpa segan.
Ray menarik sebuah kursi kosong sambil membawa pisau dan menaruh kursinya di hadapanku mendudukinya. Mengangkat kaki bergaya psikopat mengasah pisau kecil. "Ada apa, Penny? Kenapa kamu melihatku sampai ketakutan?"
Sebenarnya aku tidak takut, hanya saja aku masih sulit percaya ia sungguh tega melakukan hal sangat kejam. "Bagaimana ... kamu bisa seperti ini? Kenapa kamu melakukan ini padaku?"
Ray membanting kursinya kasar. "BERISIK KAMU! AKU SEDANG BERKONSENTRASI MENGASAH PISAU. JANGAN MENGGANGGUKU!"
"CEPAT KATAKAN PADAKU! KENAPA KAMU MENJADI SEPERTI INI?" bentakku sangat kesal.
Ray memelototiku kejam sambil mencolek pundaku berkali-kali. "Aku seperti ini karena mantan pacarmu yang bodoh melaksanakan tugasnya. Jika dia tidak bodoh, maka aku tidak akan bertindak jauh."
Dahiku mengernyit bingung. "Apa maksudmu?"
Ray berjalan menjauhiku sambil tertawa jahat. "Kalian pasti berpikir bahwa aku merupakan kaki tangannya si Darren, 'kan. Tapi kalian semua salah, aku dalang di balik semua ini. Aku yang menyuruh Darren melakukan pembunuhan. Bagaimana? Puas dengan jawabanku?"
Sekarang emosiku sangat tidak stabil, rasanya aku ingin menonjoknya tapi tidak bisa karena tangan dan kakiku diikat. "DASAR BERENGSEK! BERANINYA KAMU MEMBUNUH ORANG YANG TIDAK BERDOSA!"
Ray menarik kerah jaketku. "Aku yang membunuh? ORANG YANG MEMBUNUH ITU JELAS ADALAH DARREN!"
"Kamu tidak pantas disebut manusia. Tapi kamu adalah iblis yang tidak punya akhlak. Kamu bukan Ray yang kukenal lagi."
"Orang yang mengutangku yang tidak punya akhlak. Karena mereka tidak melunasi utangnya, aku jadi tidak punya uang untuk membayar biaya rumah sakit ibuku. Sekarang ibuku dalam kondisi kritis, aku tidak punya uang yang cukup membiayai rumah sakitnya," jelas Ray dengan ekspresi wajah lesu, tapi aku tetap tidak memedulikannya sama sekali.
"Tapi bukan berarti kamu menyuruh orang membunuh. Mereka yang tidak melunasi utangmu lalu kamu membunuh mereka, tidak akan menyelesaikan masalah. Ibumu jika tahu kamu melakukan hal semacam ini, dia akan sedih sekali."
"Tidak bisa! Lebih baik aku menghabisi mereka yang telah membuatku sengsara!"
drrt...drrt...
Ponselku berbunyi sangat nyaring di tengah situasi tegang begini. Aku baru menyadari ponselku disita olehnya ditaruh di atas meja. Dengan sigap Ray beranjak dari kursinya mengambil ponselku dan mengangkatnya sambil menyalakan *louds*peaker.
"Penny!" Suara Adrian terdengar lewat telepon.
"Teman kesayanganmu masih baik-baik saja di sini. Seluruh tubuhnya belum ada satu goresan. Sebaiknya kamu tenang saja," sahut Ray menjawab panggilan teleponku santai.
"Dasar keparat! Jangan pernah berpikir menyentuh seluruh tubuhnya! Kalau kamu berani menyentuhnya, aku akan membunuhmu sekarang juga! Aku akan segera menemukan keberadaanmu dan menangkapmu!"
"Kamu ingin mendengar suaranya?" tawar Ray sambil mendekatkan ponselku pada wajahku.
"Adrian ...." lirihku lemas.
"Penny, kamu tenang saja. Aku pasti akan menolongmu secepat mungkin. Kamu harus tetap bertahan."
Aku belum sempat membalas perkataannya, Ray langsung menutup panggilan teleponnya dan menatapku kesal sambil memasukkan ponselku ke saku jaketku lagi.
"Sahabat kesayanganmu menggangguku terus. Selama kamu tidak sadarkan diri, dia sibuk meneleponmu terus!" ketus Ray.
Aku mengangkat kepalaku berlagak sombong. "Lihat saja nanti. Adrian pasti akan segera menyelamatkanku dari iblis sepertimu."
"Dia pasti tidak akan bisa menemukanmu karena tempat ini sangat terpencil dan sistem navigasi di ponselmu sudah kumatikan. Jadi kamu akan membusuk di sini sampai selamanya!"
Aku berpikir cepat memikirkan cara mengalihkan perbincangan untuk mengulur waktu. "Kemarin aku bertemu dengan adikmu. Dia mengatakan padaku bahwa dia melihatmu bersama Darren sekitar dua minggu yang lalu."
"Lalu kenapa? Apa hubungannya denganku?" tanya Ray balik memasang wajah polos sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Seandainya adikmu melihat kamu dan Darren melakukan aksi pembunuhan tepat di hadapannya, dia pasti bisa mengalami trauma berat sehingga kemungkinan besar mengalami gangguan jiwa. Apakah kamu tidak berpikir panjang?" bentakku menaikkan nada bicaraku satu oktaf.
Ray menarik jaketku lagi sambil menodongkan pisau dekat leherku. "Dia sendiri bahkan tidak peduli denganku sama sekali. Setiap hari dia selalu pulang malam dan sibuk dengan temannya sendiri. Dia sangat egois dan tidak memedulikan aku dan ibuku. Sedangkan kamu membelanya!"
"AKU MEMBELANYA KARENA DIA MENGATAKAN KEPADAKU BAHWA SELAMA INI DIA KESEPIAN KARENA KAMU YANG SIBUK SENDIRI DAN JARANG PULANG!"
"KAMU BERISIK SEKALI! LEBIH BAIK KAMU DIAM SAJA SEBELUM AKU MEMBUNUHMU SEKARANG JUGA!" bentak Ray melepas cengkeraman jaketku lalu mengambil tongkat besi.
Ketika Ray mengayunkan tongkat besinya mengarahku, sontak aku mendengar suara seseorang yang sedang berteriak memanggilku dari kejauhan. Suara teriakan itu terdengar sangat tidak asing sehingga aku merasa sedikit lega sekarang karena aku masih memiliki harapan hidup.
"Penny, kamu di mana?" pekik Tania
"Cepat respons kami, Penny!" Suara teriakan Nathan terdengar sangat jelas dan lantang.
Mendengar suara teriakan kedua teman terdekatku membuatku rasanya ingin menangis terharu sekarang. Untung saja mereka berdua mengetahui keberadaanku sekarang. Semakin lama suara teriakan mereka semakin terdengar keras.
Sontak aku bisa mendengar suata langkah kaki mereka dan juga bayangan mereka mulai terlihat di hadapanku. Semakin lama aku bisa mengamati kedua temanku sedang menuju ke sini untuk menyelamatkanku. Tidak hanya mereka berdua yang datang menyelamatkanku, tapi Adrian juga sedang berjalan di belakang Nathan dan Tania ikut menyelamatkanku juga.
"Adrian!" Nama pertama yang diucapkan dari mulutku adalah sosok sahabat setiaku.
"Nathan dan Tania, tolong bantu lepaskan Penny terlebih dahulu dan membawanya pergi dari sini!" pinta Adrian dengan tegas kepada Nathan dan Tania.
"Baiklah, Adrian," sahut Tania dan Nathan serentak.
Dengan sigap Nathan dan Tania berlari ke arahku lalu berjongkok di hadapanku melepaskan ikatan tali yang mengikat kedua tanganku erat. Usai mereka berhasil melepaskanku, mereka berdua merangkul tanganku membawaku pergi dari sini.
"Ayo, kita pergi dari sini sekarang!" ajak Nathan sambil menuntunku kabur dari tempat menyeramkan ini.
Aku membelalakan mataku langsung melepas rangkulan tangan mereka. "Bagaimana dengan Adrian? Kita tidak mungkin meninggalkannya sendiri. Kita harus membantunya."
"Kamu pergi saja sekarang bersama Nathan dan Tania. Biar aku di sini yang menangkap keparat ini," usul Adrian santai.
"Kalian semua lama sekali dramanya!" bentak Ray mulai tidak bisa menahan kesabarannya.
Aku menangis pecah menggelengkan kepala terus. "Tidak mau. Aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian di sini."
Adrian menolehkan kepalanya menghadapku mengukir senyuman manis. "Ini demi keselamatan nyawamu, Penny. Aku tidak akan membiarkanmu terluka parah begitu saja."
Air mataku semakin membasahi kelopak mataku. Aku tidak tega jika membayangkan Adrian sungguh mengatasinya sendirian sedangkan aku dengan santai melarikan diri.
Adrian berinisiatif mengusap air mataku dengan jempolnya secara lembut. Mendapat perlakuan manis seperti ini membuatku semakin ingin keras kepala menyeretnya keluar bersamaku.
"Adrian kumohon ...."
"Beraninya kalian semua menghancurkan rencanaku! AKAN KUHABISI KALIAN SEMUA DI SINI SEKARANG JUGA!" pekik Ray sangat kesal mengambil pistolnya dan menodongkan mengarah pada kami.
Adrian menolehkan kepala menghadap Ray dengan gaya angkuh. "Ini sudah terlambat. Sebaiknya kamu menyerah saja. Sekitar lima menit lagi, polisi akan menyerbu tempat ini dan kamu tidak akan bisa pergi ke mana pun lagi sepuasnya."
Adrian masih tidak ingin melakukan pergerakannya, tanganku saat ini masih menggenggam tangannya. Secara terpaksa aku harus berteriak supaya ia menurutiku melarikan diri bersamaku. "AYO, ADRIAN! LEBIH BAIK KAMU BERGEGAS IKUT BERSAMAKU JUGA!
"Kamu duluan saja, Penny. Biar aku yang mengawasinya sendiri sampai polisi datang.
Adrian melepas genggaman tanganku. Nathan dan Tania, lebih baik kalian bawa Penny pergi dari sini sekarang juga!"
"Ayo kita harus pergi sekarang, Penny!" ajak Tania merangkul tanganku sangat erat supaya aku tidak bisa terlepas dari mereka lagi.
Aku tetap ingin berdiam diri saja walaupun mereka merangkulku sampai tanganku terasa sakit. Namun Nathan dan Tania keras kepala menuruti perintah Adrian dan menyeretku paksa keluar dari tempat ini.
Aku berusaha melepas rangkulan tangan mereka. "Lepaskan aku! Aku tidak ingin meninggalkan Adrian sendirian!"
"BERANINYA KAMU MELARIKAN DARIKU!" teriak Ray sambil menarik pelatuk pistol.
DUAARRRR
"PENNY!" Mendengar suara tembakan pistol, Adrian berlari menghampiriku sehingga peluru mengenai tubuhnya.
Saat aku mendengar suara tembakan itu, aku langsung menolehkan kepalaku ke belakang memandangi Adrian yang tertembak pistol karena berusaha melindungiku. Air mataku mengalir semakin deras melihat tubuhnya tidak berdaya terjatuh lemas di atas tanah hingga darahnya mengalir deras dari dalam tubuhnya. Tatapan matanya sendu mengamatiku sambil mengulurkan tangan kanannya ingin meraihku.
"ADRIAN!!" teriakku menjerit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Astiah Harjito
Penyampaiannya kacau dan gk jelas.Diceritakan Ray mengangkat tongkat besi hendak memukul penny, tapi terdengar teriakan tania dan nathan.Kok gk ada reaksi dari Ray. Dan Tania bisa langsung membuka ikatan penny.Lah kan ada Ray, memangnya ray diem aja gitu tawanannya ada yg menolong.
2022-12-15
1
🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️
karakter penny ini agak gimana gitu ya? entahlah.. next 😁
2021-04-30
2
nanni02😜😺
adrian begi tulusnya untuk penny smpe rela kena peluru😤😤
2021-04-05
1