Amira berjalan untuk melihat siapakah yang datang. Di luar Eva sedang sibuk mengibas tangannya maju mundur karena banyak nyamuk datang menyerang dirinya.
"Ini kenapa buka pintu aja lama banget sih?" keluhnya.
Hingga Eva melihat gerbang sisi kiri terbuka, dengan cepat kakinya melangkah sehingga tubuhnya hampir bertabrakan dengan Amira.
"Astaga!" ucap Amira spontanitas menahan kakinya sendiri menghindari tabrakan.
"Amira, kamu lama banget sih! sengaja ya biar badan Mama habis digigitin nyamuk!" tuduh Eva padahal salah dia sendiri datang tak memberikan kabar dulu.
"Enggak Ma ... waktu denger bell bunyi aja, Amira langsung kesini kok." jawab Amira jujur walaupun sia-sia karena tentunya Eva tak percaya dengan semua penjelasan darinya itu.
Daripada mendengarkan penjelasan dari Amira, lihat Ibu tiri ini malah berjalan seakan ini adalah tempat tinggal miliknya. Meninggalkan Amira sendiri dipinggir gerbang. Bibir mungil Amira menghela nafas berat, Ia pun melangkah mengikuti Eva kesana.
Ini kali pertamanya Eva datang berkunjung untuk melihat rumah pemberian Mira sebagai hadiah pernikahan Amira. Sejak awal datang Eva memang terpana melihat megahnya rumah ini.
"Enak banget Amira bisa tinggal disini? mana sekarang hidupnya nyaman, pasti gak ada yang ganggu! coba aja kemarin Angel mau nikah ... pasti ini rumah jadi punya dia." celetuk Eva keras hingga terdengar ketelinga Amira.
Daripada marah, hal yang paling tepat ia lakukan adalah pura-pura tuli seakan tak mendengar semua ucapan Eva barusan, menghindari keributan.
"Mama mau aku bikinin minum apa?" tanya Amira lembut berdiri di persimpangan ruangan.
"Yang enak dong! jus apel campur susu murni." ungkap Eva dengan mata tajamnya. Kenapa pula Eva harus mengeluarkan tenaga ekstra seperti itu. Padahal Amira adalah anak yang penurut. Apapun yang Eva katakan pasti selalu dilakukannya.
Axel keluar kamar membawa secarik kertas. Belum sadar akan kedatangan ibu mertuanya ada diruang tamu. Berjalan santai menuruni anak tangga. Kertas putih itu berayun-ayun ditangan kanannya.
Mendengar langkah kaki seseorang, Eva mengangkat wajahnya untuk melihat kearah tangga.
"Hai Axel?" sapa Eva tiba-tiba. Sapaan Eva sungguh membuat Axel terkejut, laki-laki ini hampir melompat karenanya.
"Eh, Mama Eva kapan datang?" tanyanya gugup sambil menyembunyikan surat itu dengan tubuh kekarnya.
Untung saja Eva tak tertarik, walaupun tahu tentang benda yang Axel sedang bawa.
Bibir Eva mengulas senyuman palsu sekalipun Axel tahu sikap ramah wanita ini hanya berpura-pura.
"Hehehe, baru aja kok ... Mama mau main sengaja lihat kondisi Amira." kilah Eva.
Dengan gerakan kecepatan tangan, Axel memasukkan kertas itu kedalam celana kolornya. Menghindari pertanyaan Eva tentang isi kertas ini.
Dari arah dapur Amira membawa nampan berisi jus apel. Kebetulan buah itu ada disalah satu penyimpanan tempat buah. Amira berjalan hati-hati meletakkan nampan itu diatas meja.
Belum juga dipersilahkan dengan lancangnya Eva meminum langsung.
Amira menggeleng lirih kepalanya itu, terapi tak mengucapkan kata apapun. Posisi tempat berdiri Amira dan Axel sama. Mata mereka berdua sedang mengawasi pergerakan Eva si wanita tak tahu diri.
Diam-diam Axel melirik istrinya, terlihat ketakutan dimata Amira. Sedangkan isi perasaan Amira sendiri memang takut tentang kedatangan Eva kemari.
"Aduh, Mama Eva ngapain kali kesini? perasanku kok gak enak ya?" batin Amira cemas.
Melihat pengawasan mata dari kedua orang ini. Eva malah tertawa lebar, ia tampak menyilangkan kakinya.
"Kalian mau sampai kapan berdiri disitu? gak capek?" tanyanya.
Axel dan Amira seketika berpencar. Amira berencana untuk menemani Eva duduk diruang tamu. Sedangkan Axel memilih menjauh untuk menyembunyikan surat kontrak mereka disuatu tempat.
"Ma, silahkan ngobrol dulu ya? Axel mau makan dulu." kilah Axel berlalu.
Melihat situasi ini memberikan kesempatan bagi Eva untuk mencerca beberapa pertanyaan untuk Amira.
Eva menggeser posisi duduknya lebih dekat. Supaya Axel tidak mendengar obrolan mereka.
Gelagat aneh yang Amira lihat tentang perilaku Eva bisa ditebak apa yang akan ibu tirinya lakukan padanya.
Amira menghela nafas panjang mengatur nafasnya untuk bertempur secara batin melawan Eva.
"Amira! sekarang hidup kamu udah enak ya? punya rumah mewah sama suami yang kaya ... jangan jadi kacang lupa kulitnya kamu Amira! ini semua karena berkat saya udah berusaha berbaik hati nikahin kamu sama Axel!" ketus Eva meskipun dengan nada bicara rendah tetap saja menyakitkan hati Amira. Mendengar celotehan sang ibu tiri terus saja menyakiti hati dan perasaannya. Ulah jahat Eva tanpa henti mengikis perasaan kecil Amira. Sekalipun dia sudah menikah umurnya belum memasuki usia matang. Eva memang tak berkaca dengan kesalahannya sendiri. Menikahkan anak remaja ini seenaknya sendiri. Dan sekarang daripada meminta maaf. Mulut jahatnya malah masih memaki Amira dengan kata-kata menyinggung.
"Jadi menurut Mama, ini salah Amira? kan Mama sendiri yang udah rela buat jual Amira demi lunasin semua hutang-hutang Mama itu!" balas Amira bagai mendapatkan kekuatan untuk melawan.
Perlawanan Amira membuat Eva tercengang, setelah sekian lama baru kali ini Amira melawan dirinya.
"Plak." Tamparan keras Eva layangkan ke pipi mulus Amira. Bekas merah akibat dari tangannya sebagai tanda dari sikap kasar Eva.
Suara nyaring dari tamparan itu terdengar sampai ke ruangan dapur. Axel memutar wajahnya melihat Amira sedang memegangi pipinya. Entah mengapa hati Axel panas seperti terbakar, tanpa menunggu ia pun bangkit menghampiri Amira.
"Gimana rasanya? enak kan? ini hukuman buat kamu karena udah berani bantah omongan Mama, Amira!" ketus Eva menunjuk kasar. Sorot mata Amira menatap dalam Eva, mata nanar itu tak pernah tahu kesalahan apa yang membuat wanita ini sebegitu bencinya dengan dirinya.
"Salah Amira apa sih Ma? padahal dari dulu Amira selalu welcome sama kedatangan Mama di rumah kita ... Amira gak pernah bantah sama semua perintah Mama ... dan sekarang pun Mama jual Amira tetap aja Mama benci sama aku? kurang ku apa Ma? apa lebih baik Amira mati? biar Mama puas?" isak Amira tak terbendung mengungkapkan semua isi perasaannya. Ia ingin tahu alasan pasti Eva tega melakukan semua ini terhadap dirinya.
Hati Eva yang sekeras batu bahkan lebih menutup mata dan telinga. Teringat atas kejadian dulu ketika Rani ibu kandung Amira merebut Demien dari sisinya.
"Emangnya Mama perduli? ah, Mama kasih tahu satu rahasia yang belum kamu tahu Amira! Mama emang udah dendam setengah mati bahkan sebelum kamu lahir di dunia pun Mama udah ada rasa ini!" kecam Eva dengan tatapan sinis. Sama sekali tak ada rasa iba dalam diri Eva untuk Amira.
Amira tersentak mendengarnya,
"Gak usah sok kaget! muak banget lihat ekspresi wajah kamu yang mirip sama Rani!" ketus Eva lagi.
"Maksud Mama apa?" tanya Amira ingin tahu lebih jelas arti perkataan Eva barusan.
"Cih, asal kamu tahu Amira ... Rani, Mama kamu itu udah rebut Papa Demien dari saya! jadi mustahil buat saya gak bisa benci sama kamu ... kamu benar! mungkin rasa benci saya hilang kalo kamu udah mati!"
"MAMA STOP!" pekik Axel lantang menyela obrolan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments