Hal-hal konyol yang dilakukan Rae, membuat Mahalini malu. Walaupun menjadi tertawaan, tidak membuat Rae kecil hati. Wajar kalau ia tidak mengerti apapun, karena tumben mau naik pesawat.
Mereka menuju Boarding Pass, Mahalini dan Gunawan duluan berjalan, Rae mengikuti dari belakang agak berjarak. Mereka berjalan cukup jauh, setelah itu naik bis Bandara. Rae naik pesawat dengan dada berdebar. Ia grogi campur senang. Senyumnya selalu terlukis dibibir jika ada penumpang memandangnya. Walaupun klas ekonomi ia bersyukur bisa naik pesawat.
Jika ia sendiri ke Bandara pasti akan kesasar, semua tulisan bahasa asing. Ini pengalaman pertama bagi Rae yang menyenangkan. Rae berharap di kemudian har bisa naik pesawat lagi. Pengalaman yang tidak bisa di lupakan. Sepanjang terbang Rae berusaha membuka matanya dan melihat keluar jendela. Yang tampak hanya awan, ternyata di atas langit ada langit, seperti kata pepatah.
Pukul 10.45 WIB, pesawat landing di Bandara Soekarno Hatta. Rae menarik nafas panjang, perasaannya bercampur menjadi satu. Ada rasa sedih ketika ingatannya kembali kepada ibunya, ia yakin kedua wanita suruhan nona Mahalini, yang kini berada dirumahnya bisa mengurus ibunya dengan baik.
Rae berdiri dan mengambil tas di loker atas kepalanya dan mengantri turun dari pesawat. Setelah berada dibawah, nona dan pacarnya sudah menunggu. Pasangan itu tersenyum aneh menunggunya, Rae tahu mereka berdua sedang menggosipkan dirinya. Terutama pria itu, yang selalu sinis melihatnya. Perasaan Rae jadi kurang simpati kepada laki-laki itu.
"Bagaimana Rae, kamu senang naik pesawat. Aku yakin suatu hari kamu akan kembali naik pesawat."
"Ini pengalaman pertama, walaupun banyak salah tapi saya sangat senang." jawab Rae tersenyum.
"Senanglah, orang gratis." ucap Gunawan ikut nimbrung. Rae diam saja memandang lelaki itu tidak senang.
Mereka mengikuti penumpang lain naik bis. Turun dari bis mereka menuju conveyor bagasi untuk mengambil koper. Gunawan menyuruh Rae membawa koper Mahalini.
Mereka naik Taxi untuk mencari hotel atau penginapan klas melati. Sepanjang jalan yang berbicara hanya Mahalini dan Gunawan. Sedangkan Rae mengantuk karena tadi malam ia gelisah memikirkan akan pergi ke Jakarta. Ia terlalu kampungan, seperti anak kecil yang dijanjiin beli mainan.
Rae menguap beberapa kali, sampai matanya berair. Untuk menghilangkan kantuknya Rae mengalihkan pandangannya keluar. Ia hanya melihat gedung tinggi-tinggi dan jalanan padat. Tentu sangat jauh perbedaannya Bali dengan Jakarta.
Di Bali masih terlihat pohon kembang kertas yang berjejer di pinggir jalan, atau hijaunya sawah terasering. Yang lebih mencolok, bule berseliweran di kota Bali sampai di pelosok desa. Mereka berada dimana-mana, kost di samping rumah juga ada.
Akhirnya mereka memasuki hotel klas Melati ia mendapat kamar dipojok, tidak berderet dengan Mahalini. Syukurlah, ia enek melihat Gunawan yang selalu menatapnya.
"Rae, habis makan siang kita akan bicara. Kopernya bawa ke kamarmu, di koper ini berisi pakaianku, tapi semuanya aku kasih kamu." kata nona Mahalini membuat Rae terperangah.
"Benarkah ini, semua baju dalam koper ini nona kasi saya?" tanyanya tidak percaya.
"Ya, itu jadi milikmu sekarang. Semoga cukup dibadanmu."
"Trimakasih nona, saya sangat terharu, nona sangat baik sama saya."
Rae sangat senang, ia masuk ke kamar dan menaruh kopernya. Perasaannya lega ketika melihat kamarnya yang bersih dan rapi. Ada almari satu pintu, meja dan kursi kayu. Dipan single dan kamar mandi dalam.
Rae iseng membuka kopernya, ia terperanjat melihat isi kopernya. Isinya semua pakaian mewah dengan kwalitas yang mahal. Ada gaun, baju, celana panjang, baju tidur, ****** *****, yang berbentuk aneh, dan branya juga aneh. Daleman semua baru masih ada cap dan harganya yang selangit.
Rae mencoba pakaiannya satu persatu, ia heran semua cukup dibadannya. Beruntung sekali ia hari ini. Tidak menyangka Mahalini baik sekali, seperti malaikat sorga.
"Tookk...tookk...tookk.."
Suara ketokan dipintu mengagetkannya. Rae cepat menutup kopernya, menyeret kakinya ke pintu, dia kaget karena nona Mahalini ada di depan pintu.
"No..nona..." ia cepat menutup pintu kembali.
"Hee..buka pintu." Mahalini mendorong pintu dan nyelonong masuk, untung Mahalini tidak bersama pacarnya.
"Yaelah Rae, pantesan tidak keluar ternyata kamu mencoba semua baju. Kalau mau coba satu saja, tidak usah semuanya." Mahalini mengerjitkan alisnya ketika melihat baju bertebaran di tempat tidur.
"Maaf nona..." ucap Rae menutup tubuhnya yang memakai lingerie
"Itu namanya Lingerie dipakai saat tidur, ternyata badanmu mulus dan sexy." puji nona Mahalini menatap tubuh Rae dengan kagum.
"Cepat ganti pakaianmu, kita makan siang dan sekalian membahas pekerjaan untukmu. Aku akan memberi kamu tugas yang harus kamu lakukan setelah pulang ke Bali." ucap Mahalini tegas.
"Siap nona semoga saya bisa membantu, nona terlalu baik kepada saya."
"Kebaikan nona harus kamu balas tanpa peduli apa yang diperintahkan oleh nona. Aku saja belum pernah dikasi uang sebanyak itu. Aku tidak mau kamu memanfaatkan pacarku, sedikit kamu lempas dari perjanjian, aku bisa memutilasi tubuhmu. Seharusnya bekerja dulu baru dapat uang, nona sudah baik ngasi uang duluan. Sampai pembantu dan suster di kasih, mengertilah. Belum lagi pakaian yang tidak ternilai harganya." Gunawan mengomel panjang lebar membuat Rae tidak enak hati.
"Saya mengerti Tuan dan sangat berterima kasih atas kebaikan nona dan Tuan."
"Mari kita ke Restoran." ajak Mahalini.
Mereka beranjak menuju Restoran yang tidak begitu jauh dari penginapan itu. Rae hanya mengikuti saja, rasanya malas makan kalau ingat kata-kata Gunawan yang cenderung julid. Ternyata Gunawan lebih bawel dari perkiraannya.
"Kita cari tempat dipinggir supaya agak sepi." ucap Mahalini kepojok ruangan. Rae tidak mengerti kenapa cari tempat sepi, padahal cuma ada sepuluh orang yang makan. Orang kaya rada-rada aneh.
Mereka duduk bertiga berbatas meja, Rae menyempatkan diri untuk chat ibunya. Baru beberapa jam pergi dari rumah, perasaannya sudah sedih dan kangen kepada ibunya.
"Yank, sudah memesan makanan?" tanya nona Mahalini ketika makanan sudah tiba, padahal baru saja duduk.
"Sudah, silahkan menikmati. Hari ini aku akan mentraktir kalian berdua." kata Gunawan penuh arti.
"Trimakasih Tuan Gunawan."
"Hahaha....jangan panggil aku Tuan, panggil Gunawan saja, malu di dengar orang. Untung restoran tidak ramai."
Rae mengangguk tersenyum tipis. Mereka makan dengan lahap, selesai makan nona Mahalini mulai membuka percakapan.
"Rae, besok kita ke klinik kecantikan. Kita akan operasi plastik. Aku ingin wajahmu mirip aku."
"Maksud nona?" tanya Rae mengerjitkan alisnya. Ia mulai takut, baginya operasi wajah sangat mengerikan. Tidak ada dalam kamus hidupnya untuk merubah wajah menjadi lebih cantik atau mirip orang lain. Ia bersyukur dan bangga atas parasnya sekarang ini.
"Ini rahasia kita bertiga, tidak ada yang boleh tahu. Aku sudah hampir setahun pacaran dengan Gunawan. Tapi ibuku memaksa aku untuk menikah dengan pemuda kaya. Tentu aku menentang anjuran ibu, pertama pemuda itu juga tidak mau menikah denganku. Tapi belakangan ia setuju menikah. Itu sebabnya aku memilih kamu tukar posisi, kamu yang menikah dengan Dewa. Aku akan menikah dengan Gunawan dan tinggal di luar negeri."
"Ahh, saya tidak mau nona, masalah ini berat sekali. Saya tidak bisa meninggalkan ibu. Di samping itu, pernikahan untuk seumur hidup, bukan untuk main-main. Mana mungkin saya mempermainkan Tuhan dan masyarakat pada umumnya serta keluarga besar nona. Saya tidak pandai berbohong."
"Jangan langsung menolak, dengarkan dulu." ketus Gunawan.
"Datang dari sini kamu akan kerumah ibuku diantar oleh seorang dokter dan kamu akan pura-pura amnesia, karena jatuh." lanjut Mahalini tambah bersemangat menjelaskan ide gilanya. Rae mulai berkeringat dingin. Ia memikirkan hal terburuk yaitu ketahuan. Kalau itu terjadi masyarakat akan menuduh yang bukan-bukan.
"Sepandai-pandainya menutup bangkai, akan tercium juga bau busuknya. Suatu saat nanti kebohongan itu akan terbongkar, keluarga pemuda itu akan mencampakan saya dan memenjarakan saya."
"Jangan mengkhayal, semua itu tidak akan terjadi asal kamu baik di rumah laki-laki itu kamu pasti selamat."
"Saya tidak bisa nona, saya takut..."
"Jika kamu tidak mau ibumu akan mati, sekarang dia lagi di rumah sakit." Gunawan ikut bicara memperlihatkan vidio ibunya sedang dipasang selang infus.
"Ibuuuuu...kenapa ibu...huhu..hhuhu.." Rae menangis membuat orang lain memandang Rae.
"Ibumu tiba-tiba tidak bisa bernafas, sekarang ada di ICU. Jika kamu tidak setuju semua selang itu dicabut dokter dan ibumu tinggal nama."
"Nona mengancam saya?"
"Kau tahu berapa biaya tiap hari di ruang ICU, belum biaya dokter dan obat?"
Rae terdiam. Ia menangis sesenggukan. Otaknya tiba-tiba sulit berpikir jernih. Nyawa ibunya ada pada keputusannya. Jika situasi ini menimpa ibunya, pasti wanita tua itu tidak membantah dan memilih mengikuti nona Mahalini. Nasib buruk apa yang nenimpanya, jika nyonya Fransiska tahu yang sebenarnya. Atau laki-laki yang akan menikahinya sadar bahwa istrinya orang miskin. Ia tidak berani membayangkan apa yang bakal terjadi.
"Saya sebenarnya berat menjalani semua ini, demi ibu saya rela. Asal ibuku bisa selamat seperti sedia kala."
"Kamu anak yang berbakti, Bagaimana pun juga ibumu menyelamatkan dirimu dari bayi dan dari kematianmu. Jika kamu menolak berarti kamu egois. Ntah berapa uang sudah ibumu habisi dan penderitaan yang ibumu rasakan, tapi dia tidak mau mengeluh. Kamu hanya mengorbankan sedikit saja merasa paling menderita." kata Mahalini membuat Rae semakin pasrah menerima usulan nona Mahalini.
"Jika saya tukar posisi apakah nona akan mendampingi ibuku dengan baik?"
"Ya dan aku akan mengatakan bahwa aku operasi wajah. Ibumu akan maklum, aku akan membuat ibumu bahagia."
"Nona, berjanjilah akan merawat ibu, saya juga berjanji menerima tawaranmu.
"Aku berjanji atas langit dan bumi. Kadang kita harus berkorban demi keselamatan orang lain."
Sepanjang malam Rae menangisi hidupnya yang malang. Besok wajahnya akan berubah menjadi lain. Ya Tuhan, dosa apakah hamba lakukan sehingga karma buruk menimpaku.
Rae merasa sedang dipermainkan oleh nasib, tenggelam ke dalam mimpi berlapis-lapis, mimpi yang di dalamnya ada mimpi lagi, lagi dan lagi.
Jarum jam terus berputar mengikuti takdir nya, tidak mengeluh saat dituduh mengejar sejuta umat manusia, ia tetap berputar maju dan menolak mundur.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
jahatnya mahlini sm Gunawan /Sob/
2024-07-19
0
Edwin
rae amat sangat polos sekali sll berbaik sangka
2023-08-28
4
☠ Bala🦂Dewa 𝐀⃝🥀
gak pusing itu jarum jam
2023-08-23
3