Axel menghentikan kesibukan jemari tangan yang sedang menulis di papan putih itu. Baru saja ia bernafas lega. Ada saja yang menganggu.
Sedangkan dibangku belakang. Edo dan teman-temannya sedang menunggu jawaban dari sang Dosen. Amira tahu Axel takkan mengatakan apapun. Apalagi hanya untuk mengeluarkan kata-kata sepele semacam pujian. Amira melepaskan bola matanya tak terarah. Sesekali melirik sinis untuk Laki-laki yang sedang berdiri didepan kelas, sebagai tanda rasa kesalnya.
"Istri saya jelas cantik lah ...." jawab Axel singkat, tentulah mengejutkan Amira.
"Deg-deg ... deg-deg." Jantung Amira berdegup kencang setelah mendengarkan pujian itu. Hatinya pun ikut membuncah seakan tak percaya. Dari rasa haru ataupun rasa berbunga-bunga belum bisa ia putuskan. Semua bagian tubuhnya seakan ikut andil dalam hal ini.
Amira menatap Axel dengan kedua mata bulatnya itu.
"Ini aku gak salah denger kan?" dalam batin Amira. Tatapan matanya masih tertuju ditempat yang sama.
Reyno sama seperti yang lain. Dirinya pun penasaran dengan sosok wanita yang telah berhasil memikat hati Axel.
"Gila sih, gue penasaran banget malahan ... kapan-kapan cari tahu ah," ucapnya bertekad.
Detak jantung Amira tak kunjung tenang. Ia sampai memegangi dadanya. Menoleh kekanan dan kekiri takut gerak-geriknya diketahui orang lain. Kejadian yang amat langka, seorang Axel mengatakan kata pujian untuk dirinya seorang. Laki-laki yang selalu bersikap acuh ketika ada dirumah. Sungguh Amira tak mengira akan mendapatkan satu kata pujian dari Axel. Meskipun secara tak langsung, tetap saja Axel mengakui bahwa dirinya memanglah cantik bagi laki-laki itu.
Sedangkan di depan kelas. Ada yang sedang mengusap wajahnya karena malu.
"Axel, kamu ngomong apa sih barusan!" umpat Axel memukulkan kakinya menendang dinding. Hatinya berkecamuk. Antara isi hati dan kenyataan sangat tak sinkron. Sejujurnya alasan dirinya mengatakan kata-kata ini, karena tak mau membuat Amira semakin bersedih. Ia sedikit tahu permasalahan yang telah Amira alami. Maka, itulah alasan Axel memuji Amira. Sekalipun dia sendiri agak menyesal karena gengsi.
Segera Axel membuang nafas panjang. Baru kemudian kembali menulis di papan. Karena waktu terus berjalan.
"Woah kalian dengar gak? kata Pak Axel istrinya cantik ... ah, jadi makin penasaran kan kita." kata Edo belum puas malah lebih semakin tertarik lagi.
Akhirnya Axel membalikkan badannya. Dilipatnya kedua tangan itu menatap tajam wajah Edo.
"Edo, kalo kamu masih aja tanya perihal masalah diluar topik mata kuliah, padahal dengan tegas saya udah kasih kamu peringatan... saya bakalan kasih kamu tugas karena gak bisa diam, sepanjang saya ngajar dikelas." ketus Axel. Sepertinya harus mengeluarkan ancaman untuk membungkam mulut mereka.
Seketika nyali Edo menciut. Ia langsung tertunduk. Dibukanya buku mapel diatas meja. Memaksa penuh untuk kembali fokus belajar.
Ancaman Axel akhirnya membuat semua anak didiknya diam tak bersuara hingga kelas berakhir.
Selesai membereskan semua alat tulisnya. Axel beranjak. Ia meninggalkan kelas dengan tangan penuh membawa tugas para mahasiswanya.
Udara panas yang Amira sedang rasakan. Kini berubah menjadi dingin. Nafasnya yang sesak tiba-tiba lancar tak ada hambatan. Gadis cantik itu menyandarkan kepalanya diatas meja. Ia ingin menikmati suasana tenang ini untuk beberapa saat.
Perlahan satu persatu personil mahasiswa yang hadir berkurang. Mereka meninggalkan kelas melakukan kegiatan lain. ataupun pergi ke kelas berikutnya. Reyno menatap aneh Amira. Melihat gelagat sahabatnya itu tidak seperti biasanya.
"Amira, kamu kenapa sih? daritadi aku perhatiin kamu gak kayak biasanya?" tanyanya.
"Gak papa Rey, aku lagi gak semangat aja." jawab Amira lemas. Namun tetap melemparkan senyuman tipis dibibirnya.
Reyno tersenyum simpul. Sungguh ia tahu ada yang sedang disembunyikan Amira dari dirinya.
"Bohong! aku kenal kamu udah lama Amira ... kalo kamu sampai diem aja, berarti ada masalah." protes Reyno. Wajah Amira biasanya selalu ceria. Apalagi bila ada dikampus. Reyno tahu sahabatnya ini menjadikan Kampus sebagai tempat ternyaman. Daripada rumah megahnya itu yang selalu dia anggap sebagai neraka.
Gagal sudah rencana Amira untuk menyembunyikan permasalahan hidupnya yang baru. Itu semua karena wajah lugu bin polos yang ia miliki tidak pandai untuk berbohong.
Hingga terdengar suara perut keroncongan. Dengan jelas Amira mendengar suara itu berasal dari perut Reyno. Bagai tergelitik. Amira tergelak melihat ekspresi wajah Reyno memerah.
"Cie, yang laper ... ke kantin yuk? Aku traktir!" ajak Amira segera mengangkat kepalanya dan menarik tangan Reyno.
"Eh, yang bener?" tanya Reyno mengikuti kemana Amira membawanya.
Mereka meninggalkan kelas untuk mencari isi perut. Dari belakang Angel mendengus kesal akibat terusik melihat keakraban Amira dengan Reyno.
"Apaan sih lebay banget! apa tadi katanya Amira mau traktir? sok banget dia! dapet duit darimana kali." ketus Angel.
"Ah, gue tahu! bakalan gue bikin malu itu Kakak tiri ... lihat aja!" imbuh Angel mulai beraksi lagi berniat untuk menganggu Amira.
Amira berhasil menarik tangan Reyno. Kaki mereka telah berdiri diatas lantai tempat surganya makanan bagi para mahasiswa.
Tercium aroma makanan yang sangat menggugah selera. Amira dan Reyno bahkan sampai mengendus layaknya dua anak anjing. Sikap mereka terlihat sangat lucu.
"Amira kamu serius mau traktir aku?" tanya Reyno memastikan sekali lagi. Ia bukannya tidak mempercayai ucapan Amira. Tetapi selama ini dia tahu betul tentang Amira tak pernah diberikan uang saku. Setiap harinya Amira hanya membawa bekal sisa makanan dari rumahnya saja.
"Seriuslah! udah kamu gak usah khawatir ... sekarang kamu pilih aja sepuasnya ... nanti aku yang bayar." ucap gadis itu yakin mengangkat alisnya.
Reyno tergelak melihat keyakinan Amira seperti tak ada beban. Akhirnya ia melangkahkan kaki segera memilih beberapa makanan yang telah tersaji rapi diatas meja.
Merekapun memilih beberapa makanan. Reyno memilih dua roti sandwich dan satu botol susu murni. Amira sendiri memilih roti isi sosis dan segelas jus jeruk. Segera mereka membawa makanan ke kasir untuk membayar semuanya.
Reyno masih mengamati gerak tangan Amira. Ia sendiri tak ingin merepotkan Amira. Karena rasa tak teganya laki-laki itu bersiap mengeluarkan dompetnya untuk membayar semuanya. Tiba-tiba Angel datang meletakkan banyak makanan bersamaan dengan miliknya dan Amira.
"Hai Kakak Amira, aku mau dong ditraktir juga." katanya membuat-buat nada bicaranya seolah menganggap Amira sebagai kakaknya.
Mata Reyno terbelalak melihat banyaknya makanan yang ingin Angel beli. Ia sendiri sengaja memilih harga makanan yang paling rendah. Tetapi lihat, Angel malah meletakkan makanan mahal dalam jumlah lebih dari sepuluh piece.
"Angel apa-apaan sih kamu! enak aja suruh bayarin ... mendingan kamu bayar sendiri aja punya kamu! gak usah suruh-suruh Amira!" protes Reyno.
"Ih, Reyno jahat banget sih, emangnya kenapa? Aku kan adiknya Kak Amira ... wajar dong aku minta ditraktir, kamu yang temennya aja ditraktir masak aku enggak," balas Angel berlagak lembut.
Reyno melirik sinis, benar-benar tingkah Angel membuatnya tak habis pikir. Ia tahu Angel sangat membenci Amira, bahkan selalu berbuat jahat kepada temannya itu. Sekarang lagi-lagi dia datang untuk menganggu.
"Reyno udah dong, gak papa." sela Amira menahan tubuh Reyno yang terlihat semakin maju karena terus memaki Angel.
Dari sisi samping Angel menatap remeh Amira. Bibirnya sampai mengerut untuk mengejek Amira.
Dengan santainya Amira mengeluarkan dompetnya. Ia mengambil kartu hitam yang ia letakkan di paling depan bagian lipatan tempat penyimpanan uang itu.
Mata Angel terbelalak ketika melihat kartu debit tanpa limit dimiliki oleh Amira.
"Itu kan blackcard?" ucapnya terkejut ingin merebut benda itu dari tangan Amira.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments