"Ini Ibuku, Anna." Aku maju dan wanita berwajah ramah itu memelukku dengan hangat.
"Senang bertemu Anda Nyonya..."
"Halo sayang, akhirnya kita bertemu. Fred cerita banyak tentangmu." Akhirnya setelah empat bulan penuh cinta yang kami lalui bersama, dia mengajakku bertemu Ibunya. Dan ini adalah saat yang membahagiakan buatku. Terlebih lagi dua bulan lagi perkuliahanku akan dimulai. Aku bersemangat dan mendapatkan support yang aku butuhkan.
"Aku tak pernah melihat Fred begitu bahagia, nampaknya kalian berdua sangat cocok." Aku tersenyum lebar, hatiku menghangat melihat penerimaannya terhadapku. Fred adalah anak bungsunya. Dua kakaknya sudah menikah. Dan aku bahkan telah bertemu mereka sebelumnya.
"Dia memang bernama sunshine mom, dia seorang perawat berlisensi yang akan melanjutkan gelarnya, dia akan mengambil gelar lebih tinggi. Ibu akan punya seorang perawat hebat di keluarga ini."
"Benarkah, au punya pacar yang sangat berpendidikan ternyata. Tapi bukankah kau kemarin bilang pacarmu adalah seorang pelayan dekat sini? Apakah kau sudah berganti pacar lagi... " Anna menatapku dan Fred bergantian. Aku tertawa.
"Apa dia terlalu sering berganti pacar Bibi..." Fred mengacak rambutku untuk pertanyaanku.
"Kau tak ingat itu karena kau..." Ya karena aku memutuskan untuk tak menemuinya saat dia tiba-tiba melamarku. "Mom dia satu-satunya..."
"Oh, benarkah." Dia tampak berpikir sebentar. Tampak akan mengatakan sesuatu tapi kemudian menariknya kembali. Aku sedikit banyak tahu apa yang ada dipikirannya.
"Bukankah kuliah itu cukup lama. Kudengar kau juga sudah di posisi perawat senior. Kau memutuskan untuk kuliah lagi?" Akhirnya dia mengatakannya.
"Iya Nyonya, aku mendapat beasiswa dan rekomendasi khusus dari tempatku bekerja dan aku bekerja keras untuk cita-citaku ini dari lama. Dua bulan lagi aku akan memulai kuliah pertamaku." Fred merangkulku.
"Dia bekerja keras untuk ini Mom..." Dia menyatakan dukungannya untukku didepan Ibunya.
"Tentu saja, pasangan harus saling mendukung satu sama lain." Dia tidak mengatakan isi pikirannya lebih jauh didepanku saat itu.
Beberapa hari kemudian setelah pertemuan itu aku terus memikirkan apa yang dipikirkan oleh Ibunya.
"Fred, apa Ibumu bertanya lebih lanjut tentangku." Aku akhirnya bertanya pada Fred saat kami sedang berdua di apartmentnya beberapa hari berikutnya.
"Bertanya lebih lanjut?"
"Tentang kau yang mau menungguku kulia?" Fred tersenyum.
"Jangan pikirkan itu. Jikapun iya tak ada yang akan mempengaruhiku dan dia bertanya hanya karena dia perduli. Bagaimanapun dia Ibuku..." Dia mengelus rambutku dan aku menyandarkan diriku padanya.
Aku duduk dan menatap matanya. Kenapa laki-laki ini begitu baik padaku.
"Fred, kau tahu aku merasa bersalah padamu. Tapi aku menginginkan kuliah ini begitu besar dan aku telah berjuang bertahun-tahun untuk mendapatkannya. Jika kau ..." Dia menaruh jarinya di bibirku untuk menghentikanku bicara.
"Aku tahu, aku sudah berkata padamu aku akan menerimanya. Aku juga mengerti kau menginginkannya begitu besar. Jangan kuatirkan aku, yang penting kau ada bersamaku itu sudah cukup." Aku hanya terdiam saat mendengarnya bicara. Aku mengambil tangannya dan menciumnya.
"Kenapa kau begitu baik padaku. Kau harusnya meninggalkanku dan mencari gadis sexy penggantiku diluar sana..." Dia tertawa mendengar kalimatku.
"I love you sweetheart ..." Sebuah kalimat manis yang membuatku mencium bibirnya karena gemas.
"I love you too..." Dia langsung tersenyum karena aku membalas pernyataan cintanya.
"Kau tahu tadi siang bossmu datang ke bengkelku untuk beberapa modifikasi. Dan kami ngobrol panjang sementara dia menunggu beberapa hal dikerjakan. Bossmu itu nampaknya sangat pintar."
"Well, Dickhead itu memang jenius. Dia dan kakakku adalah sekumpulan ilmuan dengan tampilan prince charming."
"Wow, kau menyebut bossmu dickhead, kau tak takut beresiko dipecat! Apa dia teman kakakmu, jadi kalian sudah saling mengenal sebelumnya?" Aku lupa belum pernah bercerita padanya soal dia adalah teman kakak.
"Hahaha ... saat aku pertama kami bertemu lagi dan tahu dia bossku aku kelepasan memanggilnya Dickhead. Dulunya kami bertetangga, lama sampai aku berumur sekitar 15tahun... Dia sahabat kakakku. Aku bahkan mengenal Ibunya dengan sangat baik."
"Benarkah, jadi dia sahabat kakakmu."
"Dia kuliah kedokteran di Harvard, sementara kakak mengambil gelar arsitek di Cambridge. Saat kakak masih ada jika dia kembali ke Dallas dia selalu menyempatkan diri keluar bersama kakak. James dan kakak seperti ehmm... dua model remaja tampan dengan banyak gadis-gadis disekeliling mereka." Aku tersenyum mengingat bagaimana dia terlihat begitu tampan di pandanganku di masa lalu. Aku pernah memimpikan bossku sendiri.
Fred menatapku saat membicarakan James. Sebuah kilau penasaran muncul di wajahnya.
"Dua model remaja tampan? Kau dulu melihat bossmu begitu?" Aku langsung tertawa.
"Well, dia memang tampan... sekarangpun satu rumah sakit masih memburunya. Banyak perawat rela mengeluarkan uangnya £100 hanya untuk tahu nomor teleponnya." Aku tambah tertawa mengingat apa yang sudah kulakukan. Aku mendapatkan uang dari menjual nomor telepon bossku. Aku tahu itu salah. Tapi beberapa bulan kemarin aku dalam tekanan untuk mendapatkan uang lebih karena jam kerjaku akan jauh berkurang saat aku mengambil kuliah.
"Apa?" Fred menatapku dengan curiga. "Kau, kenapa kau bisa tahu ada yang membayar untuk nomor teleponnya?" Aku kelepasan bicara dan menjadi gugup seketika.
"Eh, itu karena mereka menceritakannya..." aku terbata mencari jawaban di kepalaku.
"Yang tahu nomor teleponnya adalah perawat dibawahnya bukan. Apa kau..." Dia diam dan berpikir, sementara aku dengan bodoh berusaha menghindari tatapannya. "Jennifer! Mengakulah...Apa kau menjual nomor telepon bossmu sendiri Jennifer Gothard?!" Dia menatapku tanpa berkedip.
"Ehm tidak, tentu saja tidak!" Aku mengelak. Terlambat sepertinya. Dia terlalu pintar untuk dialihkan.
"Jangan berbohong, kau sedang butuh uang?" Aku menatap Fred dan mengeleng.
"Tidak. Tidak... Tentu saja aku tidak melakukannya." Aku mencari cara keluar dari topik ini. "Aku akan melihat dimana aku menaruh handphoneku dulu." Aku beranjak pergi. Tapi dia menahanku dan menarikku tetap duduk.
"Kita belum selesai disini Jen..." Nadanya menjadi datar. Aku menghela napas.
"Apa yang belum selesai."
"Kau menjual nomor telepon bossmu sendiri? Kenapa kau melakukannya, jika dia menangkapmu bukankah kau akan dapat masalah? Kau butuh uang untuk apa?" Rentetan pertanyaan lanjutan diajukan Fred membuatku terdiam.
"Aku tidak melakukannya, ... aku tidak akan berbuat begitu bodoh." Fred menghela napas kesal.
"Kenapa kau tidak percaya aku untuk berbagi masalahmu..."
"Aku baik-baik saja. Tidak ada masalah apapun..."
"Why you keep telling me lies?"
"Fred..."
"Apa beasiswa tidak menjamin keseluruhan biayamu? Uangmu masih kurang? Berapa jam kerjamu yang dikurangi setelah kau memulai kelas? Kau membagi penghasilanmu untuk Ibumu bukan? Jadi kau selama ini menghemat mati-matian bukan!? Dan kuliah kedokteran itu bukan hal murah, kenapa kau tidak mengatakan padaku berapa yang kau butuhkan. Apa selama ini aku semacam orang yang tidak terlihat dimatamu sehingga kau harus mencari uang dengan cara tercela seperti itu, bagaimana jika bossmu tahu apa yang kau lakukan!? Apa kau juga menjual telepon dokter lain?!" Aku diam, rentetan pertanyaannya tidak memberiku celah, qkenapa aku bisa menyebutkan hal seperti itu.
"Kau tidak berpikir apa yang kau lakukan itu salah Jen?! God, did you loss your mind. Bagaimana jika kau dipecat. Did I stand here and means nothing to you." Dia marah sekarang. Dia berdiri menatapku dan nada suaranya meninggi seketika. Aku menunduk. Aku tahu aku salah.
"Fred, aku tak bermaksud begitu. Aku hanya terbiasa memikul semuanya sendiri sejak dulu. Bukan tak menghargaimu, kau tahu aku tidak pernah berpikir begitu."
"Kau tahu jika bossmu tahu kau melakukan hal seperti itu dia akan menganggap aku sebagai kekasihmu akan terlihat sebagai piece of joke." Dia masih berkata dengan nada tinggi, aku diam tak tahu harus berkata apa.
"Kesini!" Dia menyuruhku duduk berhadapan di meja kerjanya. Aku menatapnya dengan heran.
"Kenapa..." Aku heran kenapa dia mengeluarkan kertas dan pulpen.
"Duduk didepanku sekarang." Nadanya datar. Aku tak melawannya sekarang. Aku duduk depannya karena tak mau bertengkar dengannya.
"Berapa persen pengurangan gajimu jika kau harus mengambil kelas medical..."
"Kau tak perlu menanyakan itu. Aku sudah punya cukup tabungan. Aku hanya sekali melakukannya. James tak akan marah." Dia menghela napas.
"Jen, tak bisakah kau jujur saja padaku. Apa itu terlalu melukai harga dirimu." Andai aku bisa meminta seperti itu. Rasanya seperti sangat memalukan. Walaupun aku tahu dia akan memberikannya padaku tanpa banyak pertanyaan. Itu terasa seperti berkhianat dengan idealismeku sendiri.
"Kau sudah memberiku banyak kemarin itu sudah cukup. Aku tak akan melakukan hal bodoh lagi. Pembicaraan ini selesai Fred." Aku beranjak pergi dari depannya dan dia menatapku tanpa bicara.
Tapi aku tahu ini belum selesai .
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 464 Episodes
Comments
mrs YoYaman
jane jualan cip aj wat dpt tambahan,di luar negri judi online g dilarang to?wkwkwk😁😁
2022-08-26
0
Nommahasrul Hasrul
jen ini kayak franda yah, gak meminta sama pacar, karna merasa melukai harga dirinya
2021-08-21
2
Krisna New
biasa aja kale ndul....jgn marahin jenn dong kan ceritanya dia kepaksa buat nambahin uang jajan
2021-06-18
2