Waktu itu ketika weekend. Semua orang beristirahat dari aktivitas harian mereka. Ada yang libur bekerja, sekolah ataupun yang lainnya. Termasuk dengan Amira. Ia tak berangkat ke kampus karena sekarang hari libur. Sayangnya tak seperti anak muda yang lain. Pergi liburan atau sekedar keluar mencari angin. Amira justru menjadi pembantu dirumah megahnya itu. Ia segera beranjak dari tempat tidurnya. Jam weker kecil senantiasa setia membangunkannya setiap pagi.
Amira keluar dari kamar, Ia mengenakan baju dinas berupa perlak layaknya seorang pelayan. Sejak Demien menikah dengan Eva. Kehidupan Amira menjadi benar-benar menderita. Ada saja alasan Eva untuk memberikan hukuman ataupun pekerjaan yang berat.
"Amira, kesini sebentar!" kata Demien duduk sofa ruang tamu membaca koran.
"Aduh, ada apa lagi ini?" gusar Amira, berjalan mendekati sang Papa. Eva terlihat duduk di sofa single. Berbeda dengan sang Papa yang duduk di sofa panjang. Amira masih berdiri sebelum dipersilahkan duduk Ia takkan duduk.
"Duduk!" titah Demien.
Barulah Amira duduk mengusap roknya agar tak menyingkap.
Amira tak berani bertanya, ia masih diam menundukkan kepalanya.
"Sayang, jadi artinya kamu setuju?" kata Eva manja kepada Demien. Tetapi laki-laki itu belum menjawab. Ia masih sibuk meneruskan bacaan korannya hingga kalimat terakhir. Beberapa detik akhirnya Demien melipat kertas koran itu dan membenarkan kacamatanya yang kurang pas. Laki-laki berwajah tegas ini memang jarang sekali tersenyum. Kejadian ini terjadi semenjak almarhum Rani istrinya tiada. Demien memiliki kebencian dengan putrinya Amira, karena pergi ketika Rani dalam keadaan sekarat. Rani yang sedang sakit akhirnya menghembuskan nafas terakhir di rumah. Kala itu Amira sedang keluar untuk menyelesaikan pekerjaan kelompok, dan saat tiba dirumah Demien menangis tersedu-sedu melihat Rani telah tiada. Itulah sebabnya hubungan mereka menjadi renggang. Demien selalu beranggapan bila Amira adalah penyebab kematian Rani.
"Baiklah, lebih baik aku setuju ... lagian aku mana ada uang sebanyak itu, kamu sendiri bagaimana bisa hutang seratus triliun Eva!" sentak Demien memijat pelipis dahinya. Berdenyut karena ulah Eva. Wanita ini memiliki hutang sebanyak itu dan hari ini jatuh masa tempo. Eva hanya tersenyum malu. Uang sebanyak itu tentu saja Ia habiskan untuk berfoya-foya.
"Yes! berhasil, aku tahu Mas Demien bakalan setuju ... dia kan benci banget sama Amira." batin Eva seringai akhirnya Demien menyetujui permintaan.
"Terimakasih ya Pa," ucap Eva mengecup kedua pipi Demien.
Tatapan mata jijik dan geli terlihat dari retina mata Amira. Tingkah Eva memang terlihat seperti anak remaja yang sedang kasmaran. Tak tahu bagaimana dulu kenapa Eva bisa menikah dengan sang Papa Demien. Amira hanya diam layaknya seorang patung. Seperti tak terlihat dimata kedua orang ini.
"Amira, sekarang kamu ganti baju! kita mau pergi ... jangan lupa dandan yang cantik!" ketus Eva memberikan titah Amira.
"Emang kita mau kemana Ma?" tanya Amira. Sebenarnya Amira sadar. baru saja Ia melakukan kesalahan karena bertanya. Salah satu isi list poin larangan dari Eva. Dilarang bertanya apapun alasannya.
Eva melirik tajam, Amira tahu lirikan itu ditujukan kepadanya.
Hembusan nafas berat keluar dari bibir mungil itu kemudian dia berlalu tanpa menunggu jawaban.
"CEPET! GAK PAKE LAMA!" teriak Eva memberikan waktu untuk Amira.
Dengan waktu singkat Amira melepaskan pakaiannya. Membuka lemari pakaian memilih acak. Ia terpaku dengan blouses maroon serta rok tutu simple berwarna putih. Buru-buru ia keluarkan dari tempat kotak itu dan segera memakainya. Kilat baru beberapa detik Amira selesai mengenakan pakaian ini. Kemudian beralih merias wajahnya didepan cermin. Memakai lipstik warna merah jambu. Cukup hanya itu, tanpa mengunakan alat rias yang lain. Kemudian Amira langsung keluar sebelum suara Eva nyaring memekakkan telinganya lagi.
Eva tersenyum licik, ia beranjak dari duduknya ketika melihat Amira datang.
"Ayo, ikut Mama!" ajak Eva.
Tetapi tiba-tiba langkah Ibu Tiri ini terhenti.
"Oh, ya ... pokoknya selama ada diperjalanan Mama gak mau denger ada pertanyaan dari mulut kamu! paham!" ketus Eva tanpa menoleh kearah Amira.
"Iya Ma," jawab Amira pasrah.
Mereka segera berangkat menuju kesuatu tempat.
*
Disebuah restoran ternama. Axel dan Mila sang Ibu telah datang lebih dulu. Mereka hanya sibuk melihat kesegala arah secara bergantian. Hubungan canggung diantara keduanya memang terjadi sejak dulu. Mila mengadopsinya Axel ketika laki-laki ini masih berumur sepuluh tahun. Awalnya ia tak menyukai Axel. Tetapi lama-lama Mila membuka hatinya setelah mendapatkan petuah dari seseorang. Mila sudah berusaha untuk dekat. Tetapi Axel sendiri masih membatasi diri. Axel ingat tatapan benci Mira saat dirinya masih remaja. Ia trauma atas tatapan itu. Teringat kejadian dulu ketika dirinya disiksa oleh Ayah kandungnya.
"Axel, maafin Mama ya ... harus melibatkan kamu juga," ucap Mira lembut.
Axel tersenyum simpul,
"Enggak papa Ma, Axel kan udah setuju." jawab Axel berbohong. Ia hanya terbayang hutang budi menjadi alasan utama tak bisa menolak permintaan Mila.
Dari jauh terlihat Amira dan Eva berjalan bersama. Rupanya mereka telah tiba.
"Halo Mila, udah lama ya? maaf ya, maklum nungguin Amira dandan lama banget." kilah Eva menjadikan Amira sebagai penyebab keterlambatan mereka.
Amira memberikan salam hormat, membungkukkan badannya. Betapa terkejutnya Axel dan Amira ketika mata mereka saling beradu.
"Pak Axel?" ucap Amira spontan.
"Amira?" balas Axel pun sama.
"Loh, kalian udah saling kenal?" tanya Mila terkejut dengan reaksi pertemuan mereka berdua. Lain halnya dengan Eva sudah tahu lebih dulu dari Angel. Semula Eva ingin Angel saja yang menikah dengan Axel. Tetapi Angel menolak tegas karena tahu kepribadian Axel selama dikampusnya.
"Mila, kamu gak tahu? kan di kampus, Amira ini anak didiknya Axel." jelas Eva.
"Wah? beneran? ya ampun takdir Tuhan lucu banget ya?" jawab Mila tak menyangka.
Eva ikut tersenyum, tetapi hatinya sudah gatal ingin segera melakukan acara inti. Alasan mengapa mereka harus bertemu.
"Mila, kayaknya aku gak bisa lama-lama deh ... bisa kita mulai sekarang?" ucapnya Eva tak tahu malu. Dirinya yang memiliki hutang tetapi berlagak sok sibuk. Bahkan dengan berani memerintah Mila sesuka hatinya.
Untung saja Mila pandai menyembunyikan wajah tak sukanya. Ia masih bisa tersenyum tenang. Meskipun hatinya memendam benci.
"Dasar, ini orang gak sadar diri banget!" batin Mila.
"Oke, langsung kita mulai aja ya, ehmm." kata Mila memulai lebih dulu.
"Amira, tujuan kami pertemukan kalian disini adalah untuk melamar kamu ... karena Mama kamu Eva punya hutang sama saya sebanyak seratus triliun dan dia bilang gak mampu untuk bayar, padahal diawal pinjam dia yakin dia mampu ... tapi kenyataannya enggak!" sindir Mila halus namun tepat mengenai sasaran. Eva terlihat salah tingkah karenanya.
"Jadi, maksud Ibu ini ... Mama Eva jual saya sebagai penebus hutang?" sela Amira tak mengira Eva akan berbuat lebih kejam dari yang selama ini telah ia terima.
"Itu bisa dibilang benar, dan kita akan melakukan pernikahan dua hari kedepan!" kata Mila mempercepat acara pernikahan mereka.
Tangan Amira sampai bergetar. Ia sedang menahan air matanya untuk tetap pada tempatnya. Ia tak mau terlihat semakin menyedihkan sekarang.
"Eva, mau temani saya pesan cincin berlian? sepertinya Amira dan Axel butuh waktu untuk saling mengenal." ajak Mila sengaja.
Mendengar kata berlian mata Eva langsung berbinar. Wanita matre ini melupakan tentang ucapannya yang tak bisa lama-lama tadi.
Kedua ibu itu pergi meninggalkan Amira.
Axel tahu kesedihan diwajah anak didiknya itu.
"Gak usah panik, tenang! sekarang kamu boleh nangis! gak baik nahan air mata!" ucapnya kasar tapi mengandung perhatian.
"Hiks ... hiks ... hiks." Air mata Amira jatuh deras membasahi pipinya. Ia sampai sesenggukan meratapi nasib buruk yang terus-menerus menimpa dirinya.
"Kamu gak perlu khawatir Amira, kita akan nikah tapi cuma pura-pura ... saya juga gak mau dicap pedofil karena nikah sama anak kecil." ketus Axel.
Amira mengangkat wajahnya.
"Maksud Bapak apa?" tanya Amira tak paham.
"Jadi, kita akan nikah kontrak ... kamu boleh tetap kuliah bahkan saya akan biayai semua full sampai lulus! jadi kita cuma perlu pura-pura aja, dan saya rasa ini kesempatan yang bagus buat kamu ... karena saya tahu Nenek lampir gak tahu malu itu udah biasa sakitin kamu kan?" terka Axel. Hanya dengan sekali bertemu saja ia mampu menilai watak dan kepribadian Eva yang buruk.
Amira terdiam beberapa saat. Gara-gara ucapan Axel barusan. Ia sendiri baru sadar. Akhirnya ada kesempatan bagi Amira untuk pergi meninggalkan rumah laknat itu.
"Baik Pak, saya mau!" jawab Amira akhirnya.
*
Setelah menikah secara diam-diam. Seperti bangkai. Walaupun ditutup serapat mungkin pasti lambat laun akan tercium juga. Tetapi Axel juga tak mengira akan ketahuan secepat ini.
Axel mengatur nafasnya, sekarang dirinya tak boleh terlihat gugup dihadapan para mahasiswa. Sedangkan Amira hanya menunggu cemas. Jawaban apa yang akan Axel keluarkan untuk menjawab pertanyaan Edo barusan.
"Benar, saya memang sudah menikah." jawab Axel akhirnya mengakui. Ia tahu tak mudah menyembunyikan kenyataan dari orang dewasa. Lain halnya apabila Axel menghadapi seorang anak kecil yang mudah sekali dibohongi.
"Woah, selamat Pak ... tapi kok Bapak gak sebar undangan?" tanya mahasiswa lainnya.
"Iyah, kan kita bisa foto bareng Pak,?"
"Ah, pantesan minggu kemarin Bapak gak ngajar selama tiga hari ... ternyata oh ternyata."
Semua mahasiswa tampak berlomba-lomba menghujami Axel dengan pertanyaan. Kepala dosen ini dibuat berdenyut karena sedang pusing memikirkan jawaban.
"Maaf ya, itu hak privasi saya ... lain kali kalo ada waktu senggang kita bahas lagi." kata Axel enggan menjawab pertanyaan anak didiknya. Axel segera menarik tutup spidol hitam. Memulai acara pembelajaran.
"Yah, gak asik ... kan bagus kalo dia mau ngaku, jadi Reyno bisa tahu kalo ternyata Amira udah nikah." guman Angel kecewa. Nafsu sekali wanita jahat ini untuk menghancurkan hubungan Kakak tirinya dengan sahabatnya itu.
Amira mengusap dadanya. Ia tampak lega karena Axel tidak menyebutkan siapa nama istrinya.
Amira merasakan tubuh Reyno sedang menghimpit dirinya.
"Amira, kamu penasaran gak sih? kira-kira siapa ya yang udah bisa bikin luluh hati Pak Axel? keren banget aku mau sungkem." gelak Reyno dengan berbisik.
Amira hanya mampu tersenyum getir.
"Apanya yang keren? aku istrinya Pak Axel Reyno, aku!" batin Amira berteriak. Namun yang terlihat mulutnya tetap mengatup rapat. Hati Amira menjerit-jerit. Seakan ingin melarikan diri dari kelas sekarang juga. Tangan kecil itu mengusap kasar rambut panjangnya. Sungguh Amira hanya merasakan ketenangan dalam hidupnya.
Dari meja depan ketika Axel ingin berdiri. Dosen killer itu melihat tingkah istrinya. Kemudian memutar kedua bola matanya ditambah mencebik bibirnya pula.
"Hah! sekarang kita masih bisa selamat ... gak tahu kedepannya, aku yakin pasti bakalan banyak batu kerikil." katanya seraya membalikkan badannya menghadap papan white board.
Keadaan cukup kondusif. Tidak ada yang bertanya ataupun mengobrol. Mereka hanya diam mendengarkan segala penjelasan yang sedang dijelaskan oleh Axel.
"Pak, istrinya cantik gak?" celetuk Edo lagi-lagi membahas masalah ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Evy
Gak salah Thor 💯 triliyun...kalo 💯 milyar masih masuk akal sih...
2024-07-22
0