Angin kecil yang berhembus lirih menambah hawa dingin. Sudah sekitar lima belas menit lamanya mereka masih dalam posisi berpelukan.
"Kamu darimana aja Amira? kenapa tadi gak ikut kelas?" tanya Axel bertanya lebih dulu.
"Ah, itu Pak ... tadi Papa dateng terus minta ditemenin ke makam Mama ... jadi, Saya gak ikut kelas, hehe." cerita Amira menggaruk lirih ujung hidungnya sampai menunjukkan semua gigi itu. Wajah putihnya bahkan berubah menjadi merah jambu akibat dari tragedi pelukan hangat ini. Meninggalkan irama detak jantung kencang didalam dadanya.
Tubuh mereka semula saling merekat mulai merenggang.
"Emang Papa kamu gak tahu, pagi ini ada mata kuliah?" tanya Axel seraya melepaskan pelukannya itu.
Hanya senyuman tipis yang mampu Amira lakukan lagi, tetapi Axel masih memberikan tatapan menyelidik untuk gadis muda itu karena bukan jawaban seperti itu yang Ia mau.
"Hehe, tau sih." jawab Amira belum selesai. Namun, Axel langsung memotong.
"Terus Kamu yang mutusin buat bolos karena mau nemenin Papa Kamu?" ucap laki-laki itu.
Anggukan lirih yang sedang Amira lakukan untuk menjawab pertanyaan terakhir dari Axel. Ada rasa kesal bercampur kelegaan dalam hati Axel.
"Amira, Kamu tahu gak? Saya sampai ...." Diawal kata-kata Axel barusan terdengar menggebu-gebu, tetapi sekarang malah terhenti begitu saja, justru menimbulkan tanda tanya untuk Amira.
"Sampai apa Pak?" tanya Amira penasaran . Kenapa pula Axel sendiri malah menggantung perkataannya sendiri. Padahal tadi dengan lantangnya Dia memotong penjelasan Amira.
Hampir saja Axel mengungkapkan kejadian siang tadi kepada Amira. Memangnya apa yang salah, kenapa pula Axel malah menutup mulutnya.
"Ah, hampir aja keceplosan, Gue gak mau dianggap konyol karena udah nyariin Dia kemana-mana bahkan sampai nangis segala." batin Axel. Rasa ketakutan yang hanya dirasakan dalam hatinya, tidak seperti yang akan terjadi. Amira adalah gadis baik, apalagi jika sampai tahu ternyata Axel memiliki rasa kekhawatiran yang amat tinggi pada dirinya. Gadis itu akan dibuat tersentuh ataupun merasa sangat haru sebagai hadiah penghargaan atas tindakannya itu.
Lagi-lagi karena ada sekat diantara Mereka berdua menjadi penyebab utama sebagai ketakutan yang Axel rasakan.
Mereka masih berdiri ditempat yang sama. Setelah sadar melakukan adegan berpelukan, wajah tegas Axel menjadi merona. Dia pun bersiap untuk memaki dirinya sendiri.
"Goblok banget! Lo ngapain lancang banget berani meluk Amira, Axel!" batin Axel memalingkan wajahnya menutup mulutnya dengan tangan. Sebagai penutup ucapan buruk yang keluar dari mulutnya itu.
Amira sadar laki-laki Killer ini sedang salah tingkah, beberapa kali Axel memalingkan wajahnya kearah yang berbeda-beda.
"Pak, makan yuk! Saya tadi masak sayur sop loh," ajak Amira sengaja untuk mencairkan suasana ini.
"Sayur sop?" ulang Axel dengan wajah antusiasme.
"Iya Pak, kenapa Bapak gak suka?" tanya Amira mengenai makanan itu.
"Sukalah ... suka banget malahan, kamu bikin sambel gak?" tanya Axel langsung bersemangat.
"Bikin Pak, ayo kita masuk dulu." ajak Amira lagi.
Mereka berdua berjalan ke ruang makan, Amira mempercepat langkahnya untuk memanaskan sayur sop yang telah dingin itu. Diangkatnya panci berisi sop keatas kompor, dan memutar pemantik.
Berdiri menunggu beberapa saat.
Akhirnya Amira melihat uap kecil yang mengepul, kemudian mematikan api. Membawa panci dengan dilapisi kain tebal sebagai pelindung tangannya agar tak terkena panas. Amira secara hati-hati membawa panci kembali keatas meja makan.
Betapa tak sabarnya Axel, ketika Amira masih sibuk memanasi sayur. Ternyata Axel sudah lebih dulu mengisi nasi kedalam piringnya. Dan saat itu juga ketika panci diletakkan disana, buru-buru Axel langsung mengambil sendok sayur untuk mengisi piringnya itu sebagai teman nasi.
Panasnya kuah sop tidak menjadikan alasan untuk Axel, bahkan satu suapan telah mendarat kedalam mulutnya.
"Eum, enak banget ... tapi kok ada yang kurang ya?" seru Axel terlihat berfikir.
"Ah, iya sambel." imbuhnya sendiri.
Bagai seorang dalang yang sedang bermain pentas wayang, Axel memberikan pertanyaan yang dijawab sendiri olehnya, sontak saja membuat Amira tertawa.
"Nah, aduh manteb banget ini." kata Axel giat mengaduk nasi hingga tercampur.
Setelah dirasa pas meracik semuanya, Axel melayangkan satu suapan. Mata terpejam ketika suapan itu mendarat sukses kedalam mulutnya lagi.
"Heumh, Amira ini enak banget ...." pujinya disela merasakan kenikmatan yang sedang memecah di mulutnya.
Sungguh pemandangan kali ini menyadarkan Amira , melihat sosok lain dari wajah killer yang selalu dia lihat setiap hari. Bahkan seperti dua orang yang berbeda saja.
Hingga Axel sadar akan satu kenangan, fikirannya terbang jauh ke masalalu. Dengan kondisi mulut yang sibuk mengunyah itu tiba-tiba sorot mata Axel menatap lurus tembus ke masa itu.
Kejadian dimana dulu Mila gemar sekali memasak sayur sop seperti ini ketika dirinya tiba dirumah sebagai anggota keluarga yang baru.
Axel duduk menunggu di meja makan sambil menikmati makanan sedap yang baru pertama kali Ia coba.
"Wah, enak banget!" puji Axel lahap. Sayangnya dari ruangan sebelah terdengar suara keributan dari Mila bersama Anggoro.
"Itu anak siapa Mas? terus kenapa tadi Aku denger Kamu suruh Dia panggil Aku Mama?" tanya Mila meminta penjelasan.
"Mah, ststt ... jangan kencang-kencang dong ngomongnya, nanti kalo Axel denger kan gak enak." pinta Anggoro menutup mulutnya dengan telunjuk tangannya sebagai contoh untuk Mila.
"Jadi, mulai hari ini Axel resmi Papa angkat jadi anak kita Ma, tadi Papa udah urus semua berkas Dia." jelas Anggoro.
Bukannya bahagia mendengar pernyataan Anggoro, yang Mila rasakan malah sebaliknya. Kondisi kesehatan Mila saat ini sedang abnormal, bagaimana mungkin untuk bisa menerima anggota baru sedangkan dirinya baru saja kehilangan.
"APA? bentar! maksudnya Papa? em ... kenapa Papa gak rundingan dulu sama Mama? Papa lupa? Kita baru aja kehilangan anak lho Pa, kenapa Papa gampang banget lupain anak kita!" protes Mila dengan berderai air mata menyalahkan keputusan Anggoro.
Kala itu Mila baru saja mengalami musibah besar. Kehilangan calon anaknya, ditambah lagi kehilangan kantung rahim akibat sell kanker yang telah tumbuh hampir menggerogoti bagian itu. Sehingga Dokter memutuskan untuk mengangkat kantung rahim milik Mila. Anggoro sang suami melakukan kesalahan. Mengadopsi Axel tanpa berunding dulu dengan Mila. Sehingga menimbulkan pertengkaran kecil diantara mereka berdua. Walaupun Axel kecil, tetap saja Ia paham tentang kedatangannya tidak disetujui.
Tetapi karena memang pribadi Mila yang baik, setelah luka di hatinya perlahan memudar dan sembuh dengan sendirinya. Dia pun menerima keberadaan Axel. Meskipun ada luka yang membekas dihati Axel akibat kejadian ini dan membuat laki-laki itu terus-menerus merasa sungkan.
*
"Pak?" tanya Amira menyadari lamunan Axel.
"Eh, iya? kenapa?" tanya Axel serambi mengusap wajah untuk menyadarkan dirinya. Walaupun tahu ada sesuatu yang sedang dipikirkan oleh suaminya. Amira bersikap seolah tak tahu, Ia pun langsung mengubah pertanyaannya mereka kearah lain.
"Sambelnya pedes gak? soalnya tadi cuma ada cabai keriting yang rawit udah habis buat bikin seblak." tanya Amira sekedar asal, otaknya hanya diberikan waktu singkat mencari pertanyaan lain, dan pertanyaan itulah yang muncul.
"Pedes kok! enak." jawab Axel yakin.
Hingga terdengar suara nada ponsel milik Axel berbunyi.
"Eh, siapa nih?" seru laki-laki yang berstatus sebagai suami Amira itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Ogeb..Gengsi aja di gedein..
2024-12-27
0