...Chapter 7...
"Sudah terlambat Decade, cepat akui dosa-dosamu!"
Tckk- kamu kalau bicara bisa tunggu sebentar, tidak? Omonganku jadi kepotong karenamu!
"Henshin!" Sambil mengucapkan kata keramat, tangan kiri miliknya kini mulai ditunjukan terang-terangan kepada kami berdua.
Oke, tujuanmu itu apa? Juga, kenapa kamu membawa botol berwarna hitam?! Tolong dulu, jangan bilang....
Selagi larut dalam lamunan, sesuatu mirip seperti Decarider terpegang jelas di tangan kanan. Hm... mungkinkah ia seorang rider?
"Time to start-"
Wait, tolong jelaskan maksudmu mengucap seperti itu. Kami, maksudku aku dan Natsumi tentu bakal ngang-nging-ngong, tidak memahami akan perkataan yang kamu lontarkan.
Ah-- dia pasti mengabaikan kami, dan itu bisa terlihat dari dirinya yang menaruh Driver aneh di pinggang bagian terdepan.
Fufu, mirip sepertiku, kah?
...
...
Di saat kata-kata itu keluar, pecahan memo, atau mungkin gambar tengkorak yang terlihat seperti puzzle tetiba muncul mengelilingi raga orang tersebut.
*Tsuuuuuuufffff*
...
"Double Henshin!"
Wait, kamu mengucapkan henshin sekali lagi? Apa ini? Cara berubah macam apa kau? Sungguh aneh....
*Ctaaaarrrrr*
Entah kenapa, ya? Saat bunyi bagaikan kaca pecah terdengar di telinga kami berdua, kumpulan puzzle tengkorak di sekelilingnya mendadak mengkloning gambar menjadi lebih banyak dan terus memperbanyak, membuat tubuhnya terlihat seperti ditelan mentah-mentah oleh kumpulan gambar.
Kumpulan gambar, atau puzzle tengkorak? Halah tidak tahulah... aku pun bingung sendiri melihat perubahannya.
...
Kamen Rider? Marx? Jujur aku belum pernah mendengar ataupun mengingat namamu.
*Duarrrrr*
Wowowow... puzzle tengkorak yang memutari tubuh orang tersebut tetiba memaksa masuk ke dalam tubuh, tanpa sadar malah menciptakan sebuah baju zirah berwarna hitam & silver pucat, dengan warna mata merah menyala seperti magma.
D*mn, seram sekali. Kuharap selepas ini tak terjadi hal menakutkan seperti yang kutakutkan, semoga!
"Haaaahh-" Menghela nafas panjang, ya? Hmm....
"Decade-"
"Apa?!" ucapku, nada sedikit ditinggikan.
"Izinkan aku mengucap beberapa patah kata untukmu."
Hmm? Aku heran, tujuan dia berubah itu apa? Serta maksud perkataannya barusan apa sih? Ndak paham aku.
"Hmmmm?"
Wait, aku belum memberikan jawaban, ya? Terus kenapa kamu berjalan mendekat ke arahku, tolong dululah!
Sebagai jaga-jaga, lebih baik Decarider kupegang diam-diam pada tangan kananku. Ini hanya rahasia kita berdua, jadi mohon jangan dibocorkan, ya? Kumohon....
Dalam waktu singkat, jarak di antara aku dan dia sudah seperti perpaduan yin & yang, semakin dekat.
"Jadi, apa yang ingin kau katakan, wahai orang tak dikenal?" Masih dalam posisi memegang Decarider di belakang punggung, aku melontarkan pertanyaan, menghindari kecanggungan yang timbul di antara kami bertiga.
"Sudahlah!!"
...
Sebuah pedang bernuansa hitam putih kini tergenggam di tangannya. Wait, what?! Bagaimana bisa benda itu muncul begitu saja?
"Hiyaaaaah-!!!"
Wow-wow... santai, gak usah teriak sekencang itu dong. Tetangga bisa marah loh.
Oy-oy-oy, kau ini mendengarkanku tidak sih? Oy!! Buset, dia malah lari ke sini.
Selagi menjerit, ia memutuskan untuk berlari kencang ke arah kami berdua.
What the f*ck? Bahaya, tanda bahaya!!
Melihat tampangnya saja sudah membuat aku bergidik ketakutan, sekarang dia malah berlari sembari mengangkat senjata setinggi mungkin.
Seseorang, tolong....!!
"Tsukasa san- Tsukasa-san...."
Natsumi, kalau ingin memanggil, suaramu mesti sedikit dikeraskan, kenapa?! Situasi lagi panik nih.
Melihat langkah orang di seberang semakin lama semakin dekat pada posisi kami berdua, Natsumi Hikari, wanita cantik di sebelah, mencoba memanggil namaku dengan intonasi sangat pelan, hembusan angin saja bisa kalah.
Haah... untung telingaku jeli, jadi aku pun dapat mendengar suaramu. Berterima kasihlah, oke?
"Iya, aku paham kok," jawabku sambil menunjukkan Decarider ke depan.
"... Hiyaaaahh!!!"
Oy, jangan curang napa?! Aku juga mau berubah sepertimu, do not disturb my henshin, oke?
Tapi sudahlah... jarak kami saja pun sudah berkisar 3 meter, perkiraan saja. Mana mungkin aku berlari menjauh supaya bisa melakukan perubahan tanpa diganggu, right?
"Natsumi, tepi!"
"Hah?! Tapi-"
"Doryaaaaahhh!!!"
"Tepilah!!"
Ngeyel pula nih orang. Wajar jikalau aku mendorong ia untuk menepi, sementara aku memiringkan kepala sedikit ke samping sebelum pedang berwarnakan hitam putih menebas kepalaku.
*Krrrrrrkk-krrrrrrrkkkk*
Dahsyat betul tebasan pedangnya, betul inimah, bukan tipu-tipu. Tanah yang kupijak saat ini mendadak seperti terkena gempa bumi, goyang-goyang sendiri.
"Aduuuuuuuh-"
Maaf Natsumi, sebenarnya aku tidak sedang melampiaskan rasa kesal padamu, walau ingin sih, tapi dalam kasus ini, aku benar-benar minta maaf...
Tujuanku mendorongmu ke pojok agar kau bisa selamat dari tebasan, oke? Jadi berterima kasihlah padaku!
Ah... bila semua ini sudah berakhir, kapan-kapan ucapkan kalimat terima kasih padaku secara langsung, oke? Aku ingin mendengarnya secara jelas, sangat!
"Haaaapp." Guna mempersiapkan diri lebih matang, aku pun mundur, beberapa langkah menuju ke belakang.
"Yohohoho... tidak ken-"
Woy, keparat! Jangan menyerang secara mendadak, dong! Itu namanya curang, grrrrrhhhh!!
*Buaaaaggghhhhh*
Nahkan, aku yang malah jadi korban. Sial!
Saat tubuh ini telah mundur beberapa meter, entah menggunakan skill apa, rider di seberang mata, Marx, tetiba menghilang dan muncul tepat di belakang punggungku. Sudah seperti seorang penyihir dia, asli.
"Gaaahhhhaaaaakkk."
Dan disitulah dia menendang punggungku. Wait, what?! Dia menendang tanpa sebab? Grrrrhhhhh!!
*Bruuuuuuuuk*
Adaw... sakit betul!! Tidak bohong ini! Sudah terpental terus terjatuh di permukaan tanah, benar-benar...
"Tsukasa-san!"
Hoho, mengkhawatirkan diriku, baik juga dia.
Melihat aku terjatuh tak jauh dari posisinya, Natsumi yang sedari tadi diam lantas bangkit, memutuskan mendekat ke arahku.
"Tsukasa, Tsukasa-"
Oy, aku ini belum mati, juga suaramu terdengar segitu jelas. Jangan terlalu didramatisir, napa?
Ehh- tapi biarlah, lagipula raga ini terasa sangat sakit selepas ditendang tanpa sebab begitu jelas.
"Awwwwww- sakit...."
Eits, aku bukan anak manja. Alasanku mengucap begitu bukan caper, atau cari perhatian. Ini beneran sakit, payah! Grrrhhh!!
"Hmmmm? Begini doang kekuatanmu Decade?"
Bodoh! Kau menyerang saat aku lengah, logikamu dimana sih?!
"Owh... kau menginginkan sebuah pertarungan, ya?"
Kau ingin? Beneran mau? Kalau iya, akan kuturuti meski raga ini mesti menahan rasa sakit nan besar.
"Tsukasa, tapi kondisimu-"
Diam dulu Natsumi, di sini harga diriku tengah diuji. Memilih untuk mundur, atau maju sebagai seorang jawara?
Sudah jelas aku akan memilih apa, bukan?
"Maaf telah merepotkanmu, tapi tak apa, aku masih sanggup untuk bertarung."
Benar, aku sanggup bertarung bila lawannya se-brengsek dirinya, fakta.
"Hadeh, kelamaan...."
*Wuuuuuuush*
Bisa ga sih, memberi satu kesempatan lawan untuk bangkit? Lawanmu ini manusia, bukan robot!
*Tsssssuuuuuuuuf*
"Ap-"
"Hiyaaaaaaaaahhh!!"
Oy, aku tidak suka dikagetkan seperti itu, jadi pliss... kalau ingin menyerang, jangan membuat lawan jantungan, mengerti?!
Ah tapi telat, saat aku ingin bangun sembari dibantu oleh Natsumi, rider bernama Marx mendadak muncul persis di hadapan kami berdua.
Kamu itu keturunan ninja, kah? Cepat bener.
Serius, sepertinya dia punya dendam banget denganku. Itu terbukti ketika ia melayangkan pedang dua warnanya ke arah kami berdua kembali. Ngeri....
"Kyaaaaaaa-"
*Taaaaaaangggg*
Saat aku dan Natsumi telah menutup mata, pasrah akan takdir, sebuah suara aneh terdengar di telinga kami.
Apa lagi? Kami berdua sama-sama membuka mata secara pelan-pelan.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments