Kamu Pelakor!

Windari menjambak rambut Kiana dengan keras dan meluapkan semua kekecewaan hatinya kepada putrinya yang beliau anggap sebagai pelakor.

"Mama, ini Kiana, anak Mama!" ucap Kiana sembari menangis dan pasrah dengan perlakuan mamanya kepadanya.

Windari tidak peduli dengan tangisan putri kesayangannya itu, dalam pandangannya saat ini yang ada di depan matanya bukanlah putrinya tapi pelakor yang merebut suaminya dan menghancurkan keluarganya.

"Mama ..., ini Kia," rengek Kiana lagi dengan air mata yang terus jatuh membasahi pipinya.

Kiana melingkarkan kedua tangannya di pinggang mamanya, ia ingin memberikan segenap cinta, kasih sayang, ketulusan dan cintanya untuk mamanya dengan harapan mamanya akan kembali pulih dan sadar seperti sedia kala.

Ya, ketulusan itu sampai kepada Windari, wanita paruh baya yang awalnya mengamuk dan bertindak histeris seperti orang gila itu akhirnya mulai melunak. Namun, tatapannya tetap kosong dengan air mata yang tidak henti-hentinya jatuh membasahi pipinya.

"Mama, jangan menangis! Kiana sayang sama Mama. Kita akan memulai kehidupan baru berdua," ucap Kiana sembari menghapus air mata yang mengalir di pipi mamanya.

Dalam pikiran Kiana saat ini adalah bangkit dan memulai kehidupan baru yang lebih baik, dan membuktikan kepada papanya kalau ia tidak butuh penghianat seperti papanya.

Selang beberapa menit kemudian, Reyhan datang bersama dokter.

"Apa yang terjadi, Kiana?" tanya dokter ramah dan sopan dengan pembawaan yang tenang.

"Seperti yang Dokter lihat," ujar Kiana dengan wajah sedihnya.

Dokter terlihat pahan dengan apa yang diungkapkan oleh Kiana, terlebih lagi ia telah mendengar penjelasan dari Reyhan.

Setelah membaringkan pasien di ranjang rumah sakit dan memeriksa keadaannya, dokter meminta Kiana datang ke ruangannya untuk membicarakan hal yang penting.

"Rey, tolong jagain Mama!" pinta Kiana dengan mata sendu dan wajah penuh harap.

"Iya, Kia, jangan khawatir, pergilah!" balas Reyhan sembari tersenyum.

Senyum manis yang terlihat sangat tulus itu membuat perasaan Kiana menjadi lebih tenang.

Kiana dan dokter berjalan pelan melewati setiap sudut di lorong rumah sakit dalam diam dan keheningan.

Kiana memikirkan banyak hal yang membuat kepalanya sangat sakit dan terasa ingin pecah. Tapi, sebagai seorang anak satu-satunya di keluarga, Kiana tidak ingin bersikap lemah dan manja, ia ingin berjuang untuk kesembuhan dan kesehatan mamanya.

"Masuklah, silahkan duduk!" ucap dokter mempersilahkan dengan ramah dan sangat sopan.

"Terima kasih, Dokter!"

Kiana duduk dan mendengarkan penjelasan dokter.

"Apakah Kiana tidak punya keluarga dan orang dewasa yang bisa mendengarkan penjelasan saya sekarang?" tanya sang dokter ramah namun menyimpan sebuah rahasia yang mungkin saja tidak bisa diterima oleh anak seusia Kiana.

"Tidak ada, Dokter, saya sebatang kara," ujar Kiana singkat tanpa menambah dan menjelaskan apapun.

"Baiklah, tapi apa Kiana sanggup mendengarkan apa yang saya katakan?"

Kiana mengangguk dengan keyakinan penuh kepada sang dokter.

"Mohon maaf, dengan berat hati harus saya sampaikan bahwa pasien dalam kondisi sangat memprihatinkan. Saran saya, sebaiknya Mama anda di bawa ke rumah sakit jiwa untuk mendapatkan perawatan," ujar dokter dengan pembawaan tenang namun tetap membuat hati Kiana teriris.

Hancur dan sakit!

Begitulah perasaan Kiana saat ini. Hatinya terasa tercabuk-cabik oleh pisau sehingga membuatnya terluka parah.

Kiana menarik nafas panjang, air mata kembali jatuh membasahi pipinya.

"Apa Dokter mengatakan kalau Mama saya gila?" ucap Kiana dengan nada terbata-bata.

Kiana tidak bisa menerima kenyataan pahit itu, dirinya benar-benar di uji secara bertubi-tubi, sudahlah jatuh tertimpa tangga pula. Ia tidak hanya kehilangan papanya, tapi juga kehilangan sosok mamanya yang sangat ia cintai.

"Semoga Mama anda segera pulih setelah mendapatkan perawatan terbaik dari Dokter kompeten."

Kata-kata itu cukup membuat dunia Kiana hancur dan luluh lantah.

Kiana segera ke luri ruangan dokter, ia berjalan tertatih-tatih menuju kamar mamanya di rawat, akan tetapi tubuhnya terasa sangat lemah, ia terasa tidak kuat lagi untuk melangkah.

Bruk ....

Kiana terjatuh ke bumi, namun ia masih terus berusaha untuk bangkit dan berdiri.

'Jangan lemah, Kiana!' ucap gadis cantik itu di dalam hati.

Kiana mencoba bangkit dengan mengumpulkan semua tenaganya yang tersisa, akan tetapi kakinya terasa sangat sakit sekali.

"Aw, sakit!"

Kiana merintih, ia melihat lututnya berdarah. Namun, semangatnya tidak surut, ia mencoba kembali bangkit dan berjalan menuju kamar mamanya.

"Kiana, Mamamu membutuhkanmu!" ucap Tania pada dirinya sendiri.

Kiana berusaha menguatkan dan memberikan semangat kepada dirinya sendiri, hingga sampailah ia di kamar mamanya.

"Ma ...,"

Ucapan Kiana terhenti ketika ia melihat mamanya tengah tidur terlelap dengan menggenggam tangan Reyhan, terlihat begitu hangat, seperti seorang ibu dan putranya.

Kiana berjalan pelan mendekati mamanya dan Reyhan yang sepertinya tidak menyadari kehadirannya.

Kiana meletakkan tangannya di pundak Reyhan.

"Kiana, kamu telah kembali?"

Reyhan menoleh kepada Kiana dan menatap tajam mata gadis cantik itu.

Kiana mengangguk, kemudian tersenyum kepada sahabatnya itu. Ya, walaupun senyum yang dipaksakan, tapi setidaknya Kiana ingin tetap tersenyum meski hati dan perasaannya tengah terluka.

"Apa Mama tertidur, Rey?" tanya Kiana lembut.

Reyhan mengangguk, kemudian tersenyum kepada gadis yang ada di depannya itu. Reyhan menatap Kiana, dan ia melihat gadis yang ada di depannya itu terlihat kesakitan.

Mata Reyhan menatap Kiana dari ujung rambut hingga ujung kaki.

"Kia, kamu terluka?"

Reyhan terlihat histeris dan khawatir melihat lutut Kiana berdarah.

"Aku baik-baik saja kok, Rey."

Kata-kata yang selalu diungkapkan oleh seorang wanita padahal sebenarnya keadaannya sangat jauh dari kata baik.

Reyhan dengan lembut melepaskan tangan Windari yang menggenggam tangannya, dengan harapan wanita itu tetap beristirahat dengan tenang dan tetap tertidur. Kemudian Reyhan menarik tangan Kiana untuk duduk di kursi tunggu.

Tanpa protes, Kiana hanya menurut dan mengikuti langkah kaki lelaki yang selama ini menjadi musuhnya itu.

"Tunggu di sini, aku akan mengobati kakimu," ucap Reyhan.

Lelaki tampan itu segera berlari dan bergegas untuk membersihkan mengambil perlengkapan P3K yang memang telah disediakan di ruangan itu.

Reyhan dengan lembut membersihkan luka Kiana, dengan wajah khawatir yang terlihat jelas di wajahnya, padahal selama ini lelaki itu tidak pernah berempati kepada Kiana.

"Aw, sakit!" teriak Kiana ketika alkohol diberikan untuk membersihkan lukanya.

"Maaf, maaf, Kia!"

Reyhan meniup dengan lembut lutut Kiana dengan penuh cinta dan kasih sayang.

Sementara Kiana terus menatap Reyhan, ia merasa sangat bersyukur karena lelaki yang ada di depannya itu benar-benar peduli dan perhatian kepadanya. Sikap yang sangat berbeda dari yang selama ini ia tunjukkan, dan sungguh sikap Reyhan membuat Kiana merasa takjub.

Reyhan dengan pelan memasangkan plester di lutut Kiana, hingga gadis cantik itu merasa lebih baik.

"Rey, terima kasih banyak," ucap Kiana di dalam hati dengan mata yang terus menatap kepada Reyhan.

Reyhan mengangkat wajahnya, ia pun ikut menatap mata Kiana dan untuk sesaat dua mata itu saling bertemu dengan detak jantung yang bergetar tidak menentu.

"Rey, kamu di mana, Nak?"

Episodes
1 Salah Menilai
2 Diajak ke Aparteman?
3 Kesepakatan
4 Kamu Pelakor!
5 Separuh Jiwaku Hilang
6 Menikmati Pantai
7 Malaikat Baik
8 Dilema Hati
9 Kekesalan Hati
10 Rindu Kasih Sayang Mama
11 Apakah Ini Cemburu
12 Direndahkan dan Dihina
13 Jangan Ganggu!
14 Hanya Upik Abu
15 Rasa Apa Ini?
16 Salah Menilai
17 Nostalgia
18 Hati Berkecamuk
19 Apakah Aku Cemburu?
20 Indahnya Masa SMA
21 Dimanjakan Bad Boy
22 Antara Kening dan Sajadah
23 Separuh Jiwaku Pergi
24 Hidup Sebatang Kara
25 Pengakuan
26 Apakah Ini Cinta?
27 Hati Berkecamuk
28 Bersyukur Memiliki Ibu
29 Minta Maaf
30 Menerima Takdir
31 Menata Hati
32 Masak-Masak
33 Taubat
34 Ditembak Rendi
35 Debaran Tak Biasa
36 Ungkapan Perasaan
37 Piknik Terindah
38 Indahnya Masa SMA
39 Lamaran Dadakan!
40 Penculikan Paksa
41 Perjalanan Bisnis
42 Ungkapan Perasaan
43 Rasa Takut
44 Permintaan Ibu
45 Kawin Lari?
46 Harapan Ibu
47 Bertemu Papa
48 Rindu dan Benci
49 Sebuah Penyesalan
50 Menghindari Wilona
51 Rasa Yang Terpendam
52 Janji Saling Setia
53 Penasaran Dengan Papa
54 Merindukan Papa
55 Permintaan Maaf Papa
56 Bahagia Bersama Papa
57 Mengunjungi Makam Mama
58 Pengakuan Perasaan
59 Bernostalgia Mengenang Mama
60 Persaingan Reyhan dan Rendi
61 Berjanji Menjaga Kiana
62 Kembali ke Rumah Papa
63 Akhirnya Kembali ke Rumah Masa Kecil
64 Bahagianya Hati
65 Janji Seorang Lelaki
66 Menikmati Malam Bersama Papa
67 Nasehat Papa Untuk Kiana
68 Nostalgia Mengenang Mama
69 Rasa Penasaran
70 Kejutan Dari Sang Kekasih
71 Persiapan Menemui Calon Mertua
72 Bosku, Kekasihku
73 Bertemu Calon Mertua
74 Restu Dengan Syarat?
75 Mendapatkan Restu Orang Tua Reyhan
76 Disayangi Calon Mertua
77 Me Time Bersama Calon Mertua
Episodes

Updated 77 Episodes

1
Salah Menilai
2
Diajak ke Aparteman?
3
Kesepakatan
4
Kamu Pelakor!
5
Separuh Jiwaku Hilang
6
Menikmati Pantai
7
Malaikat Baik
8
Dilema Hati
9
Kekesalan Hati
10
Rindu Kasih Sayang Mama
11
Apakah Ini Cemburu
12
Direndahkan dan Dihina
13
Jangan Ganggu!
14
Hanya Upik Abu
15
Rasa Apa Ini?
16
Salah Menilai
17
Nostalgia
18
Hati Berkecamuk
19
Apakah Aku Cemburu?
20
Indahnya Masa SMA
21
Dimanjakan Bad Boy
22
Antara Kening dan Sajadah
23
Separuh Jiwaku Pergi
24
Hidup Sebatang Kara
25
Pengakuan
26
Apakah Ini Cinta?
27
Hati Berkecamuk
28
Bersyukur Memiliki Ibu
29
Minta Maaf
30
Menerima Takdir
31
Menata Hati
32
Masak-Masak
33
Taubat
34
Ditembak Rendi
35
Debaran Tak Biasa
36
Ungkapan Perasaan
37
Piknik Terindah
38
Indahnya Masa SMA
39
Lamaran Dadakan!
40
Penculikan Paksa
41
Perjalanan Bisnis
42
Ungkapan Perasaan
43
Rasa Takut
44
Permintaan Ibu
45
Kawin Lari?
46
Harapan Ibu
47
Bertemu Papa
48
Rindu dan Benci
49
Sebuah Penyesalan
50
Menghindari Wilona
51
Rasa Yang Terpendam
52
Janji Saling Setia
53
Penasaran Dengan Papa
54
Merindukan Papa
55
Permintaan Maaf Papa
56
Bahagia Bersama Papa
57
Mengunjungi Makam Mama
58
Pengakuan Perasaan
59
Bernostalgia Mengenang Mama
60
Persaingan Reyhan dan Rendi
61
Berjanji Menjaga Kiana
62
Kembali ke Rumah Papa
63
Akhirnya Kembali ke Rumah Masa Kecil
64
Bahagianya Hati
65
Janji Seorang Lelaki
66
Menikmati Malam Bersama Papa
67
Nasehat Papa Untuk Kiana
68
Nostalgia Mengenang Mama
69
Rasa Penasaran
70
Kejutan Dari Sang Kekasih
71
Persiapan Menemui Calon Mertua
72
Bosku, Kekasihku
73
Bertemu Calon Mertua
74
Restu Dengan Syarat?
75
Mendapatkan Restu Orang Tua Reyhan
76
Disayangi Calon Mertua
77
Me Time Bersama Calon Mertua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!