Setulus Cinta Fajar
Malam kian larut, tamu-tamu mulai berpamitan termasuk teman-teman mempelai wanita.
“Selamat ya, Ki. Akhirnya kamu nikah juga sama Mas Fajar. Kirain mau jomlo seumur hidup karena doi gantungin kamu terus.” Ucap salah satu teman Kiara
“Nah, iya. Aku pikir juga gitu. Tapi, hebat loh mereka udah lost contac lama tiba-tiba pas Kiara balik langsung sat set. Putra konglomerat emang beda.”
“Iya lah. Mana kayak kamu yang tunangan 3 tahun gak dinikah-nikah.”
“Ck! Awas ya kalau aku udah nyebar undangan malah you gak dateng dengan alesan kerja. Tak sentil.”
“Elah, kirim aja undangannya dulu baru ngomong.”
“Beneran nih? Aku request kado paling besar
Nanti.”
“Boleh. Mau seberapa besar? Rumah? Gunung? Bisa aja. Tapi fotonya dong ya?”
“Buahaha...”
Seketika tawa meledak.
Kiara hanya bisa memaksakan senyumnya. Pernikahannya dengan Fajar tak pernah terjadi dengan penuh cinta seperti yang mereka bayangkan. Cinta yang dulu mereka saksikan begitu menggebu kini hanyalah sepenggal kisah masa lalu. Yang tersisa hanya perasaan. Buram yang akan mengabur meski hanya dengan setetes air. Karena hati Fajar kini bukan lagi miliknya.
“Tapi, di mana Mas Fajar, Din? Kok gak kelihatan?”
“Ekhem, mungkin lagi sama istri pertamanya. Kiara kan istri kedua.” Jawab Kiara dengan santai.
“Hah?”
Dan itulah yang Kiara khawatirkan sejak pernikahan ini digelar dengan megah, padahal dia adalah seorang madu. Rasanya, dia kini sangat malu meskipun ini juga pilihannya
Sendiri.
“Ki, kamu yang bener aja?” tanya mereka bersamaan.
Di sisi lain, laki-laki dengan pakaian pengantin yang tak lain adalah Fajar sedang bersama perempuan berambut panjang di lorong yang sepi saat ini.
“Kenapa gak sekalian nginep di sini? Udara
Malem gak baik buat kamu, Ren,” katanya.
Sireen menggeleng dengan pelan.
“Kalau aku tetep di sini, apa kamu bisa melakukan tanggung jawabmu, Mas?”
Tangan Sireen menggenggam tangan Fajar yang dingin.
“Ini malam pengantinmu sama Kiara, jangan kecewakan dia. Kamu udah janji
Sama aku, kamu bakal perlakuin dia dengan
Baik, kan? Sampai seminggu ke depan, tetaplah bersamanya di rumah ini. Setelah itu, boyong dia ke rumah baru.”
Fajar menggertakkan giginya dan mengeratkan pegangan tangannya pada
Sireen.
“Apa ini semua benar? Apa harus sampai kayak gini? Dulu kamu berusaha keras bikin aku lupa sama dia agar aku bisa melihatmu. Pas aku gak bisa melihat siapapun selain kamu, kamu malah dorong Kiara lagi ke pelukanku? Ini gak lucu, Ren!”
Sireen menunduk. Tentu saja ini bukan keputusan yang mudah. Hatinya juga perih,
Tapi dia tidak boleh menunjukkannya karena ini yang terbaik bagi mereka. Sireen kemudian melengkungkan lagi bibirnya ke atas sampai matanya menunjukkan bahwa sekarang dia
Sedang tersenyum.
“Aku percaya sama Kiara, Mas. Aku ikhlas.
Kamu pasti bisa,” ujarnya pelan. Setelahnya, Sireen berbalik. Bersamaan dengan itu Kiara muncul. Mereka bertatapan dengan canggung. Sampai Sireen membuka
Suara lebih dulu.
“Selamat ya, akhirnya aku lihat kamu nikah juga. Apalagi sama laki-laki terbaik yang aku
Kenal.”
Kiara mencoba menyembunyikan hatinya yang bergetar. Namun, mata Sireen yang perlahan merembeskan air membuat
Kiara merasa campur aduk.
“Jika kamu nangis sekarang, harusnya kamu gak minta aku buat nikah sama suamimu, Ren.”
Sireen mengusap sudut matanya dan
Menggeleng.
“Enggak. Ini air mata bahagia, Ki. Sungguh,
Selamat.” Sireen lalu memeluk Kiara dengan
Sangat erat.
“Aku tahu ini gak mudah buat kamu, tapi terima kasih banyak. Kamu udah mau
Mengabulkan permintaanku yang berat.”
Kiara tak menjawab. Dia hanya membalas pelukan Sireen sampai perempuan itu melepas rengkuhannya.
“Aku pamit ya. Minggu depan aku pasti bakal nyambut kalian, jika Allah masih mengizinkan.”
Kiara tak bisa berkata apa-apa, selain menjawab salam yang Sireen ucapkan dan
Seulas senyuman.
Dia lalu bertatapan mata dengan Fajar
Sekejap. Helaan napas lalu dia keluarkan sebelum mengikuti suaminya yang memasuki ke kamar setelah membuang muka.
Saat baru masuk, suara Fajar terdengar.
“Aku gak tahu apa yang kamu pikirkan pas nerima tawaran gila ini dari Sireen, Ki.” Tapi
Kalimat dingin dari Fajar membuat Kiara menutup pintu dan bersandar di baliknya.
“Satu hal yang kamu tahu sejak dulu, aku gak bisa berbagi. Karena itu, pernikahan ini. Cuma bakal menyakitimu. Dan aku gak mau direpotkan sama perempuan yang nuntut ini
Itu. Paham?”
Hati Kiara berdenyut.
Bohong jika dia tidak berharap masih tersisa rasa cinta di hati Fajar untuknya. Namun, sejak awal dia tidak akan menerima pernikahan ini jika tujuannya hanya untuk cinta Fajar. Kiara memiliki alasan tersendiri dan untuk itu, dia akan bertahan.
Ingin sekali rasanya Kiara mengatakan”Jangan jadikan aku pilihan bisa menjadi bentuk kekecewaanmu atas perlakuanmu yang menempatkanku ke nomor sekian dalam daftar prioritas hidupmu.” Namun nyatanya Kiara hanyalah pilihan kedua dan memang benar kenyataannya.
“Aku juga bukan mau mengambil keuntungan
Dari temanku yang sekarat, Mas. Jadi, jangan
Berpikir buruk. Tujuan kita sama, pengen Sireen bahagia di masa-masa terakhirnya. Meskipun aku tetap berdoa dia berumur panjang. Tapi, jika Allah berkehendak lain... aku akan tetap di sisimu sampai seengaknya putri kalian gak membutuhkan pengasuhan
Lagi. Kalau saat itu tiba, aku terima talakmu tanpa protes apa-apa.”
Fajar hanya terdiam.
Dia menelan ludah dalam. Dia tak menyangka
Kiara akan sangat tenang membicarakan perceraian di malam pernikahan mereka. Tanpa dia tahu, yang sebenarnya Kiara rasakan adalah lara di setiap tarikan nafasnya.
“Ya Rabb, tolong kuatkan hatiku demi bisa menjaga kepercayaan Sireen, biarkan hatiku sakit untuk yang kedua kalinya, hatiku sudah mati rasa sejak dia memilih Sireen dan disini aku hanya menjadi pilihan ketika pemeran utama sedang tidak baik-baik saja.”
Bertemu seseorang yang tepat merupakan sebuah kebahagiaan. Kiara tentu saja ingin menghabiskan sisa waktu untuk hidup bersamanya, kan? Namun, seiring waktu, Kiara mulai merasa ada sesuatu yang mengganjal. Mungkin ia berpikir “andai saja kita bersatu lebih awal” dan penyesalan-penyesalan lainnya.
Kiara merasa bahagia bersamanya, tetapi ada fakta menakutkan bahwa Kiara dan Fajar sedang berada di fase yang berbeda. Mungkin keinginan Kiara adalah membangun keluarga, sedangkan Fajar sudah membangun keluarga terlebih dahulu.
Disini mungkin Kiara hanya akan dijadikan pengasuh untuk anaknya karena Sireen sedang sakit. Andai Kiara wanita pendendam dia tidak akan mau membantu wanita yang telah merebut kebahagiannya itu. Wanita yang telah membawa pergi lelaki yang ia cintai, wanita yang telah menggantikan posisinya.
Bukan dendam, tapi Kiara masih ingat berapa sakitnya waktu itu. Tetapi dia tidak bisa menyalahkan Sireen dan Fajar karena ini hanyalah takdir. Takdir yang membawa Kiara kembali merasakan sakit karena harus berasa ditengah-tengah mereka saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments